INDAHNYA SANDIWARA LANGIT
Karya : Deden Muhidin
- Juara 3 Lomba Menulis Cerpen Gema Muharam 1433 H se-UPI.
Zahra berlari menepis angin, tubuhnya menerobos ke semak-semak belukar yang menghiasi padang ilalang di kebun Pak Jauhar. Sementara itu, terdengar suara adiknya memanggil dari belakang dengan nafas yang terengah-engah. "Kakak, tunggu Rahmi.” Sahutnya, Tetapi suara itu tak terdengar oleh Zahra, ia terus berlari menelan waktu. Setelah sekian lama berlari, tibalah Zahra di depan gubuk tua yang berbilik bambu dan beratap rumbia.
"Sungguh ramai rumah ku? Ada apa ini?.” Tanyanya dalam hati.
Sementara hatinya menelusur jauh ke dunia lain. Apakah nenek, atau ah lupakan sajalah fikiran itu. Aku tak mau fikiran itu menghujam dibenakku. Tetapi terdengar alunan suara-suara syahdu ayat suci al-Quran yg menggema dari dalam rumah tua itu. "Apakah benar semua ini?". Tanyanya lagi. Tanpa memikirkan adiknya yang tertinggal jauh, ia pun berlari menuju pintu rumahnya dan menerobos orang-orang dihadapannya. Sementara itu, adiknya masih di perbatasan desa sana. Zahra pun menjerit seketika itu juga, ketika melihat tubuh neneknya yang telah merawatnya dari kecil terbujur kaku dengan kain putih yang membalut tubuh rentanya. Dan tak terasa bendungan air mata itu pecah mengalirkan air keharuan dalam sungai duka. "Nenek...Ne..Ne.. Nek.. Jangan tinggalkan Zahra, Zahra sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain nenek", teriaknya dengan suara sedikit parau. Sementara itu beberapa tetangganya berusaha menenangkan Zahra malahan ada yang mengajaknya pergi ke ruangan lain. "Kasihan Zahra dan Rahmi, masih kecil sudah ditinggal kedua orangtuanya dan sekarang ditinggal neneknya". Bisik salah satu tetangga Zahra kepada yang lain. Memang terlalu berat ujian bagi Zahra dan adiknya Rahmi, sejak bayi mereka sudah ditinggal kedua orangtuanya dan sejak saat itu neneknyalah yang mengurus keduanya. Dan kini Zahra berumur 12 tahun sedangkan adiknya Rahmi berumur 5 tahun. Wajah keduanya begitu mirip bak pinang dibelah dua, hidung mancung dan bulu mata yang lentik menjadi ciri khas keduanya.
"Kakak, nenek kenapa? Ko diam saja?.” Tanya adiknya dengan suara mungilnya."Nenek sudah pergi jauh, dan nenek sudah menyusul Abi dan Umi kita di syurga". Jawab Zahra dengan lirih. "syurga itu jauh ya?" tanyanya lagi. "iya syurga itu sangat jauh, dan hanya orang-orang yang beriman serta yang diridhoi Allah sajalah yang akan masuk syurga". Jawabnya tegas.
"kalau begitu aku ingin pergi ke syurga ah biar bisa nyusul Abi,Umi dan juga Nenek".
Tiba-tiba kedua tubuhnya melayang dan kini keduanya berada di suatu tempat yang sangat indah, dan di tempat itu keduanya bermain-main di Padang ilalang yang sangat luas dan bernuansa putih, bunga-bunga bermekaran indah dan sungai-sungai berkelok-kelok menari dengan syahdunya alam. Ketika keduanya berjalan di jembatan yang indah, tiba-tiba terdengar suara yang membisikkan keduanya dan tak disangka suara itu sangat mirip dengan suara neneknya. Suara itu berpesan agar Zahra menjaga baik-baik adiknya serta selalu berpegang teguh kepada tali Agama Allah yang benar.
Jakarta, 17 Nopember 2011
Suara bising kendaraan memekik tajam, jalan layang itu pun berkerut seperti tanpa arah dan dengan tanpa rasa lelahnya ia selalu siap dilalui oleh banyak orang dengan berbagai tujuan. Gemerlapnya suasana malam itu, menambah eksotisnya Kota Metropolitan Jakarta dan angin yang dingin menambah kesyahduan malam itu. Seperti biasa, tepat jam sebelas malam, Sahara sudah berada di Ujung Jembatan tua itu. Menunggu pelanggannya yang selalu setia berkencan dengannya. Namun kali ini pelanggannya itu tak kunjung tiba, ia pun mulai gelisah. Bagaimana aku bisa hidup jika malam ini tidak mendapatkan uang?, belum lagi tunggakkan kontrakan yang sudah melambung tinggi belum aku bayar. Sahara terus menggerutu dan berbicara pada angin malam yang berhembus semakin dingin. Tiba-tiba ada mobil mewah yang menghampirinya.
“Nah, mungkin ini pelanggan gue dan pastinya dompetnya tebal setebal gunung di sana”. Gumamnya sambil menerawang jauh.
Namun apa yang ada difikirannya berbalik 180 derajat lebih, yang keluar dari mobil mewah itu bukanlah sesosok laki-laki yang siap berkencan dengannya. Namun wanita dengan jilbab ungu yang menjuntai anggun dan dengan senyumannya yang manis. Sahara pun terkejut sambil mengerutkan dahinya yang berlapis bedak tebal.
“Assalamu’alaikum?” tanya wanita berjilbab ungu tersebut dengan sopan.
“Wa..wa.. wa‘alaikum salam”. Jawabnya dengan agak terbata-bata. Ia terkejut karena sosok itu mengingatkanya pada seseorang yang sangat ia cintai dan ia sayangi. Ya, ia teringat almarhumah adiknya yang meninggal pada peristiwa kecelakaan maut di Siduarjo 10 tahun silam. Wajahnya seketika itu murung dan ia melamun tajam.
“Kok anda melamun, Mba ?”.Tanya wanita berjilbab tersebut.
“Oh .. tidak.. ti..tidak”.
“Apakah ada yang aneh dengan diri saya ?”
“Oh tidak mba, tidak apa-apa. Apakah ada yang bisa saya bantu ?. Tanyanya dengan nada datar.
“Begini, saya sedang mencari suatu alamat di kota ini. Mungkin mba bisa membantu saya, ini alamatnya. Wanita berjilbab itu pun menyerahkan secarik kertas yang berisi alamat yang ia tuju. Setelah selang beberapa lama dan bebincang-bincang, Sahara pun bersedia mengantarkan wanita berjilbab itu karena memang alamatnya satu arah dengan kontrakkannya. Lumayan, dapat tumpangan gratis ujarnya.
Sahara pun masuk ke dalam mobil mewah beserta wanita berjilbab itu. Dan diantar oleh supirnya yang selalu setia menemani kemana pun ia pergi. Mobil merah tua itu pun melaju kencang menerobos angin malam dan lampu sorotnya tak henti-henti menyoroti celah-celah aspal yang berlubang. Terkadang tikus-tikus pun berlarian karena tersorot cahaya lampu mobil wanita itu. Di dalam mobil, wanita berjilbab itu memperkenalkan dirinya kepada Sahara. Dan ia adalah Rahmi seorang mahasiswi tingkat akhir UPI jurusan Pendidikan Bahasa Arab yang sekarang sedang melakukan penelitian di Jakarta. Rahmi juga menceritakan kisah hidupnya, ia adalah anak yatim piatu dari sebuah desa miskin yang terletak di kaki bukit Gunung Bromo dan ia bercerita bahwa sebenarnya ia mempunyai seorang kakak perempuan yang sampai sekarang ia belum pernah berjumpa lagi sejak kecelakaan maut yang memisahkan keduanya. Masa kecilnya juga dihabiskan berdua, ia bermain di padang ilalang yang indah. Melihat anak burung yang baru menetas, memancing ikan sampai peristiwa dikejar-kejar domba ia ceritakan dan Rahmi bercerita sangat riang seolah-olah ia bercerita kepada kakaknya sendiri yang sudah lama tidak ia jumpai. Dan selama Rahmi berceloteh ria tentang kehidupannya, Sahara mulai menitikan air matanya dan ia tak menyangka bahwa kini ia menemukan kembali adiknya yang selama ini ia anggap sudah meninggal disaat kecelakaan maut itu. Dan ia pun merasa malu akan dirinya saat ini, dahulu ia seorang yang pandai dan rajin mengaji di Masjid selain itu ia pun pernah menjuarai MTQ di Desanya. Namun kenyataannya saat ini, ia menjadi seorang wanita yang menjajakan kehormatannya demi uang dan terbujuk oleh gemerlapnya dunia dan balutan kerudung masa kecilnya hanya menjadi kenangan kecil dalam memorinya. Tuhan, mengapa aku ditakdirkan seperti ini ?, Betapa beruntungnya adikku Rahmi, yang bisa menjaga diri dan kehormatannya dan ia pun senantiasa istiqomah dalam menjalankan syari’at_Mu. Tapi hamba, tak bisa mengemban amanah_Mu dan tak bisa berpegang teguh pada Agama_Mu. Tuhan, ampuni hamba_Mu ini.
Dan Sahara tidak mau menceritakan siapa ia sebenarnya, ia merasa malu kepada adiknya.Dan memang secara sengaja ia merubah namanya Zahra menjadi Sahara supaya lebih modern, tegasnya. Suara tangis Sahara semakin menjadi-jadi dan menggema di dalam mobil merah tua itu dan tangis Sahara pun memecah keheningan malam dan membuat Rahmi heran.
“Mengapa anda menangis seperti itu ?”
“Oh tidak,, saya merasa malu akan diri saya sekarang ini, anda seorang wanita yang taat beragama tapi tidak merasa malu duduk satu mobil dengan seorang wanita hina seperti saya”. Ujarnya dengan isak tangisnya yang semakin menjadi.
“Mengapa anda harus malu ? Tuhan menciptakan manusia dalam derajat yang sama, dan dimata Allah semua manusia itu memiliki derajat yang sama pula. Jika anda merasa diri anda itu hina, cobalah bertaubat kepada Allah karena Allah itu Maha Pengampun dan akan menerima taubat hambanya asalkan ia bersungguh-sungguh.” Ucap Rahmi kepada Sahara.
Sahara pun mengantarkan Rahmi ke alamat yang dituju yang tidak lain adalah rumah Bapak H.Sulaiman pemilik kontrakan yang didiami olehnya. Dan Sahara pamit untuk pulang. Sejak kejadian itu, Sahara selalu terbayang-bayang oleh adiknya dan ia merasa bingung harus melakukan apa. Disisi lain, jika ia harus jujur kepada adiknya pasti adiknya akan marah mengapa seorang kakak yang dahulu menjadi panutan adiknya untuk selalu menjaga aurat dan selalu berbuat baik, tapi sekarang ia malah menjilat ludahnya sendiri. Ia termakan oleh ucapannya dahulu. Namun, jika terus-terusan seperti ini, ia pun tidak mau selamanya berada dalam lumpur dosa yang hitam dan membawa beban dalam hidupnya. Dalam kesendiriannya, ia terus menangis dan meratapi nasib dirinya sendiri. Setelah lama merenung dan memikirkan segala resiko yang akan dihadapinya, ia pun memutuskan untuk menemui adiknya yang sekarang berada di rumah Bapak H. Sulaiman yang sedang melaksanakan penelitian bahasa, ya H. Sulaiman merupakan seorang ahli tata bahasa arab dalam kajian Al-Qur’an.
“Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumsalam , Eh .. Sahara, mari masuk ada orang spesial yang sudah menunggumu”.Jawab H. Sulaiman dengan nada ramahnya.
“Orang spesial ?”tanya Sahara heran.
“Sudah mari masuk, ia sudah menunggumu”
Sahara memasuki rumah yang sederhana tetapi rapih dan megah. Di atas pintunya terdapat lukisan kaligrafi yang indah dan ini mengingatkankan rumahnya dahulu di desa. Setelah masuk dan ternyata orang spesial itu adalah Rahmi adiknya, tapi mengapa Pak Sulaiman mengatakan bahwa Rahmi adalah orang spesial ? tanda tanya besar menggantung dihatinya dan ia pun baru ingat ketika ia mengontrak pertamakali di kontrakannya Pak Sulaiman ia menceritakan kisah hidupnya persis seperti apa yang diceritakan Rahmi kepadanya. Apakah benar semua ini ?.
Rahmi berdiri dan berlari memeluk kakaknya, Sahara. Keduanya berpelukan dengan erat dan saling melepas rindu. Suara tangis keduanya memecah kebisingan Kota Jakarta saat itu dan langit yang cerah serta burung-burung yang berkicau menjadi saksi keharuan dua insan manusia yang ditakdirkan dalam sandiwara langit. Ditengah-tengah rasa haru dan bahagia, tiba-tiba Sahara jatuh pingsan dan lemas tak berdaya. Rahmi dan Pak H. Sulaiman merasa kaget akan pingsannya Sahara, dan Rahmi langsung membawanya ke Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Di dalam mobil ambulan yang terus melaju, Rahmi menatap dalam-dalam wajah kakaknya yang sangat ia sayangi. Teringat masa kecilnya, hidup pahit dalam kebersamaan. Bersepeda bersama, memancing ikan bersama neneknya, berkeliling kampung berjualan kue basah buatan neneknya. Sungguh, memori itu tidak akan pernah ia lupakan dalam sepanjang sejarah hidupnya. Dan kini, sosok kakak yang tegar dan selalu mengajarkan kebaikan kepadanya itu, kini terbaring lemah diatas empuknya kasur putih dan berselimut katun tua.
Kakak, jangan tinggalkan Rahmi. Rahmi tidak ingin kakak pergi untuk selamanya. Rasanya baru saja kita memetik indahnya pertemuan dan melepas rindu yang sangat kita dambakan sejak peristiwa naas sepuluh tahun silam yang memisahkan kita. Dan aku tidak mau jika hal itu terulang kembali. Dalam masa penantian ini, aku selalu mencari informasi tentang keberadaan kakak. Mulai dari teman-teman sekolah kakak hingga supir-supir kebun yang biasa kita tumpangi jika ingin ke Kota. Dan akhirnya Tuhan mempertemukan kita di tengah-tengah hiruk-pikuk dan gemerlapnya dunia Jakarta yang menjadi magnet bagi siapapun.
Di kamar Cempaka 13, Sahara terbujur kaku berselimut garis merah dan selang infusnya menjalar ditubuhnya. Dan seketika itu Rahmi menunaikan Sholat Duha dan ia seraya berdo’a.
“Tuhan”
“Kami hanya insan biasa, yang tak pernah luput dari dosa”
“Kami hanya insan biasa, yang tak pernah luput dari bujukan-bujukan hitam yang menggiurkan”
“Dan kami hanya insan biasa yang terkadang bingung mana yang baik dan mana yang buruk
“Tapi hamba tahu, bahwa Engkau Maha Pengampun dan Pemaaf”
“Ampunilah dosa kami, dosa ibu bapak kami dan tentunya ya Allah”
“Bantulah hamba_Mu ini dalam membimbing kakakku yang terjerumus dalam lumpur hitam itu”
“Berilah ia kesabaran dan ketabahan”
“Semoga sakitnya ia saat ini menjadi penggugur dosanya”
Amiin”
Mendengar do’a Rahmi, Sahara menangis dan tersadar. Dan sahara mengatakan kepada Rahmi bahwa ia ingin bertaubat dan tidak mau terjerumus kembali dalam lubang dosa. Dan ia ingin berubah dan menjadi wanita shalehah kembali seperti masa kecilnya dahulu yang selalu mengenakan kerudung. Dan Sahara memohon bimbingan kepada adiknya agar ia membantu dalam mewujudkan harapannya itu. Dan keinginan Sahara disambut baik oleh Rahmi dan Rahmi berjanji akan mengubah kakaknya kembali menjadi seorang wanita yang shalehah seperti dahulu. Keduanya berpelukan kembali dan mereguk manisnya iman dan mereka merasakan akan dekatnya Allah bersama mereka. Atas Rahmat Allah dengan kuasa_Nya yang Agung, Sahara berhijrah kembali dengan bimbingan Rahmi dan Pak H. Sulaiman, Sahara kini menjadi seorang wanita yang menutup auratnya kembali bahkan ia pun rajin menuntut ilmu dan sering membaca buku-buku tentang keislaman. Dan kini ia pun menjadi aktifis dakwah dan memulai dakwahnya kepada teman-teman seprofesinya dahulu agar kembali kepada jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT.
Inilah sandiwara langit yang didalamnya terdapat misteri-misteri yang indah. Manusia tidak ada yang tahu akan nasibnya kelak apakah ia berada di Syurga atau Neraka, tetapi setidaknya selaku ummat_Nya, kita harus selalu senantiasa berpegang teguh kepada tali Agama Allah.:)
