Sunday, January 20, 2013

76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur'an



76 KARAKTER YAHUDI DALAM AL-QUR’AN
Syaikh Mustafa Al-Maraghi


Penyusun: Drs. M. Thalib
Design Sampul: Pro-Graphic Studio
Khaththath: Kathur. S
Cetakan Pertama: April 1989
Penerbit: CV PUSTAKA MANTIQ
Jl. Kapten Mulyadi 253
SOLO


Meet just a few of your Jewish Supremacist Warmongers
From left to right: William Kristol, Richard Perle, Ari Fleischer, Israili Prime Minister and Mass-Murderer Ariel Sharon, Paul Wolfowitz, Elliott Abrams, Douglas Feith

KATA PENGANTAR


Segala puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menurunkan kitab-Nya sebagai penuntun dan petunjuk jalan yang lurus. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan ki­ta Nabi Muhammad Sallalahu ‘Alaihi wa Sallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Dalam kitab suci Al-Qur'an yang terdiri dari 30 Juz tersebut, tujuh juz khusus berbicara kepada dan mengenai Bani Israil. Dengan begitu besarnya porsi yang diberikan AI-Qur'an kepada bangsa Yahu­di ini, kita dapat tahu betapa besarnya perhatian Allah terhadap bangsa Yahudi ini, sekaligus mengi­ngatkan kepada Nabi Muhammad Sallalahu ‘Alaihi wa Sallam dan ummat­nya akan sepak-terjang Bangsa Yahudi ini baik di masa nabi-nabi sebelumnya ataupun yang dihadapi Rasulullah sendiri. Dan bagi kita relevansinya juga hingga saat ini bahkan hingga masa yang akan da­tang.

Mengingat pentingnya informasi ini sebagai pelajaran bagi ummat yang mau belajar dari sejarah, AI-Qur'an berbicara tentang akhlak dan karakter bangsa Yahudi ini sepanjang sejarahnya. Dengan demikian segala sepak terjang ummat Yahudi dengan gerakan Zionismenya semata-mata tidak beranjak dari sifat azali mereka yang perinciannya dijabarkan dalam buku ini.

Sebagai sumber induk buku ini adalah kitab tafsir Al-Qur'an karya Syaikh Musthafa Al-Maraghi yang    telah berhasil disusun dengan format seperti ini. Sebab kami yakin, untuk mengenalkan siapakah figur yang mengaku dirinya sebagai "Bangsa Pilihan Tuhan", tidak lain adalah Kitabullah sendiri. Biarlah Al-Qur'an yang mengungkapkan sendiri kepada kita yang mungkin tidak sempat mempelajari Al-Qur'an seutuh itu.

Dengan demikian mungkin penyajian ini terasa tidak komprehensif malahan terasa kering, namun yang jelas keabsahan dan keuniversalan buku ini terjamin karena berasal dari Kitabullah.

PENERBIT
{mospagebreak}


DAFTAR ISI
Pengantar Penerbit        
Pengantar Penyadur      
Bangsa Yahudi adalah bangsa yang:
1.         Pertama Kali Kafir Kepada Muhammad Sallalahu ‘Alaihi wa Sallam
2.        Suka Memutarbalikkan Kebenaran
3.        Diingatkan Allah Karena Keingkarannya Terhadap Nikmat Allah
4.        Diuji dalam Perbudakan Raja-raja Mesir
5.        Menyembah Berhala di Tengah Bimbingan Nabinya
6.        Diperintahkan Untuk Melakukan Bunuh Diri Massal
7.        Mengingkari Sifat Ghaib dan Berpaham Materialisme
8.        Berbuat Aniaya di Tengah Nikmat Allah
9.        Paling cerewet Terhadap Nabinya
10.      Cepat Melanggar Janji Allah
11.     Paling Suka Mempermainkan Perintah Nabinya    
12.      Paling Keras Menolak Kebenaran Ilahi
13.     Tidak Dapat Diharapkan Beriman Kepada                 Nabi     
14.     Paling Suka Mengatur Tipu Daya
15.     Suka Memperjualbelikan Agama Allah
16.     Beranggapan Tidak Disentuh Neraka Kecuali Sebentar
17.     Paling Sedikit Orang-orang Baiknya
18.     Paling Senang Bermusuhan Sesamanya
19      Paling Sombong dan Membanggakan Etnisnya
20.    Paling Rakus Terhadap Kesenangan Dunia dan Takut Mati
21.     Benci Terhadap Malaikat Jibril
22.     Paling Suka Mengingkari Perjanjian
23.     Paling Suka Mengikuti Khurafat
24.     Paling Dengki Terhadap Nabi Muhammad                                 dan Ummatnya
25.     Paling Keras Berupaya Mengkafirkan Ummat Islam              
26.     Tidak mengakui Agama Nashrani
27.     Menyatakan Allah Berputra
28.    Membenci Kebebasan Beragama
29.     Membenci Agama Ibrahim
30.    Rasialis dan Apologetik
31.     Tidak Malu Bersikap Sok Tahu
32.     Menganggap Dirinya Paling Pintar
33.     Hanya Menuruti Kemauannya Sendiri
34.     Paling Mengenal Ciri Nabi Muhammad Tapi Mengingkarinya
35.     Dikutuk Allah karena Merahasiakan Kebenaran     
36.     Paling Fanatik Terhadap Tradisi dan Leluhurnya   
37.     Menganggap Dagang dan Riba Sama Saja
38.    Menjadikan Agama Sebagai Alat Kebohongan
39.     Terlarang Kaum Mukminin Untuk Bersetia Kawan
40.    Pertama-tama Merencanakan Pembunuhan Isa As.
41.     Paling Senang Membuat Siasat Keragu-raguan
42.     Suka Mengingkari Amanah Allah
43.     Mengada-ada Urusan Agama
44.     Menjadikan Agama Sebagai Alat
           Memperbudak Bangsa Lain
45.     Ingin Membuat Agama Lain Sebagai Tandingan Islam
46.     Kedzalimannya Mempersulit Hatinya Melihat Kebenaran
47.     Suka Menghalangi Orang Berjalan Pada Kebenaran.
48.    Suka Berpecahbelah dan Meruusak Paham Agama
49.     Tidak Suka Melihat Kebaikan Ummat Islam
50.    Suka Mencela Allah Sebagai Fakir
51.     Senang Membuat Ukuran Kebenaran Menurut Seleranya Sendiri .
52.     Suka Mencari Pujian Palsu
53.     Menganggap Dirinya Paling Bersih
54.     Memeras Orang Lain Apabila Berkuasa
55.     Selalu Dengki Kepada Keberuntungan Orang Lain
56.     Senang Membuat Kelaliman Dalam Hukum
57.     Berusaha Mempengaruhi Ke Arah Kesesatan Apabila Dijadikan Teman
58.    Senang Mempermainkan Para Nabi
59.     Mengaku Membunuh Isa As.
60.    Diharamkan Allah Memakan Makanan Yang Baik
61.     Mengaku Menjadi Anak Tuhan dan Kekasih-Nya
62.     Paling Pengecut
63.     Dibebani Hukum Yang Berat Karena Mentalnya Bobrok
64.     Paling Cepat Bersikap Menolak Kebenaran dan Menyukai Kebohongan
65.     Menyuruh Rakyat Berkonfrontasi dengan Orang-orang Yang Benar
66.     Gemar melakukan Usaha-usaha kotor
67.     Lebih Takut Kepada Manusia Daripada Kepada Allah
68.    Senang Mengejek dan Mempermainkan Agama Islam
69.     Menyatakan Allah itu Bakhil                                           
70.    Gemar Membangkitkan Peperangan
71.     Suka Mendustakan Kebenaran Yang Tidak Disenanginya
72.     Berani Membunuh Nabi-nabinya
73.     Dilaknat Oleh Nabi-nabinya .
74.     Ulamanya Tidak Perduli Terhadap Kemungkaran di Masyarakat .
75.      Mau Bekerjasama dengan musuh-musuh Agama Demi Menghancurkan Islam
76.     Paling Keras Permusuhannya Terhadap Islam
PENGANTAR PENYUSUN

Hanya kepada Allah kita panjatkan puji dan syukur. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarganya dan sahabat serta para pengikutnya yang mukhlis.
Wa ba'du, bersama ini kami sajikan kepada para pembaca baik muslim maupun non-muslim, se­buah kajian elementer tentang "Karakter Yahudi" yang haqiqi.
Kami pilih masalah ini menjadi obyek kajian, karena kita semua, tanpa kecuali, terkena gelom­bang penghancuran dunia yang berjalan secara sistematis, terarah dan terprogram secara berencana dan dengan dana tak terbatas. Kita tak pernah sempat sadar sesaat pun untuk mengenali Sumber Bencana dan arah munculnya kekuatan raksasa perusak dunia ini. Karena itu, kini kita harus sadar bahwa ada kekuatan jahat yang selalu memproduksi semua ke­jahatan di muka burni ini. Siapakah dia itu? Dan bagaimana sesungguhnya karakter mereka? Buku ini merupakan jawabnya.
Dalam buku ini kita akan mendapatkan infor­masi yang akurat, aktual dan faktual, bahwa me­mang Bangsa Yahudi sebagai suatu golongan manusia telah ribuan tahun lalu berkelana dan menjadi biang segala kerusakan dunia. Mereka tidak saja pe­nindas bangsa lain, tetapi bahkan mereka perusak agama dan pembunuh nabinya sendiri. Bukti-bukti kejahatan mereka dikupas dalam AI-Qur'an dari A hingga Z-nya.
Para pembaca kami harapkan membaca buku ini dengan cermat, kritis dan sikap terbuka. Selu­ruh uraian yang dipaparkan di sini hanya bersumber pada AI-Qur'an dan Hadits Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi wa Sallam. Tam­bahan ilustrasi hanya sekedar memudahkan para pembaca memperoleh gambaran jelas masa kini, masa di mana kita dapat menghayati kehidupan yang penuh dengan gejolak perkembangan Internasi­onal.
Selanjutnya, kami perlu paparkan di sini, bah­wa buku ini adalah saduran dari Tafsir Al-Maroghi tentang ayat-ayat Qur'an yang bertalian dan berbicara tentang kaum Yahudi. Jadi bukan khusus karya Syaikh Musthafa Al-Maroghi.
Maka segala ilustrasi dari buku ini adalah tanggung jawab Penyusun. Semoga bermanfaat.
Penyusun{mospagebreak}
1.             BANGSA PERTAMA KALI YANG KAFIR KEPADA NABI MUHAMMAD SALLALAHU ’ALAHI WA SALLAM.
Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 41 Allah me­nerangkan, bahwa Bangsa Yahudi/Bani Israil adalah bangsa yang pertama kali kafir kepada Nabi Sallalahu ‘Alaihi wa Sallam.
"Dan berimanlah kamu kepada apa yang Aku turunkan yang membenarkan apa yang ada pa­damu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kali kafir kepada-Nya dan jangan­lah kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan hanya kepada Akulah hendaknya kamu bertaqwa!
Dalam ayat ini Allah berbicara kepada Bang­sa Yahudi, sebagai bangsa yang telah sering keda­tangan Nabi. Bangsa ini menerima kitab-kitab suci dari langit, tetapi merupakan bangsa yang paling benci kepada orang-orang mu'min. Bangsa Yahudi diajak untuk menjadi orang pertama untuk beriman kepada Nabi Muhammad supaya bangsa-bangsa lain bersedia mengikuti jejaknya.
Kepada bangsa Yahudi Allah berfirman supaya mereka beriman kepada Al-Qur'an sebagai pelaksa­naan memenuhi janji kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa memenuhi janji kepada Allah dengan mengikuti perintah dengan beriman kepada Al-Qur­'an dan Nabi Muhammad adalah suatu tindakan lebih penting, dari lainnya. Sebab langkah semacam ini merupakan dasar yang pokok dan tujuan utama.Al­-Qur'an diturunkan untuk membenarkan keterangan­ keterangan yang tersebut dalam Taurat dan Kitab-­kitab para Nabi sebelumnya. Perintah-perintah yeng tersebut di dalamnya yakni berupa ajakan berta­uhid, meninggalkan perbuatan-perbuatan keji yang dilakukan dengan terang-terangan maupun dengan tersembunyi, menyuruh berbuat kebaikan dan men­cegah perbuatan kemungkaran dan sebagainya yang membawa kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Ini sama dengan ajaran Musa dan para Nabi sebelumnya, karena semuanya itu tujuannya satu, yaitu menetapkan kebenaran dan memberi pe­tunjuk kepada manusia serta melenyapkan kesesatan dalam aqidah.
Tetapi bagaimanakah sikap Bangsa Yahudi ter­hadap teguran Al-Qur'an ini? Mereka bahkan cepat­-cepat bersikap kufur kepada Al-Qur'an. Padahal seharusnya mereka berada pada barisan depan untuk beriman kepada Nabi Muhammad dan Al-Qur'an ini. Karena mereka telah mengetahui kebenaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdasarkan keterangan Kitab-kitab suci mere­ka, yang telah menyampaikan kabar kedatangan Na­bi akhir zaman. Dalam buku-buku tarikh dijelaskan, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang hijrah ke Madinah, kaum Yahudi Madinah mendustakannya. Kemudian langkah mereka ini diikuti oleh orang-orang Yahudi Bani Quroidhah, Bani Nadhir, Yahudi Khoibar dan meluas kepada golongan Yahudi lain-lainnya.
Terhadap sikap mereka yang kufur ini, maka Allah kemudian memperingatkan secara keras de­ngan titah-Nya: "Janganlah kamu bersikap mendustakan kenabian Muhammad dan kitab suci yang di­bawanya serta menolak petunjuknya, karena ingin menukar dengan kesenangan dunia yang sedikit". Para pendeta dan pemimpin Yahudi karena ingin memperoleh pengaruh, harta, pangkat dan kedudukan di mata rakyatnya. Mereka mendustakan kebenaran Nabi. Sedangkan golongan awam bangsa Yahudi me­nolak kebenaran Nabi Muhammad, karena ingin mendapatkan kasih sayang dari para pemimpin. Ingin memperoleh nasib baik dan takut menghadapi per­musuhan dan kemarahan para pemimpin dan masya­rakatnya.
Sikap pemimpin dan masyarakat Yahudi men­dustakan kebenaran Nabi Muhammad adalah perbu­atan yang merugikan diri sendiri. Perbuatan mereka ini dikatakan menukar keridho'an dengan kemurkaan, rahmat dengan siksa baik di dunia maupun di akhi­rat.
Seharusnya memang Bangsa Yahudi sebagai bangsa yang menerima wasiat Nabi Musa dan Nabi Isa a.s. untuk beriman kepada Nabi akhir zaman menjadi pionir menyambut kebenaran Al-Qur'an, bu­kan menjadi pionir yang kafir kepada Al-Qur'an dan Nabi Muhammad.
2. BANGSA YANG SUKA MEMUTARBALIKKAN KEBENARAN
Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu campur-adukkan kebenar­an dan kebatilan dan janganlah kamu sembu­nyikan kebenaran padahal kamu mengetahui­nya." (Al- Baqarah: 42)
Dalam ayat ini para pendeta bangsa Yahudi mendapatkan peringatan keras, karena perbuatannya mencampuradukkan kebenaran           dan        kebatilan. Yang dimaksud dengan mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan ialah merubah ayat Taurat maupun Injil, sehingga tidak lagi dapat dibaca maksud aslinya. Misalnya, mereka telah merubah kata Muhammad dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Ibrani dengan kata "Paraclet" yang artinya orang yang pu­nya sifat terpuji. Walaupun kata "Paraclet" sama artinya dengan kata "Muhammad" tetapi perubahan kata tersebut menimbulkan pengertian yang kabur. Akibatnya nama yang telah tegas disebut dengan kata "Muhammad" menjadi sulit untuk dimengerti orang dan lenyaplah kebenaran yang dikehendaki.
Ayat ini pun menjelaskan cara pendeta Yahudi melakukan perbuatan-perbuatan sesat dan menyesat­kan. Kitab Suci Taurat dan Injil yang ada pada me­reka hal-hal sebagai berikut:
1. Mengingatkan tentang munculnya Nabi-nabi palsu di tengah-tengah mereka, dan terjadi pada rnereka keanehan-keanehan yang menge­jutkan hati.
2. Allah akan membangkitkan seorang Nabi dari keturunan Ismail di tengah-tengah mereka, dia akan mendirikan satu ummat, dia adalah anak keturunan Hajar. Dan Allah terangkan tanda­tanda Nabi keturunan Ismail ini dengan te­rang, tidak samar sedikit pun dan tidak kabur.
Lalu para pendeta dan para rahib mengaburkan hal ini kepada masyarakat dengan menukar yang benar dengan kebatilan. Mereka kaburkan kepada masyarakat bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah di antara Nabi-nabi yang diterangkan oleh Taurat tan­da-tanda kepalsuannya. Mereka sembunyikan sifat­-sifat yang sesuai dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah rne­reka ketahui. Mereka sembunyikan pula pengetahuan mereka tentang sifat-sifat para Nabi yang jujur dan cara mereka mengajak manusia ke jalan Allah. Me­reka menolak jalan yang lurus dengan tidak mau beriman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dengan menambahkan ke­terangan-keterangan dusta, tradisi-tradisi, bid'ah yang dibuat berdasarkan takwil dan mengikuti ucap­an-ucapan dan perbuatan-perbuatan sebagian orang-­orang dahulu yang mereka jadikan sumber agama. Dan beralasan bahwa orang-orang dahulu lebih me­ngerti maksud ucapan para Nabi dan lebih fanatik sikapnya dalam mengikuti mereka. Karena itu, maka bagi orang-orang yang datang kemudian, hendaklah mengikuti ucapan mereka itu, bukan sabda para Na­bi yang sulit kita mengerti. Begitulah anggapan me­reka.
Tetapi alasan ini tidak diterima Allah, dan dinyatakan sebagai perbuatan mencampuradukkan dan menyembunyikan kebenaran yang ada dalam Taurat sampai saat kita ini. Begitu  juga “Allah tidak menerima ulama yang datang kemudian dari agama dan syari'at apapun yang meninggalkan kitab-Nya "dan mengikuti ucapan ulama dahulu dengan alasan seperti di atas. Semua yang diketahui berasal dari kitab Allah wajib kita amalkan dan kalau ada sesu­atu yang tidak kita mengerti, hendaklah bertanya kepada ahlinya. Jika kita sudah mengerti dan me­ngetahui, maka wajiblah kita amalkan.
Ayat ini sekali pun khusus tertuju kepada Ba­ni Israil, namun dapat mencakup semua orang yang berbuat seperti mereka. Karenanya orang yang menerima suap untuk mengubah kebenaran dan mem­batalkannya atau menolak memberitahukan apa yang wajib diberitahukan, atau menyampaikan ilmu yang wajib disampaikannya, tetapi hanya mau kalau dibe­ri upah, maka perbuatan-perbuatan tersebut terma­suk dalam ketentuan ayat ini.
3. BANGSA YANG DIPERINGATKAN ALLAH KARENA KEINGKARANNYA TERHADAP NIKMAT ALLAH
Allah berfirman:
'Wai, Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan ingatlah bahwa Aku telah melebihkan kamu atas segala ummat di alam ini.  Dan takutlah kamu kepada satu hari yang seorang tidak akan dapat membela orang lain sedikit pun dan tidak akan diterima syafaat darinya dan tidak diambilnya tebusan dari padanya dan mereka tidak akan mendapat per­tolongan! (Al- Baqarah 47-48).
Ayat ini mengingatkan Bani Israil akan nikmat Allah yang pernah mereka terima, tetapi selalu me­reka lupakan. Di dalam ayat, ini dijelaskan rupa nikmat yang diterima oleh Bangsa Yahudi ini, yaitu berupa karunia kelebihan dari bangsa lain.
Bangsa Yahudi memperoleh kelebihan dari bangsa-bangsa lain sekalipun dibandingkan dengan mereka yang telah maju kebudayaan dan peradaban­nya, seperti bangsa Mesir dan Bangsa Palestina.
Mereka dipanggil dengan nama bapak mere­ka, karena bapak mereka inilah yang menjadi sum­ber kebanggaan dan kemuliaan mereka. Nikmat dan, kelebihan itu semua disandarkan kepada mereka, karena kedua hal tersebut memang telah mencakup. Kelebihan ini hanyalah mereka peroleh karena me­reka berpegang kepada perbuatan-perbuatan hina, karena orang yang menganggap dirinya terhormat, tentulah ia akan menjauhkan diri dari perbuatan­-perbuatan yang hina.
Allah mengingatkan mereka akan kelebihan ini untuk menyadarkan mereka bahwa Dzat yang memberikan kelebihan mereka ketimbang ummat lain, dapat pula memberikan kelebihan itu kepada orang lain seperti Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ummatnya. Juga untuk menyadarkan bahwa merekalah yang le­bih patut dibandingkan dengan semua bangsa lain untuk memperlihatkan ayat-ayat yang dibawa oleh Muhammad. Karena orang yang diberi kelebihan le­bih patut baginya mendahului melakukan yang baik daripada orang lain yang di bawahnya. Dan kelebih­an ini jika berupa banyaknya para Nabi pada mere­ka, maka tak ada satu pun ummat menandingi me­reka. Tetapi dengan kelebihan ini tak berarti bahwa tiap-tiap pribadi dari mereka ini lebih mulia dari pribadi-pribadi ummat lainnya. Di samping itu tidak menghalangi kemungkinan diunggulinya mereka oleh bangsa-bangsa yang paling remeh sekalipun, jika mereka menyimpang dari jalan kebenaran, mening­galkan tuntutan para Nabi mereka, sedangkan bang­sa lain justru mengambil petunjuk para Nabi itu.
Adapun jika kelebihan ini berupa dekatnya mereka kepada Allah lantaran mengikuti syari'at­Nya, maka kelebihan itu hanya terbukti pada para Nabi dan orang-orang yang mendapatkan petunjuk darl kalangan manusia di zamannya serta orang-­orang yang mengikuti mereka dengan baik sepan­jang mereka masih berketetapan hati melaksanakan syari'at itu dan menempuh jalan yang membawa mereka berhak untuk mendapatkan keutamaan.
Di samping Bani Israil ini diperingatkan atas nikmat yang mereka terima, juga disusul dengan ancaman, agar mereka takut kepada siksa Allah yang pasti akan datang. Ancaman yang menyertai peringatan ini seolah-olah dapat dikatakan sebagai satu pernyataan marah yang tak tertahan karena kerusakan moral yang sangat berat pada Bani Israil ini. Dengan kata lain seolah-olah Allah berfirman: "jika kamu wahai Bani Israil, tidak mau ta'at ke­pada-Ku sesudah menerima nikmat-Ku, maka seka­rang takutlah kamu menghadapi siksa berat dari Aku pada suatu saat di masa datang."
Bangsa Yahudi mempunyai suatu anggapan yang sangat sesat terhadap hukum pembebasan Allah di akhirat kelak. Walaupun mereka menjadi bangsa yang menerima kitab-kitab suci dari Allah, tetapi aqidah mereka tetap sesat seperti halnya ka­um penyembah berhala, yang mengkiaskan pengadil­an akhirat dengan pengadilan yang berlaku di dunia.
Mereka menyangka, adalah mungkin untuk membe­baskan orang-orang berdosa dari siksa dengan jalan membayar tebusan, atau pertolongan orang-orang yang dekat dengan hakim, sehingga hakim mengubah pendapatnya dan membatalkan apa yang telah dini­atkannya.
Keingkaran Bangsa Yahudi terhadap pembalas­an akhirat yang serba adil dan anggapan mereka bahwa pengadilan di akhirat dapat dipengaruhi oleh suap dan pembelaan orang-orang tertentu adalah bukti nyata keingkaran mereka kepada nikmat Allah.
4. BANGSA YANG PERNAH DIUJI DALAM PERBUDAKAN RAJA-RAJA MESIR
Allah berfirman:
"Dan ingatlah ketika Kami menyelamatkan ka­mu dari pengikut-pengikut Fir'aun, mereka menimpakan siksa yang kejam, menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan dalam hal itu terdapat ujian besar dari Tuhan kamu" (Al -Baqarah:49).
Kepada orang-orang Yahudi yang hidup dima­sa turunnya Al-Qur'an, Allah menyebut-nyebut ten­tang nikmat-nikmat-Nya yang pernah dialami oleh nenek moyang mereka. Karena pemberian nikmat kepada suatu ummat merupakan pemberian kepada segenap perorangannya baik yang mengalami nikmat itu ataupun yang tidak, sebab peninggalan yang ada di kalangan ummat itu akan diwarisi oleh generasi berikutnya.
Berbagai macam bencana yang diingatkan ke­pada kaum Yahudi dalam Al-Qur'an adalah bencana yang telah menimpa bangsa ini akibat perbuatan yang dikerjakan oleh segenap orang Yahudi.
Para ahli sejarah menceritakan bahwa orang pertama dari kalangan Bani Israil yang masuk ke Mesir ialah Nabi Yusuf as., kemudian datang saudara-saudaranya bergabung kepadanya. Lalu mereka berkembang biak dan dalam masa empat ratus ta­hun mencapai jumlah enam ratus ribu orang, yaitu ketika mereka keluar dari Mesir karena penindasan Fir'aun dan kaumnya. Karena ketika itu Fir'aun melihat bertambah banyaknya kaum Yahudi di nege­rinya mendesak Mesir, maka ia mulai membudak­kan mereka, dan memaksa kerja berat dalam pel­bagai bidang pekerjaan dan perusahaan. Akan tetapi sekalipun begitu, jumlah mereka semakin bertambah di samping tetap berpegang kepada kebiasaan dan tradisi mereka, tanpa mau berbaur sedikit pun de­ngan masyarakat Mesir dan tidak berpartisipasi da­lam perjuangan mereka, sampai kepada sikap egois­me, enggan dan perasaan lebih tinggi dari bangsa lain, karena keyakinan bahwa mereka bangsa pilihan Tuhan dan manusia yang paling mulia. Kenyataan ini mencemaskan bangsa Mesir dan khawatir kalau kaum Yahudi semakin bertambah besar akan menga­lahkan dan merampas negeri mereka. Karena itu bangsa Mesir yang giat, aktif, suka kerja dan ber­pikiran tajam menjadi susah, lalu berusaha membi­nasakan mereka dengan jalan membunuh anak laki-­laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak pe­rempuan mereka., Kemudian Fir'aun memerintahkan kepada semua kabilah supaya membunuh setiap bayi laki-laki bangsa Israil.
Para ahli sejarah meriwayatkan bahwa ketika. Allah mengutus Musa kepada Fir'aun dan kaumnya, ia mengajak mereka supaya mereka beriman kepada-Nya dan Musa minta kepada mereka agar membe­baskan Bani Israil, tidak menganiaya dan menindas. Tetapi justru Fir'aun menyiksa mereka lebih hebat lagi dan menganiaya mereka dengan lebih kejam.
Hal ini dikuatkan oleh keterangan yang terda­pat dalam Kitab Keluaran pada Kitab Taurat, bah­wa Allah memberitahukan kepada Musa yang menyatakan bahwa la akan menjadikan hati Fir'aun keras terhadap Bani Israil, akan lebih menganiaya dan tidak akan melepaskan pergi bersama Musa, sampai Allah perlihatkan ayat-ayat-Nya. Sesudah Musa mengajak Fir'aun supaya iman, ia bertambah zalim dan durhaka. Lalu menyuruh kepada orang-orang yang mengerjapaksakan Bani Israil supaya bersikap lebih keras lagi terhadap mereka, tidak memberi upah yang dulu biasanya diberikan sebagai upah kerja bangunan, memaksakan mengumpulkan batu dan mengerjakan semua bangunan yang diba­ngun tanpa keringanan sedikit pun.
5. BANGSA YANG MENYEMBAH BERHALA DI TENGAH BIMBINGAN NABI-NYA
Allah berfirman:
"Dan ingatlah ketika Kami berjanji kepada Musa empat puluh malam, lalu kamu menjadi­kan anak sapi sebagai sembahan sepeninggal­nya dan kamu adalah orang-orang yang dza­lim:' (Al-Baqarah: 51).

Ketika Nabi Musa diperintahkan oleh Allah selama 40 malam berada di bukit Tursina, maka bangsa Yahudi ditinggalkannya di bawah pimpinan Nabi Harun. Nabi Musa menanti di bukit Tursina ini adalah untuk memenuhi permintaan Kaum Yahudi kepadanya, agar Allah memberikan sebuah Kitab Suci sebagai bukti kebenaran kenabiannya. Lalu Tu­han berjanji kepada Musa akan memberikan Taurat dan memberi tempo kepadanya untuk menunggu. Menurut mereka saat-saat menunggu itu selama bu­lan Dzul-Qaidah dan sepuluh hari Dzul-Hijjah, te­tapi mereka menganggapnya lama, lalu membuat anak sapi dari emas untuk disembah. Mereka berbu­at dzalim kepada diri sendiri lantaran perbuatan syiriknya ini dan menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, yakni menyembah anak sapi yang dibu­atnya dari emas sebagai ganti menyembah kepada Pencipta mereka dan Penciptanya.
Peristiwa Bangsa Yahudi di zaman Nabi Musa ini dikisahkan kembali oleh Al-Qur'an kepada Bang­sa Yahudi yang hidup pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dimaksudkan untuk menyatakan tingkah laku dan karakter Bangsa Yahudi yang begitu rusak. Se­bab mereka tadinya minta kepada Nabi Musa agar Allah menurunkan Kitab Suci kepada mereka, tetapi sebelum Kitab Suci tersebut turun mereka telah menyambutnya dengan perbuatan-perbuatan jahil dan sikap menantang.
Akan tetapi perbuatan jahil mereka ini kemu­dian dihapuskan oleh Allah setelah mereka lebih da­hulu bertobat. Allah tidak cepat-cepat membinasa­kan kaum Yahudi yang mengingkari ajaran Nabi Musa ini, bahkan menunda sampai Nabi Musa turun dari bukit Tursina adalah merupakan nikmat pula bagi mereka. Dalam sejarah ummat manusia hanya Bangsa Yahudilah yang menukar penyembahan kepa­da Allah dengan penyembahan kepada berhala yang berupa patung anak sapi dari emas. Demikianlah kehinaan dan rendahnya jiwa bangsa Yahudi yang tak mau menjadi baik walaupun dipimpin oleh se­orang Nabi.
6. BANGSA YANG DIPERINTAHKAN MELAKUKAN BUNUH DIRI MASSAL
Allah berfirman:
"Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sungguh kamu telah menganiaya dirimu sendiri, karena menjadi­kan anak sapi sebagai sesembahan. Sebab itu bertaubatlah kamu kepada Penciptamu, lalu bunuhlah dirimu sendiri. Demikian itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu, lalu Dia menerima taubatmu. Sungguh Dia Maha Peneri­ma taubat lagi Maha Penyayang." (Q S. Al-Baqarah: 54).
Ayat ini menerangkan perintah Allah kepada Bangsa Yahudi di zaman Musa as. agar melakukan bunuh diri masal karena kedurhakaan mereka kepada Allah dengan melakukan penyembahan berhala keti­ka Nabi Musa sedang berada di atas bukit Tursina. Bangsa Yahudi merupakan bangsa yang sangat dur­haka karena mereka menyembah patung anak sapi sebagai ganti dari menyembah Allah, Pencipta sekalian. alam.
Di dalam ayat ini disebutkan kata-kata "bu­nuhlah diri-diri kamu" yang dapat berarti bahwa orang-orang yang durhaka di antara ummat Nabi Musa as. disuruh bunuh diri masal, atau dapat pula berarti bahwa orang-orang yang telah menyembah berhala disuruh oleh Allah agar dibunuh oleh orang­-orang yang tetap beriman.
Kisah pembunuhan massal ummat Nabi Musa ini termaktub dalam Kitab Taurat yang ada sampai sekarang. Disebutkan bahwa Nabi Musa berseru ke­pada mereka: "Siapa yang memihak kepada Tuhan datanglah kepadaku". Lalu berkumpullah seluruh Ba­ni Levi.
Nabi Musa menyuruh mereka mengangkat pedang mereka. Kemudian sebagian mereka membunuh se­bagian lainnya. Bani Levi melakukan seperti yang diperintahkan Musa. Dan pada hari itu tewaslah ki­ra-kira 3000 orang.
Taubat dengan bunuh diri massal yang diperin­tahkan kepada Bangsa Yahudi ini adalah dimaksud­kan membersihkan diri mereka dari bibit orang orang durhaka yang ada di tengah-tengah masyara­kat mereka, sehingga kelak kemudian hari masyara­kat ini diharapkan menjadi bersih dan baik.
Di dalam sejarah agama Samawi hanya Bangsa Yahudi yang diperintahkan oleh Allah untuk melaku­kan bunuh diri massal sebagai jalan bertaubat seca­ra tuntas. Hal ini membuktikan bahwa Bangsa Ya­hudi merupakan golongan manusia yang sangat bo­brok dalam kerusakan mental dan moralnya.
7. BANGSA YANG PERTAMA MENGINGKARI SIFAT GHAIB DAN BERFAHAM MATERIALISME
Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:.55-56)
“Dan ingatlah ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami dapat melihat Allah dengan jelas, maka kamu disambar petir sedang kamu menyaksikannya.  Kemudian Kami bangkitkan kamu sesudah ke­matianmu supaya kamu bersyukur."
Bangsa Yahudi yang dipilih oleh Nabi Musa untuk menyertainya 'pergi ke bukit Tursina ketika Musa kembali kepada mereka yang tiba-tiba didapatinya telah menyembah patung anak sapi dengan penuh keingkaran dan kesombongan berkata kepada Musa: "Kami tidak akan sudi mengakui kebenaran ucapanmu, bahwa Kitab Suci yang engkau bawa itu dari Allah, dan engkau telah mendengar firman-Nya serta Allah menyuruh supaya menerima dan meng­amalkan Kitab suci Nya sebelum kami dapat melihat wujud Allah dengan mata kepala sendiri".
Ucapan Kaum Yahudi kepada Nabi Musa sebe­narnya hanyalah sebagai alasan yang dicari-cari, supaya perbuatannya menyembah patung anak sapi da­pat dimaklumi oleh Nabi Musa as. Namun karena kedurhakaan dan kecongkakan mereka yang sangat keterlaluan ini mengakibatkan mereka binasa disam­bar petir. Orang-orang Yahudi yang masih taat ke­pada Nabi Musa selamat dari bencana ini.
Di dalam Taurat disebutkan, bahwa sebagian dari orang-orang Yahudi yang mengikuti Musa ber­kata, "Mengapa Allah hanya khusus berbicara ke pada Musa dan Harun saja, tetapi tidak berbicara kepada kita!
Maka tersebarlah hal ini kepada Bani Israil seluruhnya, lalu mereka bertanya kepada Musa sesu­dah kematian Harun, "Sesungguhnya nikmat Allah kepada Bangsa Israil adalah karena Ibrahim dan Ishak. Lalu mencakup seluruh bangsa ini. Sedangkan engkau tidak lebih baik daripada Ibrahim. Karena itu engkau tidak berhak menguasai kami tanpa ada­nya keistimewaan. Dan kami tidak akan percaya kepadamu sebelum kami dapat melihat wujud Allah dengan nyata." Lalu mereka dibawa Musa ke suatu tempat perkemahan tertentu,. Tiba-tiba bumi ter­belah dan menelan sebagian dari mereka dan dari jurusan lain datang api, lalu menyambar sisanya.
Bangsa Yahudi yang sama sekali tidak mau menggunakan akal sehatnya, tetapi hanya menurut­kan bisikan setan adalah suatu kaum yang sungguh sungguh berwatak materialis. Walaupun mereka te­lah terpenuhi permintaan-permintaannya kepada Na­bi Musa berupa mendapat makanan yang turun dari langit ataupun musibah sebagai bukti yang terjadi di hadapan mereka sendiri akibat kedurhakaan me­reka sendiri, tetapi mereka tetap ingkar kepada se­ruan dan ajakan tauhid.
Di bawah pimpinan Nabi Musa, Bangsa Yahudi telah memperlihatkan sikap kejahilan yang tak ada taranya. Karena mereka meminta kepada Musa agar dapat melihat Allah dengan mata dan kepala sendi­ri. Sungguh tak ada golongan manusia di permukaan bumi ini yang watak materialis dan pandangan ma­terialisnya seperti bangsa Yahudi. Karena itu tidak­lah mengherankan kalau bangsa Yahudi merupakan pionir dari semua pandangan sesat seluruh jagat ini.
8. BANGSA YANG SUKA BERBUAT ANIAYA DI TENGAH NIKMAT ALLAH
Allah berfirman : (Al-Baqarah:57)
"Dan Kami naungkan awan di atasmu dan Kami turunkan Manna dan Salwa kepadamu. Makanlah makanan yang baik-baik yang Kami karuniakan kepadamu; dan mereka tidaklah berbuat ania­ya kepada Kami, akan tetapi mereka mengani­aya terhadap diri mereka sendiri.“
Ketika Bangsa Yahudi keluar dari Mesir me­nyeberangi Laut Merah, lalu tinggal di gurun pasir yang panas, kemudian mereka mengadu kepada Nabi Musa, agar ia mohon kepada Allah mengirimkan awan untuk menaungi mereka sampai mereka tiba di daerah yang dijanjikan. Lalu Allah naungi mereka dengan awan sepanjang perjalanan menuju daerah yang dijanjikan. Selain itu mereka pun mendapatkan makanan Manna dan Salwa yang menjadi bekal mereka selama dalam perjalanan di padang pasir yang tandus dan panas, selama mereka tinggal di daerah yang dijanjikan itu. Ini dalam Kitab Keluaran dise­butkan: "Mereka makan Manna selama empat puluh tahun dan rasanya makanan ini seperti roti dipoles madu, sebagai pengganti roti. Karena mereka diha­rarnkan makan buah-buahan dan sayur"
Namun apa gerangan sikap bangsa Yahudi menghadapi nikmat Allah yang melimpah ini? Nik­mat ini justru menjadikan mereka semakin keras kepala dan ingkar kepada Nabi Musa as. Sebab apa yang diperintahkan oleh Nabi Musa mereka tolak dan apa yang beliau larang justru mereka langgar. Keingkaran mereka ini menyebabkan berbagai mala­petaka dan adzab Allah turun kepada mereka, se­hingga mereka hidup dalam kesusahan dan penderi­taan.
Ayat ini memberikan pelajaran bahwa setiap tuntunan ilahi kepada manusia hanyalah mendatang­kan kebahagiaan selama manusia mau mematuhinya. Tetapi bila manusia itu mengingkarinya niscaya akan menimbulkan penderitaan diri sendiri. Sejarah bangsa Yahudi menjadi saksi atas malapetaka yang menimpa mereka karena berbuat dzalim dan sikap kufur terhadap nikmat Allah.
9. BANGSA YANG PALING CEREWET TERHADAP NABINYA
Allah berfirman: (Al-Baqarah:61)
"Dan ingatlah ketika kamu berkata, "Hai Mu­sa, kami tidak akan sabar dengan satu macam makanan. Maka mohonlah untuk kami tumbuh­-tumbuhan bumi berupa sayur-mayurnya, keti­munnya, bawang putihrrya, kacangnya dan ba­wang merahnya.
Musa berkata, "Apakah kamu mau menukar yang lebih baik dengan yang lebih rendah? Turun­lah kamu ke suatu negeri karena di sana ka­mu memperoleh apa-apa yang kamu minta.  Dan kepada mereka ditimpakanlah kehinaan dan kemiskinan, mereka patut mendapat murka dari Allah. Demikian itu karena mereka te­lah mengingkari ayat-ayat Allah dan membu­nuh Nabi-Nabi dengan tidak benar.  Demikian itu karena kedurhakaan mereka dan mereka melewati betas.
Nenek moyang Bangsa Yahudi di masa Nabi Musa as. gemar meminta hal-hal yang sulit kepada Nabi Musa dengan maksud untuk mempermainkannya. Contohnya yang nyata ialah kata-kata mereka kepada Nabi Musa, "Kami tidak akan dapat bersabar dengan satu macam makanan seperti ini, yaitu Manna dan Salwa."
Mereka menyuruh Nabi Musa agar meminta kepada Allah untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan berupa sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah. Tetapi Nabi Musa menja­wab dengan kata-kata, "Apakah kamu mau menukar makanan yang baik dengan makanan yang lebih je­lek?"
Kemudian Nabi Musa menyuruh mereka pergi meninggalkan padang Tih dan tinggal di tempat la­in, jika mereka inginkan apa yang mereka minta.
Karena bumi yang Allah tetapkan kepada mereka ini hanya akan mereka diami beberapa waktu saja, sehingga di situ tidak perlu ditumbuhkan sayur-ma­yur. Allah tidak menetapkan mereka tinggal di sa­na, kecuali  untuk menghilangkan lemahnya tekad mereka mengalahkan negeri-negeri lain, yang pendu­duknya biasa makan satu macam makanan saja. Pa­dahal untuk dapat melepaskan diri dari apa yang tidak mereka sukai itu hanyalah bisa dengan jalan berani menyerang negeri-negeri yang dijanjikan yang ada di depan mereka. Dan Allah menjamin untuk menolong mereka. Karena itu, hendaklah mencari cara yang dapat memberi jalan kemenangan bagi mereka.
Bangsa Yahudi sebagai golongan manusia yang durhaka telah melakukan kejahatan yang luar biasa dengan membunuh Nabi-nabi yang Allah kirim kepa­da mereka.
Mereka telah membunuh Asy'iya, Zakariya, Yahya dan lain-lainnya tanpa alasan yang benar atau suatu tuduhan yang boleh dijadikan alasan untuk membunuh. Karena orang yang berbuat salah adakalanya secara kabur beranggapan bahwa dia be­nar. Kitab mereka mengharamkan membunuh orang lain bukan Nabi, maka apalagi membunuh Nabi, ke­cuali ada alasan yang membenarkan demikian. Dan firman-Nya "Dengan tidak benar", padahal membu­nuh Nabi-nabi sudah tentu tidak ada alasan yang membenarkannya, adalah untuk lebih menyatakan keburukan mereka dan menjelaskan secara gamblang bahwa mereka berbuat itu bukan karena salah pa­ham atau mentakwilkan hukum sesuai yang disya­ri'atkan kepada agama mereka.
Akibat kedurhakaan dan sikap-sikap cerewet­nya kepada Nabi-nabi, kemudian Allah menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dijadikan mereka berjiwa hina, berkelakuan rendah dan bermental lemah. Me­reka akhirnya menjadi bangsa yang berwatak plin­plan, bersikap mudah menyerah kepada paksaan atau kekuatan yang dapat menimbulkan ketakutan pada diri mereka. Bangsa Yahudi telah memiliki sikap kerdil, sehingga tampak bekasnya pada wajah mere­ka.
Walaupun Bangsa Yahudi selalu menerima te­guran dari para Nabinya, tetapi karena sikapnya yang cerewet, mereka selalu melanggar apa yang diajarkan para Nabi itu pada mereka. Sesungguhnya agama para Nabi, besar pengaruhnya untuk merubah perwatakan manusia yang buruk menjadi baik, se­hingga mereka tidak berani melanggar agamanya. Karena bila ajaran agama telah dilanggar sekali sa­ja, maka jiwa orang yang bersangkutan akan men­jadi lemah dan mudah melakukan perbuatan dosa. Jika pelanggaran terhadap agama ini dilakukan ber­ulang kali, maka jiwa orang yang bersangkutan akan bertambah lemah dan berubahlah wataknya  menjadi manusia pendurhaka. Seseorang yang menjadi pen­durhaka akan dengan mudah bersikap cerewet ter­hadap Nabi dan Rasul Allah.
10. BANGSA YANG CEPAT MELANGGAR JANJI ALLAH
Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:64)
"Kemudian kamu berpaling sesudah itu. Kalau tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya kamu tergolong orang-­orang yang rugi."
Bangsa Yahudi yang berada di bawah pimpinan Nabi Musa diperintahkan oleh Allah untuk melaksa­nakan isi Kitab Taurat dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh. Di saat mereka menerima perintah ini Allah mengangkat gunung Thursina di atas kepala mereka, agar mereka menjadi yakin dan bertam­bah kuat iman serta menghayatinya dengan seda­lam-dalamnya.
Sesudah mereka menyaksikan gunung yang ter­angkat di atas kepala mereka, lalu Allah menyuruh mereka berjanji untuk mematuhi kitab Taurat dengan sungguh-sungguh. Tujuan dari adanya persaksi­an gunung ini adalah menyiapkan diri mereka men­jadi orang-orang bertaqwa yang sebenar-benarnya.
Akan tetapi yang terjadi pada Bangsa Yahudi ini adalah sikap yang sebaliknya. Mereka justru de­ngan cepat melanggar perjanjian yang baru saja mereka buat. Pelanggaran yang mereka lakukan ter­hadap Kitab Taurat tidaklah dengan segera dihukum oleh Allah. Seandainya tidak karena belas kasihan Allah kepada mereka niscayalah Bangsa Yahudi yang gemar melanggar janji ini telah binasa. Mereka berhak memperoleh siksa Allah sebab begitu cepat mereka mengingkari janji-janjinya kepada Allah. Bangsa Yahudi yang tinggal di kota Madinah di masa Rasulullah telah mengadakan perjanjian de­ngan beliau untuk tidak saling membantu musuh yang akan menyerang Madinah dan bersama-sama dengan ummat Islam untuk menjaga keamanan dan ketentraman di Madinah. Akan tetapi kemudian Bangsa Yahudi bersepakat dengan Bangsa Quraisy di Mekkah untuk menyerang kota Madinah dan menghancurkan ummat Islam. Penyerangan bersama ini terjadi dalarn perang yang disebut perang Khan­daq.
Perang Ahzab ini pada bulan Syawal tahun 5 H. Peristiwa ini disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 10. Kota Madinah dikepung oleh musuh selama 27 hari, sehingga ummat Islam Madinah hampir mengalami kekacauan, karena kelaparan. Mayoritas kaum muslimin telah berputus asa. Pada saat yang telah dernikian gawat, kemudian Allah rnemberikan pertolongan-Nya sehingga musuh lari meninggalkan Madinah dan selamatlah umat Islam dari kepungan mereka.
Perang Ahzab ini memberikan pelajaran kepa­da Rasulullah bahwa Bangsa Yahudi sebagai manusia yang tak pernah jujur memegang janji-janjinya ke­pada Nabi Musa. Karena pelanggaran janji itulah kemudian Rasulullah menghukum mati Bangsa Yahu­di laki-laki dewasa, sedangkan anak-anak dan pe­rempuan diusir keluar dari kota Madinah.
11. BANGSA YANG PALING SUKA MEMPERMAINKAN PERINTAH NABINYA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:67-71)
"Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sungguh Allah menyuruh kamu me­nyembelih seekor sapi betina." Mereka men­jawab, "Apakah kamu hendak memperolok-olok kami?" Ia menjawab, "Aku berlindung kepada Allah dari golongan orang-orang yang bo­doh." 67)
“Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhan­mu urituk kami, supaya Dia menerangkan ke­pada kami sapi betina apakah itu". Ia men­jawab, "Sungguh Dia berfirman bahwa sapi itu sapi betina yang berumur tidak tua dan tidak muda, pertengahan antara itu. Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada­mu." 68)
“Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhan­mu untuk kami supaya Dia menerangkan kepada kami, apa warnanya." Ia menjawab, "Sungguh Dia berfirman bahwa dia adalah sapi betina yang kuning, sangat kuning warnanya, menye­nangkan orang-orang yang melihatnya." 69)
Mereka berkata,"Mohonkanlah kepada Tuhanmu un­tuk kami supaya Dia menerangkan kepada kami, bagaimana sapi betina itu, karena sungguh sapi itu serupa saja bagi kami. Dan sungguh kami akan menjadi orang-orang yang mendapat petunjuk jika Allah menghendaki." 70)
Ia menjawab, "Sungguh Dia berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang ti­dak pernah digunakan membajak tanah dan mengairi tanaman, mulus, tidak belang". Me­reka menjawab, "Sekarang engkau telah mem­bawa kebenaran". Lalu mereka menyembelih­nya, dan hampir saja mereka tidak melakukannya." 71)
Al-Qur'an dalam membuat kisah peristiwa ini tidaklah disusun secara kronologis seperti yang dilakukan ahli-ahli sejarah. Karena maksud menge­tengahkan kisah ini ialah untuk menarik perhatian dan menciptakan suasana pada pendengar, agar perasaannya turut terlibat di dalam peristiwa yang senang dikisahkan.
Tentang sikap Bangsa Yahudi yang memperma­inkan perintah Nabi Musa as. ini, jalan ceritanya sebagaimana disebutkan dalam riwayat adalah seba gaiberikut: Konon ada seorang laki-laki tua kaya dari keluarga Bani Israil dibunuh oleh anak-anak pa­mannya karena menginginkan harta warisannya. Me­reka membawanya ke kampung lain dan dilemparkan di tanah lapang. Kemudian mereka datang ke kampung itu untuk menuntut pembayaran denda (diyat) dan menuduh beberapa orang dari penduduk kampung tersebut telah membunuh pamannya. Setelah Musa menanyakan hal itu kepada mereka, tetapi mereka menyangkal sehingga perkaranya menjadi kabur. Me­reka selalu menghinakan Musa untuk memohon ke­pada Allah kiranya berkenan menerangkan kepada mereka tentang pembunuhan yang misterius itu.
Setelah terjadinya peristiwa itu mereka selalu membantah perintah-perintah Nabi Musa as. dalam rangka menyelesaikan kasus tersebut. Bahkan Allah menyuruh kepada nabi Musa supaya orang-orang Ya­hudi itu mau melaksanakan apa yang sudah diperin­tahkan kepada mereka dengan rasa patuh dan taat, tidak selalu bertanya-tanya yang justru menambah kebingungan belaka.
Al-Qur'an menggambarkan betapa senangnya Bangsa Yahudi mempermainkan Nabi Musa dengan dalih agar memperoleh keterangan lebih lengkap dan lebih terperinci. Setiap kali Nabi menjawab perta­nyaan mereka, selalu mereka mengajukan pertanyaan baru sebagaimana tersebut dalam ayat 67 sam­pai 71 di atas.
Cobalah kita perhatikan pertanyaan yang me­reka ajukan kepada Nabi Musa itu:
a.            Sapi betina yang bagaimanakah?
b.            Berapakah umurnya, tua atau muda?
c.             Apa warnanya?
d.            Apakah sapi untuk bekerja atau tidak?
e.            Warna kuningnya bagaimana?

Dari pertanyaan yang dibuat-buat ini, yang dimak­sudkan agar berlepas diri dari perintah Allah yang diberikan kepada mereka, akhirnya mereka sendiri yang kepayahan melaksanakannya. Bahkan hampir saja mereka tidak dapat melakukan perintah terse­but. Ibnu Jarir meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas berkenaan dengan peristiwa yang dikisahkan ayat ini sebagai berikut: "Seandainya orang-orang Yahudi itu menyembelih sapi apa pun, asal betina sudah tentu cukup untuk memenuhi perintah yang diberi­kan kepada mereka, tetapi mereka mempersulit diri sendiri. Akhirnya mereka sendiri yang memikul be­ban berat menjalankan perintah tersebut".
Demikianlah perilaku Bangsa Yahudi terhadap Nabi Musa as. Walaupun mereka mengakui dan mempercayai kenabian Musa, namun mereka tetap senang mempermainkan perintah-perintah Nabi Musa as.
12. BANGSA YANG PALING KERAS KEPALA MENOLAK KEBENARAN ILAHI
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:74)
"Kemudian, sesudah itu hatimu menjadi keras sebagaimana batu atau lebih keras. Padahal sungguh di antara batu-batu itu ada yang terbelah, lalu keluar air daripadanya, dan di antaranya ada yang jatuh menggelinding karena takut kepada Allah. Dan Allah seka­li-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini melukiskan keadaan mental Bani Isra­il setelah mereka menerima berbagai nikmat dan nasihat yang diberikan oleh Nabi Musa. Ternyata bahwa nikmat Allah dan nasihat Nabi Musa kepada mereka sama sekali tidak berpengaruh positif kepada mereka. Mereka sama sekali seolah-olah tidak lagi mempunyai hati yang hidup, tetapi hanya seba­gai makhluk yang berhati laksana batu, bahkan lebih keras daripada batu. Di antara batu-batu itu masih ada yang bisa berlubang karena tetesan air, sehing­ga mengalirkan sungai, selokan dan mata air, yang kemudian menjadi tempat manusia dan hewan mengambil air dan berguna untuk menyiram tum­buh-tumbuhan. Bahkan ada batu yang jatuh dari atas gunung ketika gunung meletus atau gempa bu­mi atau disambar petir.
Tetapi hati Bangsa Yahudi tidak berubah men­jadi baik dengan nasihat dan peringatan dari Allah. Mereka sama sekali tidak dapat meresapi kebenaran, sehingga segala tanda kekuasaan Allah yang ada di depan mereka dan yang dibawa oleh para Nabi sama sekali tidak berpengaruh positif ke dalam jiwa mereka. Segala apa yang mereka saksikan dari buk­ti kebenaran para Nabi justru hanya membuat me­reka semakin ingkar dan berbuat kerusakan lebih besar.
Disamakan hati orang Yahudi kerasnya bagai­kan batu adalah karena benda yang bernama batu ini tak dapat dicairkan sekalipun dengan api. Dan benda yang paling beku di jagad raya ini adalah ba­tu, bukan besi maupun tembaga. Sebab besi dan tembaga dapat menjadi leleh bila dipanaskan dengan api.
Batu pun masih ada yang bisa berlubang bila terkena tetesan air secara terus menerus, sehingga akhirnya dapat berguna bagi kehidupan manusia. Te­tapi hati orang-orang Yahudi bukan saja keras ke­pala melebihi batu, namun tidak punya hati untuk meresapkan kebenaran. Bangsa Yahudi sepanjang se­jarah telah terbukti sebagai penentang kebenaran paling keras dan hanya mengikuti bisikan nafsunya belaka.
13. BANGSA YANG TIDAK DAPAT DIHARAPKAN BERIMAN KEPADA KEBENARAN PARA NABI
Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:75)
"Maka apakah kamu ingin sekali supaya mere­ka beriman karena seruanmu, padahal sebagian mereka ada yang mendengar firman Allah, lalu mengubahnya sesudah  mereka memahaminya sedangkan mereka mengetahuin ya."
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya sangat berharap masuknya kaum Yahudi ke dalam agama baru ini lalu masuk di bawah panji-panjinya. Karena agama mereka lebih dekat dengan agama baru ini daripada yang lain, baik tentang ajaran-ajarannya, prinsip-­prinsipnya dan tujuan-tujuannya. Mereka sudah sama dalam bidang tauhid, percaya kepada hari kebang­kitan dan berkumpul kembali di padang Mahsyar serta kitab mereka membenarkan apa yang ada da­lam agama baru ini.
Maka dalam ayat ini Allah mengisahkan ke­pada orang-orang mukmin tentang hal ihwal berita mereka yang dapat menghilangkan keinginan sangat kepada keimanan kaum Yahudi kepada Islam dan memutuskan harapan ini dengan menerangkan keja­dian-kejadian yang terjadi kepada nenek moyang mereka pada zaman Musa yang selalu ingkar dan membangkang, menolak dan menentang. Lalu datang kepada mereka ayat demi ayat, datang siksaan yang memang pantas mereka terima, lalu minta kepada Nabi Musa agar berdo'a kepada Allah untuk mele­paskan siksaan mereka, nanti mereka mau mengi­kuti dakwah Musa. Tetapi setelah terlepas dari siksaan itu, mereka kembali lagi seperti semula ingkar dan durhaka. Kedudukan mereka ini begitu hebatnya sehingga berani berkata kepada Musa, "Kami tidak mau percaya dan patuh kepada perintah-perintahmu, sebelum kami mendengar Allah berbicara sendiri dengan engkau". Lalu Musa memilih 70 orang di an­tara mereka untuk menyertainya mendengarkan wahyu dan berdialog dengan Tuhannya. Maka mere­ka mendengar firman-Nya pula dengan cara yang kita tidak mengetahui bagaimana hakekatnya. Mere­ka jadi yakin akan dialognya dengan Tuhannya dan mereka mau mendengar perintah-perintah dan la­rangannya. Kemudian sebagian dari mereka ini ada yang mengubah wahyu Allah yang pernah mereka dengar sendiri dan mereka palingkan dari isi sebe­narnya dengan cara takwil dan pemutarbalikan. Be­gitulah perbuatan mereka terhadap Taurat, Kitab suci mereka sendiri.
Karena itu tidak heran kalau kaum Yahudi yang ada sekarang menentang petunjuk Allah yang akan engkau bawa, Muhammad. Sifat sombong dan melawan itu sudah jadi tabiat dan warisan nenek moyang mereka, yang dulu biasa mengubah dan menukar ayat-ayat Allah, dan berlaku congkak, pada­hal sudah melihat sendiri bukti-bukti inderawi yang terjadi di tangan Musa. Karena itu lebih-lebih lagi mereka akan mengingkari agama yang argumen­-argumennya rasional dan secara moril isinya sangat luas, yaitu Al-Qur'an. Karena Kitab ini memuat undang-undang yang mudah isinya, ringan bagi ma­nusia, indah bahasanya, sehingga sastrawan-sastra­wan Bangsa Arab sendiri tidak mampu menandingi­nya.
Lebih jauh dari itu Bangsa Yahudi yang tidak mau beriman kepada mereka, apalagi kepada Nabi Muhammad, mereka pada umumnya, para ulama mereka khususnya mengalami kebingungan dan kege­lisahan ketika datang rasul baru dengan Kitab baru pula. Mereka bersikap ragu-ragu, apakah masuk ke dalam Islam tetapi dengan akibat dihinakan oleh para pengikutnya, atau tetap dalam agama lama, tetapi dengan akibat pengikut-pengikutnya sedikit? Karena itu akhirnya mengalami keputusan untuk bersikap munafiq, yaitu bila ketemu dengan golong­an Islam bersikap baik dan kalau ketemu dengan golongan lain bersikap menghinakan Islam. Sekiranya sikap ini ketahuan masyarakat umum mereka siap untuk membuat alasan ini dan itu.
Sikap Bangsa Yahudi yang egois semacam ini bukan karena mereka tidak mengerti kebenaran, te­tapi justru bermaksud memperalat kebenaran untuk memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri.
Ayat 75 di atas dengan tegas memberikan ke­terangan bahwa mental durhaka dan fasiq yang ada pada Bangsa Yahudi sudah menjadi darah daging mereka. Karena itu ayat ini memperingatkan um­mat Islam janganlah menaruh harapan sedikit pun kepada Bangsa Yahudi untuk dapat menjadi peme­luk-pemeluk Islam. Karena nenek moyang mereka, para pendeta dan ahli-ahli agama mereka gemar berbuat keji, yaitu merubah firman-firman Allah yang ada pada Kitab-kitab suci mereka, sehingga tidak lagi dapat diketahui kebenaran aslinya. De­ngan demikian Bangsa Yahudi yang ada sampai se­karang pun mental dan keadaannya tidak lebih baik dari nenek moyang mereka.
14. BANGSA YANG PALING SUKA MENGATUR TIPU DAYA DI TENGAH MASYARAKAT
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:76)
"Dan bila mereka berjumpa dengan orang-­orang beriman, mereka berkata, "Kami beri­man". Dan bila sebagian mereka bertemu de­ngan sesamanya mereka berkata, "Apakah kamu ceritakan kepada mereka apa yang Allah bu­kakan kepadamu untuk mereka jadikan alasan melawan kamu di harapan Tuhanmu? Tidakkah kamu berpikir?"
Orang-orang Yahudi bila bertemu dengan saha­bat-sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam., maka yang munafiq di anta­ra mereka itu mengemukakan pernyataan bahwa di dalam Kitab suci mereka telah dijelaskan akan da­tangnya Muhammad, seorang Rasul pembawa khabar gembira.
Tetapi orang-orang Yahudi ini bila telah ber­kumpul sesama mereka, maka para pendetanya me­negur teman-temannya yang telah berani menceri­takan rahasia Taurat pada sahabat-sahabat Nabi tersebut. Mereka mencela perbuatan orang-orang Yahudi yang telah terlanjur menceritakan isi Taurat kepada sahabat-sahabat Nabi, bukan karena cerita itu tidak benar, tetapi karena takut menjadi senjata memakan tuan.
Karena apa yang mereka ceritakan itu sesuai dengan keterangan Al- Qur'an. Dengan cara para pendeta menyembunyikan kebenaran yang sesungguh­nya, sedangkan orang-orang Yahudi yang bersikap munafiq mau menceritakan isi Taurat dari para pendeta itu, maka masyarakat mereka ciptakan menjadi kebingungan. Dengan tipu muslihat sema­cam ini mereka ingin agar masyarakat tetap ragu-­ragu kepada kebenaran kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena bagi orang awam akan timbul anggapan jika Muhammad itu benar Nabi yang dijanjikan tentulah para pendeta dan ulama Yahudi akan menjadi orang pertama mengakui kenabian Muhammad ini.
15. BANGSA YANG SUKA MEMPERJUALBELIKAN AGAMA/NAMA ALLAH
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:79)
"Sungguh celakalah orang-orang yang menulis dengan tangan mereka, lalu mereka katakan, "Kitab ini dari Allah", untuk men­dapatkan keuntungan yang sedikit. Sungguh celakalah mereka karena tulisan tangan-ta­ngan mereka, dan sungguh celakalah mereka karena usaha mereka“.
Para pendeta Yahudi telah berani menyatakan bahwa apa yang mereka tulis adalah merupakan ayat-ayat Taurat. Mereka dengan sesuka hati berka­ta kepada masyarakatnya bahwa segala perubahan yang mereka lakukan terhadap Kitab Taurat adalah datang dari perintah Allah.
Perubahan yang mereka lakukan terhadap isi Taurat adalah untuk memperoleh keuntungan bagi diri mereka, yang berasal dari suap dan upah karena mengikuti kehendak dan kemauan masyarakat mereka.
Perubahan-perubahan yang dilakukan para pen­deta Yahudi terhadap Kitab Taurat mencakup 3 macam hal, yaitu:
a. merubah sifat Nabi;
b. membuat kebohongan atas nama Allah;
c. menghalalkan suap.
Ustadz Imam M. Abduh menjelaskan sebagai berikut:
"Barang siapa ingin melihat naskah asli yang diper­gunakan oleh orang-orang Yahudi dahulu, silahkan dia melihat di hadapannya, tentu ia akan dapat me­ngetahuinya dengan jelas dan terang. Dia akan memperoleh beberapa karangan yang berisikan aqi­dah-aqidah dan hukum yang sudah diputarbalikkan arti dan pengertiannya, sehingga menyesatkan dan merusak agama. Tetapi perbuatan tercela ini tetap mereka katakan sebagai Kitab-kitab suci berasal dari Allah, padahal sebenarnya tidak, bahkan men­jadikan orang sesat. Dari memahami Kitab Allah dan menjauhkan manusia dari hidayah-Nya."
Perbuatan tercela semacam ini hanyalah mungkin timbul dari tipe manusia berikut ini:
1. Orang yang menyelewengkan agama dan se­ngaja merusaknya serta bermaksud menyesat­kan para pemeluknya. Agama semata-mata di­jadikan kedok dan orang ini berlagak menjadi orang shaleh di depan umum. Tetapi sebenar­nya dia bermaksud menipu masyarakat, sehing­ga apa yang ditulis dan dikatakannya mudah dipercayai masyarakat.
2. Orang yang suka membuat dalih-dalih dan mengutamakan penakwilan kata-kata sehingga membuat masyarakat menganggap ketentuan agama. Dengan adanya masyarakat yang tidak lagi teguh berpegang kepada agama, maka mereka memperoleh harta dan pangkat dengan mudah.
Pendeta Yahudi dengan cara-cara memutarba­likkan ayat-ayat Taurat itu telah menjadikan agama barang dagangan yang mereka perjualbelikan untuk kepentingan duniawi mereka.
16. BANGSA YANG BERANGGAPAN TIDAK DISENTUH NERAKA KECUALI SEBENTAR
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:80-81)
"Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali ti­dak akan disentuh oleh api neraka, kecuali hanya beberapa hari saja". Katakanlah (Mu­hammad), "Apakah kamu telah menerima janji dari Allah, sehingga Allah tidak akan meng­ingkari janjiNya, ataukah kamu hanya menga­takan terhadap apa yang tidak kamu keta­hui?" 80)
Yang benar, barangsiapa berbuat kejelekan dan ia telah diliputi oleh kesalahannya, mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." 81).
Bangsa Yahudi punya anggapan kalau terpaksa mendapat hukuman neraka paling lama 7 hari, kare­na menurut mereka dunia ini berumur 7 ribu tahun. Mereka beranggapan 1 hari di neraka sama dengan lama di dunia 1000 tahun. Sebagian orang Yahudi ada pula yang beranggapan bahwa kalau orang Ya­hudi terpaksa mendapat hukuman neraka, maka pa­ling lama 40 hari, yaitu sama dengan lamanya me­reka dahulu menyembah patung anak sapi.
Anggapan mereka yang sangat keliru ini ke­mudian oleh Allah dimintai dasar dalilnya, yaitu adakah anggapan semacam itu merupakan suatu perjanjian yang Allah pernah adakan dengan mere­ka, ataukah bangsa Yahudi hanya semata-mata ber­buat dusta? Sebab persoalan hukuman neraka, lama atau sebentar adalah menjadi hak Allah. Manusia dapat mengetahui                hal tersebut        hanyalah semata­-mata melalui wahyu Allah yang disampaikan kepada para Rasul-Nya. Tanpa melalui cara seperti ini, maka jelaslah bahwa anggapan bangsa Yahudi seba gaimana tersebut    di atas adalah satu pernyataan dusta dan ucapan lancang atas nama agama. Karena ucapan semacam itu hanyalah bukti dari kekufuran mereka dari ajaran Allah dan fakta kebobrokan mental mereka.
Anggapan bangsa Yahudi mengenai masa lama­nya mereka akan mengalami siksa neraka seperti itu, hanyalah muncul karena salah satu dari 2 ke­mungkinan berikut ini:
a. karena ada janji Allah kepada mereka,
b. mereka sengaja membuat kebohongan dengan nama agama.
Karena janji Allah semacam itu memang tidak per­nah ada, berarti apa yang menjadi pengakuan bang­sa Yahudi itu benar-benar kebohongan besar dan bukti kebobrokan mental mereka.
Tetapi justru sebaliknya dalam ayat 81 Allah menegaskan adanya kaidah pertanggunganjawab dan pembalasan hukum bahwa setiap orang yang melakukan dosa sehingga dirinya penuh dengan noda-noda dosa, maka dia akan mendapatkan siksa neraka ke­kal. Apalagi bangsa Yahudi telah berani berbohong dengan nama Allah dan mengaku sebagai bangsa pi­lihan dalam pandangan Allah, padahal sebenarnya dusta belaka, sudah tentu akan menjadi penghuni neraka kekal abadi. Sebaliknya seseorang akan sela­mat dari siksa neraka dan menjadi penghuni surga hanyalah orang-orang beriman lagi beramal shaleh. Sedangkan bangsa Yahudi sebagaimana tersebut da­la m ayat 80 di atas adalah orang-orang yang berani melakukan perbuatan paling tercela, yaitu berdusta dengan kedok agama yang membuktikan betapa bo­broknya mental mereka. Maka adalah sepatutnya bahwa bangsa Yahudilah yang menjadi penghuni ne­raka yang kekal itu.
17. BANGSA YANG PALING SEDIKIT ORANG-ORANG BAIKNYA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:83)
'''Dan ingatlah ketika kami merngambil perjan­jian dari Bani Israil, yaitu, "Janganlah menyembah kecuali Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang mis­kin.­ Ucapkanlah kepada manusia kata-kata yang baik, dirikanlah shalat dan tunaikan ­zakat. Kemudian kamu tidak meimenuhi janji itu, kecuali sebagian diantara kamu dan kamu selaluberpaling."
Ayat ini mengingatkan Bangsa Yahudi yang pada zaman Nabi agar mengingat kembali pe­rintah-perintah Allah kepada nenek moyang mereka untuk beribadah dan bermu'amalah sesuai dengan petunjuk Allah. Akan tetapi ternyata kemudian ne­nek moyang mereka melanggar perintah-perintah tersebut dan meninggalkan tuntunan agama, kecuali hanya sedikit saja yang tetap patuh.
Ayat ini ditujukan kepada para Nabi dan para sahabatnya dengan maksud agar secara sungguh-­sungguh memperhatikan hal ihwal Bangsa Yahudi yang perangainya telah begitu bobrok, karena nenek moyang mereka gemar meninggalkan bimbingan dan petunjuk Allah. Dengan memperhatikan karakter ne­nek moyang mereka semacam itu, maka janganlah Nabi dan para sahabat terlalu mengharapkan Bangsa Yahudi untuk beriman kepada Islam.
Di dalam ayat ini bangsa Yahudi diperintahkan untuk:
a. Hanya menyembah kepada Allah semata-mata. Mereka dilarang menyembah selain Allah, pa­dahal mereka selama ini selalu menyembah Allah, sebab dikhawatirkan mereka akan me­nyekutukan Allah dengan yang lain, baik beru­pa Malaikat, manusia ataupun berhala dengan menghadapkan do'a kepadanya atau dengan macam-macam ibadah lainnya.
Agama Allah yang disampaikan melalui para Rasul semuanya adalah anjuran menyembah kepada Allah dan tidak boleh menyekutukan­Nya dengan sesuatu apapun. Sebagaimana fir­man-Nya dalam QS. 4 ayat 36.
Jadi, tauhid itu dasarnya sekaligus dua, yaitu menyembah hanya kepada Allah dan tidak me­nyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
b. Berbuat baik kepada orang tua.
c. Berbuat baik kepada kerabat.
d. Berbuat baik kepada anak yatim dan orang­-orang miskin.
e. Berkata benar dan baik.
f. Menunaikan kewajiban shalat dan membayar zakat.
Karena shalat dapat memperbaiki jiwa dan membersihkan manusia dari sifat-sifat rendah dan membangun akhlaq-akhlaq utama. Sebab dengan shalat dapat dipupuk jiwa ikhlas karena Allah dan pa­tuh semata-mata kepada kekuasaan-Nya.
Sedangkan zakat dapat memperbaiki kehidupan masyarakat. Kaum Yahudi punya bermacam-macam kewajiban zakat, di antaranya: zakat yang khusus diberikan kepada keluarga Nabi Harun saja, dan se­karang diberikan kepada kaum Lawiy, salah satu di antara suku-suku mereka, zakat untuk orang­-orang miskin, zakat buah-bahkan, zakat pengeringan tanah, yaitu setahun pada setiap tujuh tahun tanah dibiarkan tidak digarap dan tidak ditanami, dan se­gala tanaman yang tumbuh dan berbuah pada tahun kering ini menjadi harta zakat.
Akan tetapi justru Bangsa Yahudi tidak melak­sanakan perintah-perintah tersebut, bahkan menging­kari dan meninggalkannya. Akibat mereka meninggalkan perintah Allah, muncullah pendeta dan pastur yang dijadikan ganti sebagai Tuhan, dimana me­reka dengan selera sendiri menghalalkan dan meng­haramkan, membolehkan dan melarang sesuatu serta membuat cara-cara ibadah dengan sesuka hati me­reka. Mereka seolah-olah menjadi saingan Allah, ka­rena berani membuat hukum untuk bangsa Yahudi tanpa izin Allah.
Perbuatan mereka tidak hanya terjadi di bi­dang ibadah, tetapi meluas kepada perilaku sosial ekonorni, sehingga mereka bakhil mengeluarkan zakat yang telah menjadi kewajiban mereka. Mereka pun bakhil untuk membantu nafkah keluarga dekat, anak yatim dan golongan miskin. Bahkan hak-hak golongan yang terlantar ini mereka rampas. Mereka tidak mau melakukan amar ma'ruf nahi munkar yang membuktikan betapa rendahnya perhatian me­reka kepada agama. Orang-orang Yahudi yang masih mau berbuat baik kecil sekali, sehingga tidak lagi punya pengaruh berarti di tengah masyarakat. Aki­batnya mayoritas masyarakat menjadi rusak dan ni­lai kebajikan tenggelam di tengah kebobrokan men­tal sehingga membinasakan bangsa Yahudi.
Al-Qur'an menyebutkan pengecualian "sedikit sekali" orang-orang Yahudi yang berbuat baik untuk menunjukkan bahwa adanya orang-orang shaleh yang segelintir jumlahnya di tengah ummat yang sudah rusak tidak akan berarti apa-apa untuk mencegah turunnya adzab Allah yang menimpa bangsa terse­but.
Maka kalau pada zaman Nabi Musa, Bangsa Yahudi yang mau berbuat baik sedikit sekali sudah tentu pada zaman Nabi Muhammad mereka tidak dapat diharapkan untuk menjadi orang-orang yang tulus dan ikhlas mematuhi ajakan Islam. Begi­tulah seharusnya kita bersikap kepada Bangsa Yahu­di, yaitu bahwa mayoritas Bangsa Yahudi adalah orang-orang yang sama sekali tak dapat dibimbing pada kebaikan dan bangsa yang sangat tidak senang mentaati tuntunail agama.
18. BANGSA YANG PALING SENANG BERMUSUHAN DENGAN SESAMANYA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:84-85)
"Dan ingatlah ketika Kami mengambil janjimu bahwa kamu tidak akan menumpahkan darahmu dan tidak akan mengusir dirimu dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar dan kamu pun menyaksikannya.''' 84)
"Kemudian kamu sendirilah yang membunuh di­rimu dan mengusir segolongan dari padamu dari kampung halamannya. Kamu bantu memban­tu berbuat dosa dan permusuhan terhadap me­reka. Dan jika mereka datang kepadamu seba­gai tawanan kamu tebus mereka, padahal pengusiran terhadap mereka itu terlarang bagimu. Maka apakah kamu beriman kepada se­bagian yang lain? Maka tidak ada balasan orang yang berbuat demikian di antaramu, selain kehinaan dalam hidup di dunia ini dan pada hari Kiamat mereka akan dimasukkan ke dalam siksa yang amat berat. Dan Allah Maha tiada lalai dari perbuatan." 85)
Bangsa Yahudi pada zaman Nabi Musa telah menerima perjanjian dari Allah, yang isinya: "Kamu tidak boleh saling menumpahkan darah dan mengusir sesamamu dari kampung halaman dan tanah air ka­mu sendiri".
Perjanjian ini turun-temurun dipesankan oleh bangsa Yahudi kepada anak keturunannya dan telah menja­di bagian dari ajaran Taurat. Perjanjian ini diakui oleh keturunan Bangsa Yahudi sepanjang zaman wa­laupun bangsa Yahudi yang hidup di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tetapi ternyata Bangsa Yahudi melanggar isi perjanjian tersebut, di antaranya terjadi pada Bang­sa Yahudi yang tinggal di Jazirah Arab. Di antara contoh kejadian itu ialah suku Yahudi Bani Qauni­qa' karena bersekutu dengan suku Aus dari pendu­duk Madinah bermusuhan dengan saudara mereka seagama, yaitu suku Yahudi Bani Quraidhah, begitu pula suku Yahudi Bani Nadzir, sekutu suku Khaz­raj. Suku Aus dan Khazraj ini sebelum Islam, terli­bat dalam permusuhan saling membunuh yang meli­batkan pula sekutu-sekutu mereka.
Dalam riwayat disebutkan bahwa setiap suku Yahudi membantu suku Bangsa Arab dan orang Ya­hudi yang menjadi sekutunya berperang melawan suku Bangsa Arab lainnya yang juga bersekutu de­ngan suku Bangsa Yahudi yang lain.
Konon, jika sebagian Bangsa Arab dan orang Yahudi yang menjadi aliansinya menawan orang-­orang Yahudi yang menjadi musuh mereka, dan mereka menyetujui untuk menerima tebusan tawanan itu, maka setiap golongan Bangsa Yahudi menebus putra-putra sebangsanya meski mereka menjadi mu­suhnya. Kemudian mereka membuat-buat alasan bahwa Kitab Taurat menyuruhnya menebus tawanan bangsa yang terpilih ini. Jika memang mereka be­nar-benar percaya kepada apa yang dikatakannya itu, kenapa mereka memerangi dan mengusir mere­ka dari kampung halamannya? Padahal Taurat mela­rang perbuatan tersebut. Bukankah perbuatan seper­ti itu berarti penghinaan dan mempermainkan aga­ma?
Kedurhakaan Bangsa Yahudi semacam itu oleh Allah ditegur dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengejek dan menghina tingkah laku mere­ka semacam itu. Kepada mereka dilontarkan perta­nyaan: "Apakah kamu melakukan perbuatan tersebut lantaran kamu hanya mau beriman kepada sebagian ajaran Taurat?" Yang demikian itu karena di dalam Taurat telah diambil perjanjian dari Bani Israil, a­gar sebagian mereka tidak membunuh sebagian yang lain dan tidak mengusir sesama mereka dari kam­pung halamannya. Dan Allah telah berfirman: "Sia­papun dari budak laki-laki atau perempuan Bangsa Israil yang kamu temui, maka belilah dan bebaskan­lah dia".
Akan tetapi justru membunuh dan mengusirnya dari kampung halamannya ini berarti mereka telah me­langgar.  Kemudian mereka tebus orang-orang Yahudi yang jadi tawanan guna menepati perintah Kitab Taurat. Perbuatan semacam ini tiada lain berarti bahwa Bangsa Yahudi hanya menerima sebagian dari ajaran Taurat dan mengingkari sebagian lainnya. Yaitu mereka mau menebus sesama orang Yahudi yang menjadi tawanan perang musuh, tetapi mereka tetap saling membunuh, padahal menurut ajaran Ta­urat perbuatan semacam ini dilarang.
19. BANGSA YANG PALING SOMBONG DAN MEMBANGGAKAN ETNISNYA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:91)
"Dan bila mereka dikatakan, "Berimanlah ka­mu kepada apa yang Allah telah turunkan", maka mereka berkata, "Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". Dan mere­ka kufur kepada apa yang datang sesudahnya, padahal itulah kebenaran yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah, "Tetapi mengapa kamu dahulu membunuh Nabi-Nabi Allah, jika karnu benar orang yang beriman?"
Bangsa Yahudi pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menolak untuk beriman kepada Al Qur'an, dengan dalih, "Kami telah beriman kepada Kitab-Kitab yang di bawa para Nabi Bani Israil, seperti Taurat dan lain-­lain'
Jawaban orang Yahudi ini kemudian dibantah oleh Allah dengan menyuruh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada mereka yang isinya sebagai beri­kut: "Jika kamu memang benar-benar jujur daiam mengikuti Kitab-Kitab Yang Allah turunkan kepada Nabi-Nabi dahulu, mengapa kamu bunuh mereka?" Padahal agama kamu tidak membenarkan pembunuh­an, bahkan pembunuhan dihukum dengan pembunuhan pula, lebih-lebih membunuh Nabi. Dengan demikian berarti ucapan-ucapan kamu bertentangan dengan kenyataan dan fakta kamu.
Bangsa Yahudi yang ada pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikaitkan dengan perbuatan nenek moyang mereka yang pernah melakukan pembunuhan terhadap Nabi mereka. Kalau Bangsa Yahudi berani melakukan pembununan terhadap para Nabi, maka tidak heran kalau mereka berani merendahkan dan menghina kaum mukminin.
Sebab seseorang yang berani berlaku kurang ajar kepada para Nabi, sudah tentu lebih berani pu­la berlaku kurang ajar kepada orang-orang mukmin. Lagipula mereka sombong dan takabur karena nabi­nya bukan dari golongan Yahudi.{mospagebreak}
20. BANGSA YANG PALING RAKUS TERHADAP KESENANGAN DUNIA DAN TAKUT MATI
Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:96)
"Dan sungguh engkau akan dapati mereka itu manusia yang paling tamak kepada kehidupan dunia dan bahkan melebihi orang-orang musy­rik, masing-masing mereka berharap sekali kalau umurnya dipanjangkan seribu tahun. Padahal umur panjang itu sekali-kali tidak dapat menyelamatkannya dari siksaan. Dan Allah Maha Melihat segala perbuatan mere­ka."
Bangsa Yahudi merupakan manusia yang paling serakah terhadap dunia, sekalipun kalau dibanding­kan dengan orang-orang musyrik. Firman Allah yang berbunyi: "Bahkan melebihi orang-orang musyrik", adalah sebagai kalimat penghinaan terhadap mere­ka. Karena memang orang-orang musyrik tidak per­caya kepada hari kebangkitan dan hanya mengenal kehidupan dunia ini saja, maka bukanlah hal yang aneh kalau mereka serakah kepada kehidupan dunia saja. Adapun orang yang beriman kepada Kitab Allah dan mengakui adanya hari pembalasan, maka seharusnya dia tidak serakah kepada kehidupan du­nia ini.
Setiap orang Yahudi berkeinginan besar untuk bisa hidup seribu tahun atau lebih. Keinginan ini sebenarnya didasarkan rasa takut pada siksa dan kemurkaan Allah. Menurut mereka bahwa di dalam dunia dengan segala pahit dan getirnya jauh lebih baik daripada siksa dan hukuman akhirat, yang me­reka yakini pasti terjadi.
Lebih jauh dari itu Bangsa Yahudi beranggapan bahwa dengan umur yang panjang boleh jadi akan dapat terlepas dari hukuman akhirat karena dilupakan kesalahan-kesalahan mereka oleh Allah. Namun hal ini dibantah oleh Allah. Sebab kekekalan di du­nia tidaklah dapat membuat seseorang terlepas dari siksa dan hukuman yang telah tersedia untuk diri­nya. Karena umur berapapun panjangnya, toh pasti berakhir.
Maka sebagai penegasan Allah menjelaskan bahwa Dia, Allah mengetahui perbuatan-perbuatan mereka, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Hukuman Allah di akhirat kelak ti­daklah menjadi hilang karena yang bersangkutan da­pat mengalami umur panjang. Tetapi setiap kesalah­an akan memperoleh hukuman yang setimpal.
Bangsa Yahudi merupakan manusia paling cin­ta untuk memperoleh kehidupan di dunia dan me­mang mereka berusaha mencapai hidup yang kekal itu. Sebenarnya mereka sendiri percaya ada hari kebangkitan dan pembalasan, tetapi karena mereka bersikap sombong, berbangga dengan rasa kebangsa­an dan mengabaikan ajaran-ajaran Kitab suci mere­ka berlagak pilon sebagai manusia yang bisa menca­pai hidup kekal di dunia.{mospagebreak}
21. BANGSA '"YANG BENCI KEPADA MALAIKAT JIBRIL DAN MALAIKAT LAINNYA
Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:97-98)
"Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi mu­suh Jibril, maka sungguh Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah, membenarkan Kitab-Ki­tab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang beriman." 97)
"Barangsiapa menjadi musuh Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail dan sungguh Allah adalah musuh bagi orang-orang kafir." 98).
Ayat ini menjelaskan alasan Bangsa Yahudi untuk menolak beriman kepada Nabi Muhammad dan Al-Qur'an, karena Jibril sebagai Malaikat yang membawa turunnya wahyu ini kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Na­mun ayat ini mematahkan dalih-dalih bohong bangsa Yahudi itu.
Ada riwayat dari Bangsa Yahudi yang diceri­takan oleh seorang pendeta bernama Abdullah bin Shuriyah, yang bertanya kepada Nabi siapakah Malaikat yang membawa wahyu kepada Nabi. Ketlka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab bahwa malaikat itu adalah Ji­bril, lalu pendeta tersebut berkata, "Jibril adalah musuh Bangsa Yahudi. Karena ia pernah menyam­paikan berita kepada Bangsa Yahudi akan datangnya kehancuran Baitul Maqdis". Walaupun berita ini ter­bukti benar namun bangsa Yahudi beranggapan bah­wa Jibril sebagai malaikat yang dibenci bangsa Yahudi.
Anggapan Bangsa Yahudi semacam ini jelas menunjukkan manusia yang sudah rusak mental dan sesat pikiran. Lebih-lebih dengan alasan benci kepada Jibril lalu memusuhi petunjuk-petunjuk Allah yang diberikan kepada Rasul-Nya. Kalau bangsa Yahudi benci kepada Jibril maka Malaikat ini pula­lah yang membawa turun Kitab Taurat kepada Nabi Musa dan Kitab Zabur kepada Nabi Daud. Padahal mereka mengaku beriman kepada Kitab Zabur dan Taurat. Maka sesungguhnya dengan membenci Jibril sama artinya dengan membenci Allah. Karena yang menyuruh Jibril membawa turun Kitab-kitab suci tersebut adalah Allah sendiri.
Dengan adanya dalih-dalih bohong yang dike­mukakan untuk memusuhi Jibril adalah sebenarnya merupakan kedok belaka untuk mencari pembenaran bagi sikap mereka menolak beriman kepada Al Qur­an dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.{mospagebreak}
22. BANGSA YANG PALING SUKA MENGINGKARI PERJANJIAN
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:100)
"Dan apakah setiap kali mereka mengikat janji, segolongan dari mereka mencampakkan­nya? Bahkan kebanyakan dari mereka tidak beriman."
Bangsa Yahudi setiap kali mengadakan perjan­jian selalu melanggar perjanjian tersebut. Cara me­lakukan pelanggaran ialah dengan jalan pihak lain sesama bangsa Yahudi melakukan pelanggaran-pe­langgaran terhadap lawan Bangsa Yahudi yang mengadakan perjanjian tersebut. Pihak yang melaku­kan pelanggaran ini berdalih karena tidak terikat kepada perjanjian yang dibuat oleh teman mereka bangsa Yahudi itu.
Ayat ini merupakan berita ghaib kepada Nabi Muhammad dan kaum muslimin, bahwa mayoritas Bangsa Yahudi sungguh tidak beriman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik semasa Nabi masih hidup maupun sampai hari kiamat. Berita semacam ini merupakan bukti Al-qur'an sebagai mukjizat bagi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ayat inipun menerangkan dua macam sifat bangsa Yahudi yang pokok. Pertama, mereka sama sekali tidak dapat dipercaya dalam urusan apapun. Karena mayoritas mereka suka melanggar perjanjian dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Kedua, ma­yoritas mereka tidak dapat diharapkan mau beriman kepada Islam. Karena kesesatan dan kedurhakaan telah mendarah daging, meresap ke dalam jiwa me­reka, sehingga mereka tak pernah mampu mengang­kat diri dari kehinaan dan kesesatan. Oleh sebab itu perbuatan melanggar janji bagi mereka tidak merupakan akhlaq tercela, bahkan sebagai perbuatan yang membanggakan.{mospagebreak}
23. BANGSA YANG PALING SUKA MENGIKUTI KHURAFAT
Allah berfirman: (QS. Al-Baqarah:102)
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan di masa kerajaan Sulaiman, se­dang Sulaiman tidak menyihir, tetapi setan-­setan itulah yang menyihir. Mereka menga­jarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua Malaikat, Harut dan Marut di Babilonia dan tidaklah mereka mengajarkan kepada seorang pun sehingga me­reka berkata, "Kami ini hanya cobaan, kare­na itu jangan kamu belajar sihir". Lalu me­reka belajar dari dua Malaikat itu apa yang mereka dapat menceraikan antara seseorang de­ngan istrinya. Padahal mereka tidaklah dapat membahayakan kepada seorang pun dengan sihir itu, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka belajar sesuatu yang membahayakan mereka, dan yang tidak berguna bagi mere­ka. Demi, mereka sungguh telah meyakini, bahwa siapa yang membelinya (sihir), maka baginya tidak ada bagian sedikit pun di a­khirat. Dan alangkah jeleknya perbuatan me­reka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."
Khurafat ialah sesuatu yang dibuat-buat atau dongeng-dongeng yang tidak ada dasar pembuktian kebenarannya. Termasuk di dalam pengertian khurafat ialah sihir. Sihir oleh orang-orang Yahudi diang­gap sebagai ilmu yang diwariskan oleh Nabi Sulai­man kepada Ummat manusia. Hal ini disangkal oleh Allah dalam ayat ini.
Segolongan pendeta Yahudi dengan sikap pura­-pura bodoh terhadap ajaran-ajaran Taurat dengan sengaja melemparkan Kitab suci Taurat, kemudian mereka mengikuti dan mempraktekkan sihir yang diterimanya dari setan-setan pada zaman Sulaiman bin Dawud.
Bangsa Yahudi beranggapan bahwa Nabi Sulai­manlah orang pertama yang mempunyai koleksi bu­ku-buku sihir, kemudian menanam buku-buku tersebut di bawah singgasana kerajaannya. Kemudian da­ri tempat inilah Bangsa Yahudi menukil dan menye­barkan ilmu sihir. Cerita semacam ini jelas meru­pakan kebohongan yang dengan sengaja dilontarkan oleh Bangsa Yahudi atas nama Nabi Sulaiman.
Sihir adalah suatu upaya untuk menipu dan mengelabui mata manusia. Para ahli sejarah meri­wayatkan bahwa ahli-ahli sihir Fir'aun menggunakan air raksa untuk merubah tali-tali, tongkat-tongkat bergerak laksana ular yang sedang berjalan sehingga mata orang awam terpedayakan dan mempercayai­nya apa yang dilihatnya benar-benar ular. Dari si­nilah sebenarnya pangkal tolak sihir dapat memukau manusia. Sihir dengan bentuk dan kerjanya semacam ini dapat mempunyai pengaruh untuk menanamkan angan-angan pada diri manusia, sehingga yang bersangkutan dapat dikendalikan perasaan dan pikiran­nya.
Bangsa Yahudi dengan keyakinannya yang se­sat, bahwa Nabi Sulaiman sebagai guru sihir telah menjadikan sihir sebagai alat untuk melakukan ke rusakan di tengah masyarakat. Mereka menggunakan sihir untuk menimbulkan pertengkaran dan percerai­an antara suami istri. Bahkan mereka mempunyai buku petunjuk untuk menimbulkan rasa kebencian antara suami istri.
Ayat ini dengan tegas menyebutkan bahwa sa­lah satu dari jenis sihir yang oleh orang Yahudi di­pandang sebagai alat ampuh untuk menciptakan malapetaka, sesungguhnya adalah anggapan yang tidak benar. Sebab seseorang memperoleh malapetaka ha­nyalah karena kehendak Allah. Allah telah menetap­kan undang-undang sebab akibat (prima causa) yang tidak dapat dilanggar ataupun dihapuskan oleh ke­mauan manusia sendiri, sekalipun dengan cara-cara sihir. Bangsa Yahudi dengan kepercayaannya kepada sihir yang bisa dijadikan alat menimbulkan penderitaan dan kesusahan kepada manusia telah menjadi sasaran kebencian ummat manusia. Sebab orang yang senang menimbulkan penderitaan orang lain sudah tentu dijauhi oleh masyarakat. Pengalaman ki­ta menyaksikan bahwa orang-orang yang melakukan pekerjaan sihir mengalami hidup kefakiran dan kehi­naan.
Taurat telah melarang Bangsa Yahudi mempe­lajari sihir. Hukuman yang dijatuhkan kepada orang-­orang yang mengikuti bisikan setan dan dukun sama dengan hukuman bagi penyembah berhala dan pa­tung.
Perbuatan Bangsa Yahudi mengikuti ajaran-ajaran sihir menunjukkan bahwa mereka tidak ber­iman kepada Kitab Taurat. Karena Taurat telah melarangnya. Begitu pula Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam se­bagai Nabi yang telah dijanjikan dalam Kitab Ta­urat juga telah melarang sihir dan mengajak meng­ikuti tuntunan wahyu. Namun, Bangsa Yahudi bahkan mengingkari ajaran wahyu dan lebih patuh mengi­kuti para pendeta mereka yang mengajarkan khura­fat dan sihir.{mospagebreak}
24. BANGSA YANG PALING DENGKI TERHADAP NABI MUHAMMAD DAN UMMATNYA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:105)
"Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan rakhmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah adalah pemilik karunia yang benar!
Yang dimaksud dengan orang-orang kafir di sini ialah Bangsa Yahudi. Mereka dikatakan kafir sebab tidak mempunyai sikap sopan santun kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Salah satu dari ketidaksopanan Bangsa Yahudi kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ialah mengatakan Nabi se­bagai orang jahat, padahal beliau seorang yang dipi­lih oleh Allah untuk menjadi rasul dan diberi wahyu pula.
Keberanian Bangsa Yahudi mengucapkan kata­-kata yang tidak sopan seperti tersebut di atas ke­pada Nabi adalah sebagai sikap kekafiran.
Golongan ahli kitab bersikap dengki kepada Nabi, karena tidak ingin Nabi dan ummatnya men­dapat karunia Allah. Karunia Allah yang terbesar ialah Kitab suci Al-Qur'an yang merupakan hidayah agung bagi kaum muslimin. Dengan Al-Qur'an Allah menghimpun dan menyatukan kamu sekalian dalam satu ummat, meluruskan jalan pikiran kamu, mem­bebaskan kamu dari kesesatan penyembahan berhala dan meluruskan jiwa kamu untuk berjalan pada ga­ris-garis fitrah.
Bangsa Yahudi dan kaum penyembah berhala dengki kepada kamu, ketika mereka menyaksikan Al-Qur'an turun berangsur-angsur kepada kamu, sehingga kamu terpimpin pada jalan yang benar dan tumbuh menjadi ummat yang kuat, ummat yang mampu menyebarluaskan da'wah, menegakkan prin­sip-prinsip kebenaran dan keadilan. Padahal mereka menginginkan agar kamu mengalami kebinasaan, ba­ik dalam urusan dunia maupun agama, karena mere­ka tidak menghendaki tegaknya kebenaran yang ka­mu bawa.
Kedengkian Bangsa Yahudi kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ummatnya pada hakekatnya menentang dan ma­rah kepada Allah yang memberikan rahmat terse­but kepada mereka. Menjadikan penerima rahmat sebagai sasaran kedengkian berarti marah kepada pemberi rahmat itu sendiri. Allah menasihatkan ke­pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ummatnya agar tidak merasa khawatir menghadapi kedengkian Bangsa Yahudi dan kaum penyembah berhala karena kedengkian mere­ka tidak dapat menutup pintu rahmat Allah. Allah tidaklah terpengaruh oleh kedengkian manusia. Dia menentukan rahmat-Nya kepada siapa saja dan ka­pan saja sesuai dengan kehendakNya. Dialah pemilik tunggal dari karunia yang berbentuk apa pun. Setiap hamba-Nya menerima karunia-Nya. Karena itu tidak patut seseorang dengki melihat orang lain memper­oleh kebaikan dari sisi Tuhan-Nya.
Bangsa Yahudi karena tertipu oleh kepercaya­an palsunya, yaitu menganggap diri sebagai putra Tuhan dan sebagai bangsa pilihan, maka mereka merasa marah dan dengki kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan ummatnya yang mendapatkan rahmat melimpah dari Allah. Selama Al-Qur'an menjadi pegangan kaum Muslimin, maka Bangsa Yahudi akan terus berupaya keras merencanakan segala bentuk penghancuran ummat Islam. Karena dengan Al-Qur'an inilah bang­sa Yahudi merasa ditelanjangi segala cacat celanya dan sekaligus menjadi dasar bagi ummat Islam membangun dirinya menjadi ummat yang kokoh dan bersih. Maka tidak heran kalau Bangsa Yahudi terus menerus mengacaukan pengertian-pengertian Al-Qur'an dan melakukan tipu daya kepada ummat Islam agar tidak menjadikan Al-Qur'an sebagai prinsip hidup yang mutlak.{mospagebreak}
25. BANGSA YANG PALING KERAS BERUPAYA MENGKAFIRKAN UMMAT ISLAM
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah :109-110)
"Kebanyakan ahli Kitab ingin sekali kalau dapat mengembalikan kamu menjadi kafir se­sudah kamu beriman, karena rasa dengki pada diri mereka sesudah nyata kebenaran pada mereka. Maka maafkan dan biarkanlah sehing­ga Allah datangkan perintah-Nya. Sungguh Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu!
"Dan dirikanlah shalat serta berikanlah za­kat. Dan apa yang kamu lakukan untuk dirimu berupa kebaikan, maka kamu akan dapati dia di sisi Allah. Sungguh Allah Maha Melihat apa saja yang kamu lakukan."
Kebanyakan Pendeta Yahudi tetap secara licik berusaha menjadikan kaum muslimin ragu-ragu ke­pada agamanya. Siasat yang mereka lakukan ialah dengan jalan menyuruh sesama orang Yahudi untuk menyatukan beriman kepada Islam di pagi hari, te­tapi sore harinya kembali kafir. Tujuan siasat ini ialah melemahkan iman kaum muslimin dan menim­bulkan kebingungan, sehingga akhirnya mereka ke­luar dari Islam.
Kaum Yahudi maupun Nasrani secara sistema­tis berusaha memalingkan kaum muslimin darl ajar­an Tauhid dan keimanan kepada Nabi Muhammad, semata-mata karena rasa dengki kepada Islam. Se­andainya mereka mau memberikan nasihat kepada orang Islam, maka hal itu bukan tumbuh dari hati yang bersih, tetapi dari jiwa yang jahat dan rasa fanatik kepada kebatilan.
Maka dalam menghadapi upaya licik bangsa Yahudi mengkafirkan ummat Islam ini, Allah me­nyuruh kita bersikap tidak memperdulikan segala celaan dan caci mereka, bahkan bersikap memberi ma'af sampai kelak Allah memberikan perintah un­tuk membinasakan mereka.
Dalam sejarah Nabi dan sahabatnya telah ter­jadi apa yang dinamakan perintah atau ketetapan Allah terhadap bangsa Yahudi ini, Yahudi Bani Qu­raidzah telah menerima hukum pembunuhan massal setelah terjadi perang Ahzab, karena khianat kepada perjanjian mereka dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Begitu juga Yahudi Bani Nadzir diusir dari kota Madinah, kare­na khianat dan membatalkan perjanjian secara sepi­hak dengan Nabi, dimana mereka membantu kaum musyrikin Quraysyi menyerbu kota Madinah.
Perintah memberi ma'af dan menunggu kepu­tusan Allah ini menunjukkan bahwa Allah memerin­tahkan kaum muslimin waspada terhadap tipu daya Yahudi dan Nasrani yang berjumlah besar itu tetapi sesat, sedangkan kaum muslimin walaupun seclikit namun berpotensi lebih kuat, karena membela ke­benaran.
Kemudian Allah memerintahkan kaum muslimin untuk mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Apa sebab kedua ibadah ini dijadikan sebagai pe­nangkal menghadapi tipu daya bangsa Yahudi dalam mengkafirkan Islam?
Karena shalat memperkokoh sendi iman, me­ninggikan kemauan dan mengangkat jiwa lantaran berdialog dengan Allah, menyatukan hati sesama orang mukmin ketika shalat jama'ah saling kenal mengenal dalam masjid, yang dengan begini iman jadi hidup, kepercayaan kepada Allah menjadi kuat dan jiwapun bersih dari perbuatan-perbuatan kotor baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan lebih dapat menembus kepada kebenaran, sehingga menjadilah orang-orang yang patut menang.
Adapun zakat, karena ia dapat menguatkan hubungan antara golongan kaya dan miskin, sehingga terwujud kesatuan ummat dan menjadi laksana satu tubuh, jika satu anggota menderita, maka seluruh­nya ikut merasa demam dan tidak bisa tidur.
Sudah menjadi kelaziman Al-Qur'an mengiring­kan zakat dan shalat, karena shalat mengandung perbaikan individu, sedangkan zakat mengandung perbaikan sosial, lantaran harta adalah saudara kan­dung jiwa. Barang siapa memberikan hartanya kare­na mencari keridhaan Allah, maka ringan hatinya untuk menyerahkan jiwanya di jalan Allah, guna membela agama-Nya dan meninggikan firman-Nya.
Sesudah Allah jelaskan bahwa shalat dan zakat merupakan sebagian jalan mencapai kemenangan di dunia, maka diiringi dengan penjelasan bahwa kedua perbuatan tersebut juga merupakan sebagian jalan mencapai kebahagiaan di akherat.{mospagebreak}
26. BANGSA YANG TIDAK MENGAKUI SAMA SEKALI AGAMA NASRANI
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah :1 13)
"Dan orang-orang Yahudi berkata, "Orang-­orang Nasrani itu tidak punya pegangan sua­tu apapun, dan orang Nasrani berkata, "Orang­-orang Yahudi tidak mempunyai pegangan apa­pun padahal mereka membaca A1-Kitab". Begi­tu pula orang-orang yang tidak mengetahui mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan."
Menurut riwayat, telah datang kepada Nabi delegasi dari suku Najran yang beragama Nasrani. Delegasi ini bertemu dengan kaum Yahudi Madinah, kemudian sempat timbul perdebatan di antara me­reka. Isi perdebatan itu antara lain ialah kaum Ya­hudi mengatakan bahwa agama Nasrani tidak mem­punyai asal usul yang benar. Sebaliknya kaum Nas­srani mengatakan bahwa agama Yahudi tidak punya asal usul yang benar juga.
Anggapan Bangsa Yahudi bahwa agama Nasra­ni itu tidak benar menyebabkan mereka menging­kari kenabian Isa yang datang sebagai penyempurna syari’at Musa. Sebaliknya kaum Nasrani karma ber­anggapan agama Yahudi tidak ada asal usul, maka mereka mengingkari kenabian Musa, padahal Isa pe­lanjut syari'at Musa.
Perdebatan kaum Yahudi dan kaum Nasrani ini sungguh-sungguh aneh. Karena mereka sama-­sama berpegang pada Kitab suci, yang isinya saling melengkapi satu dengan lainnya. Kitab Taurat me­rupakan induk dari Injil, yang juga menjadi pegangan kaum Nasrani. Sedangkan Kitab Injil pelengkap dari Kitab Taurat, yang isinya merupakan rincian lebih lanjut dari Kitab Taurat. Di dalam Taurat Nabi Musa telah memberikan kabar gembira akan datangnya Nabi Isa kepada Bangsa Yahudi, sedang­kan Nabi Isa mengaaskan bahwa dirinya tidak mem­bawa syari'at baru, tetapi melanjutkan misi Nabi Musa. Dengan demikian perbuatan kaum Yahudi dan Nasrani ternyata berlawanan dengan Kitab suci me­reka masing-masing.
Ucapan kaum Yahudi kepada ummat Nasrani den sebaliknya sama nilainya dengan ucapan para penyembah berhala yang saling menuduh bahwa orang lain sama sekali tidak benar. Mereka sating menuduh seperti ini karena memang tidak mempu­nyai pegangan iman den pedoman amal shaleh yang otentik. Akibatnya mereka berpecah-belah den sa­ling berbeda dasar-dasar ajarannya satu dengan yang lain. Tetapi dengan secara fanatik yang didorong oleh hawa nafsu semata-mata mereka saling ber­keras kepada menuduh yang lain sama sekali tidak benar.
Maka ucapan orang Yahudi dan Nasrani terse­but di atas hanya warisan dari para penyembah berhala sebelumnya. Oleh karena itu perselisihan Yahudi dan Nasrani ini akan berlanjut sampai hari Kiamat, sampai saat Allah menegakkan pengadilan di akherat.{mospagebreak}
27. BANGSA PERTAMA YANG MENYATAKAN ALLAH BERPUTRA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:116)
"Dan mereka (orang-orang kafir) berkata, "Allah mengambil anak". Maha suci Dia. Bah­kan milik-Nyalah apa yang ada di langit dan di bumi. Semuanya tunduk kepada-Nya."
Bangsa Yahudi boleh dikatakan bangsa yang pertama memperoleh Kitab suci Taurat melalui Na­bi Musa as. Tetapi bangsa Yahudi ternyata berkeya­kinan bahwa Uzair adalah anak Allah. Kepercayaan semacam ini adalah kepercayaan yang tumbuh di kalangan penyembah berhala. Mereka berkeyakinan bahwa malaikat adalah putri Tuhan. Dengan demiki­an tidak ada bedanya antara kaum musyrikin yang tidak menerima kitab suci dengan Bangsa Yahudi yang telah menerima Kitab suci Taurat. Sebab ter­nyata kepercayaan yang terlarang, yaitu Allah pu­nya anak, terus diikuti oleh Bangsa Yahudi walaupun bertentangan dengan Taurat.
Allah Maha suci dari keyakinan sesat ini. A­nak adakalanya berasal dari langit atau dari bumi, padahal Allah sedikit pun tidak sama dengan langit maupun bumi. Anak muncul sebab dorongan untuk memperoleh pembantu atau teman penolong dalam kehidupan atau menjadi generasi penerus di hari ke­mudian. Padahal Allah sama sekali tidak membutuh­kan yang demikian itu.
Allah menegaskan bahwa langit dan bumi ada­lah milik-Nya. Dialah penciptanya. Dengan demikian tidak patut punya keyakinan bahwa Allah bernasab atau punya anak.{mospagebreak}
28. BANGSA YANG MEMBENCI KEBEBASAN BERAGAMA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah:120)
"Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu sebelum kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sungguh petunjuk Allah itulah sebenar-benar petunjuk." Dan jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka sesu­dah datang ilmu kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong bagi­mu.„“
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama ini besar sekali harapannya kepada ummat Yahudi dan Nasrani untuk beriman kepada Islam. Karena prinsip-prinsip yang dibawa oleh Nabi dengan ajaran para Nabi sebelumnya ada­lah sama. Semua Nabi mengajarkan Tauhid kepada Allah, meluruskan segala perbuatan yang menyalahi fitrah dan membatalkan segala macam doktrin aga­ma yang keliru, karena pengaruh-pengaruh tradisi.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat prihatin menyaksikan keing­karan ummat Yahudi dan Nasrani terhadap dakwah Islam padahal jauh sebelumnya mereka menantikan kedatangan Nabi akhir zaman, Nabi yang dijanjikan dalam Taurat dan Injil.
Akan tetapi keprihatinan Nabi ini mendapat­kan teguran dari Allah bahwa tidak perlu Nabi me­naruh harapan terhadap Bangsa Yahudi dan ummat Kristen untuk menjadi ummat Islam. Karena bagi orang Yahudi dan Nasrani punya keyakinan hanya agama merekalah satu-satunya yang benar. Karena mereka menjadikan agama sebagai monopoli kebang­saan atau menganggap mereka sebagai kekasih-kekasih Tuhan sehingga hanya mereka sajalah yang diberi petunjuk kebenaran oleh Tuhan. Karena keya­kinan yang membabi-buta seperti ini, maka musta­hil orang Yahudi maupun Nasrani mau mendengar­kan dakwah Islam dengan hati jernih dan pikiran yang lurus.
Anggapan kaum Yahudi dan Nasrani bahwa merekalah satu-satunya golongan manusia yang di­beri petunjuk oleh Tuhan ke jalan kebenaran diban­tah dan disanggah oleh Allah sendiri. Bahwa petun­juk kebenaran hanyalah Allah turunkan kepada pa­ra Nabi-Nya tidak berdasarkan kebangsaan tertentu atau keturunan tertentu dan bukan pula menurut hawa nafsu dan selera manusia sendiri sebagaimana anggapan kaum Yahudi dan Nasrani itu. Jika benar bahwa kaum Yahudi dan Nasrani sebagai ummat yang terpimpin di jalan kebenaran, mengapa Kitab suci mereka satu dengan yang lain berbeda, banyak perubahan dan pemalsuan sehingga sulit ditentukan keasliannya. Selain itu mereka berpecah-belah men­jadi puluhan sekte, sehingga satu sama lain meng­kafirkan dan mengaku dirinyalah yang benar. De­ngan demikian kaum Yahudi maupun Nasrani meng­alami kebingungan dan kekacauan, baik dalam bi­dang aqidah maupun bidang ibadah dan syari'ah.
Dengan adanya kekacauan semacam ini, maka Nabi diperingatkan oleh Allah agar tidak tergoda oleh keingkaran dan penolakan mereka terhadap dakwah Islam. Kaum Yahudi dan Nasrani punya prinsip, bahwa mereka hanya mau mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan syarat Nabi mau mengikuti ajaran-ajar­an agama yang ada pada mereka. Oleh sebab itu Allah pun mengancam kepada Nabi dan ummatnya agar jangan mengikuti godaan dan rayuan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang gemar me­malsukan kebenaran, membuat ajaran-ajaran yang sesat dan membelokkan ke arah nafsu mereka yang disesuaikan dengan keadaan dan zaman, maka Allah akan menurunkan azab kepada Nabi dan ummatnya. Allah tidak akan mau menolong Nabi dan ummat­nya, bila mereka ini mengikuti kehendak dan ke­mauan kaum Yahudi maupun Nasrani.
Ancaman keras di dalam ayat ini yang pada dhahirnya ditujukan pada Nabi pada hakekatnya a­dalah ditujukan pada ummat Islam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dijadi­kan sebagai obyek titah pada ayat ini adalah untuk memberi pelajaran kepada kaum muslimin, walaupun sesungguhnya yang dimaksud adalah ummat Islam itu sendiri. Figur Nabi dijadikan obyek titah adalah untuk memperingatkan kaum muslimin betapa besar kesalahan mereka kalau mengharapkan toleransi da­ri kaum Yahudi dan Nasrani terhadap Islam, karena mereka telah membabi-buta berkeyakinan bahwa selain agama mereka adalah sesat, sehingga bagai­manapun kondisi dan situasi serta masa kapan pun kaum Yahudi dan Nasrani akan tetap memusuhi Islam sebagai suatu agama yang mereka pandang sesat. Maka seseorang yang beragama Islam hanya mungkin dijadikan teman oleh orang Yahudi atau Nasrani, kalau orang ini dinilai lemah agamanya a­tau tidak begitu teguh berpegang kepada Islam. De­ngan kata lain, orang yang mengaku Islam, tetapi mengabaikan ajaran-ajaran Islam, maka orang seper­ti inilah yang dijadikan teman baik oleh kaum Ya­hudi dan Nasrani. Sebaliknya seorang Muslim yang teguh dengan agamanya akan dijadikan sasaran ke­caman oleh kaum Yahudi atau Nasrani.
29. BANGSA YANG MEMBENCI AGAMA IBRAHIM
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah : 130-133)
"Dan tidak ada yang membenci agama Ibrahim kecuali orang-orang yang menghinakan diri­nya sendiri dan sungguh Kami telah pilih dia di dunia ini. Dan sungguh dia di akhe­rat benar-benar tergolong orang-orang yang shaleh." 130)
"Adakah kamu menyaksikan di kala datang tanda maut kepada Ya'qub, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, "Apakah yang akan kamu sembah sesudahku?" Mereka berkata, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan leluhurmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yaitu Tuhan Esa dan kami hanya berserah diri kepada-Nya' 133)
Diriwayatkan bahwa ayat ini turun disebabkan Abdullah bin Salam mengajak dua orang anak sau­daranya, Salamah dan Muhajir untuk masuk Islam: katanya, "Kamu berdua telah mengetahui bahwa Allah berfirman dalam Taurat, 'Sungguh Aku akan bangkitkan seorang Nabi dari keturunan Ismail ber­nama Ahmad, barangsiapa beriman kepadanya, maka ia telah mendapatkan petunjuk. Dan barangsiapa ti­dak beriman kepadanya, maka ia telah terkutuk " Lalu Salamah masuk Islam, tetapi Muhajir tidak mau.
Bangsa Yahudi dengan bangga mengakui bahwa Nabi Ibrahim adalah nenek moyang mereka. Nabi Ibrahim adalah bapak segala Nabi bani Israil yang mengajak kepada tauhid dan kepada Islam. Akan tetapi ternyata bangsa Yahudi kemudian menjadi penyembah berhala dan berkeyakinan bahwa Tuhan punya anak. Jelas keyakinan serupa ini menyalahi ajaran Nabi Ibrahim dan para Nabi bani Israil.
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajak mereka kembali kepada tauhid dan menerima dakwah Islam ternyata mereka ingkar dan mengaku mengikuti ajaran-ajaran yang mereka warisi dari Nabi Ibrahim. Dengan de­mikian nyata sekali bahwa bangsa Yahudi betul-be­tul manusia kepala batu, karena membenci dakwah Nabi yang mengajak kepada kemurnian tauhid seba­gaimana ajaran Nabi Ibrahim sendiri.
Ibrahim dibesarkan dalam masyarakat penyem­bahan berhala dan bintang, namun Allah memberi­nya hidayah sehingga ia tetap berjalan pada jalan kebenaran. Dengan hidayah itu dia dapat mengerti bahwa alam semesta ini diatur dan dikendalikan o­leh Tuhan Maha Pengatur lagi Maha Esa, tempat kembali seluruh makhluk. Dia berjuang di tengah masyarakatnya untuk memberantas penyembahan berhala dengan argumentasi yang rasional dan me­nyanggah kepercayaan Tuhan punya anak seperti tersebut dalam Al -Qur'an surat keenam ayat  80.
Tetapi kaum Yahudi dan kaum Nasrani yang mengaku dirinya sebagai pewaris agama Ibrahim ternyata menjadi penyembah berhala dan melanggar wasiat Nabi Ibrahim untuk tidak melakukan perbu­atan-perbuatan menyekutukan Allah dengan makh­luk-Nya. Maka kepada orang Yahudi diminta bukti sejarah adakah mereka dahulu benar-benar menyak­sikan wasiat Nabi Ibrahim kepada anak cucunya yang membolehkan penyembahan berhala dan me­nyekutukan Allah? Dengan demikian kalau sekarang mereka menentang dakwah Nabi Muhammad untuk kembali ke ajaran tauhid dan menerima Islam, maka jelaslah pada hakekatnya mereka membenci agama Nabi Ibrahim itu sendiri. Maka pengakuan mereka, bahwa mereka adalah pewaris agama Nabi Ibrahim dan nabi-nabi bani Israil dahulu adalah semata-mata pengakuan dusta. Bukti dari kedustaan mereka ada­lah penolakan mereka terhadap dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ayat-ayat di atas pada hakekatnya menunjuk­kan bahwa agama yang dibawa para Nabi adalah satu. Karena saripati dari ajaran semua Nabi adalah prinsip tauhid dan jiwa pasrah kepada Allah serta tunduk kepada para Nabi.
Al-Qur'an sebagai mata rantai dari Kitab-ki­tab samawi sebelumnya mendorong kepada ummat manusia untuk bersatu dalam agama yang mempu­nyai prinsip:
a. Bertauhid dan anti syirik.
b. Pasrah dan taat kepada Allah dalam setiap gerak-geriknya.
Maka orang yang tidak memenuhi prinsip-prinsip di atas berarti bukan pengikut Nabi Ibrahim, sehingga berarti ia bukan orang yang beragama dengan aga­ma Allah.
Dewasa ini orang menyebutkan kata "Islam" untuk menggelari segolongan manusia yang punya ciri-ciri keagamaan dan tradisi yang berbeda dari golongan manusia lainnya, yang juga digelari dengan berbagai gelar keagamaan lain, padahal sebagian golongan yang digelari sebutan "Islam" itu tidak berserah diri dan tidak ikhlas kepada Allah di da­lam tingkah laku perbuatannya bahkan ada yang melakukan perbuatan-perbuatan bid'ah, atau fasik dengan mempertuhankan hawa nafsunya.
Islam yang diserukan oleh Al-Qur'an itulah Islam yang diseru oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bukan Islam yang dewasa ini sudah menjadi sebutan populer itu. Jadi Islam dalam pengertian yang ada dalam ayat ini itulah yang menjadi agama Nabi Ibrahim, tetapi ternyata kaum Yahudi dan Nasrani membencinya.{mospagebreak}
30. BANGSA YANG PALING RASIALIS DAN APOLOGETIKAllah berfirman : (QS. Al-Baqarah : 135)
"Dan mereka berkata, "Jadikanlah kamu orang Yahudi atau orang Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk. Katakanlah, "Tidak, me­lainkan kami mengikuti agama Ibrahim yang lurus dan bukanlah dia tergolong orang-­orang musyrik."
Kaum Yahudi menjadikan agama sebagai iden­titas ras (kebangsaan) dan dijadikannya pula sebagai dalih yang dipertahankan secara membabi buta, bahwa Yahudi adalah satu-satunya kebenaran yang diridhai oleh Tuhan.
Akan tetapi Bangsa Yahudi berkeyakinan bah­wa mereka menjadi pengikut Nabi Ibrahim. Semen­tara itu Ibrahim jelas bukan bagian dari Yahudi maupun bagian dari Nasrani. Sebab ajaran yang di­jalankan oleh Bangsa Yahudi dan kaum Nasrani bertentangan dengan ajaran Nabi Ibrahim.
Kaum Yahudi dan Nasrani secara historis me­nyadari bahwa mereka telah sesat dari ajaran-ajaran Nabi Ibrahim. Maka untuk membuat dalih agar dapat membohongi manusia, lalu mereka menciptakan keyakinan palsu berupa semboyan "Jadilah pengikut Yahudi, niscaya engkau akan menjadi orang yang mendapat petunjuk kebenaran". Semboyan ini pun dikumandangkan pula oleh kaum Nasrani. Dengan semboyan seperti ini mereka merasa puas dapat mengklaim kebenaran yang mereka anggap sebagai milik mutlak mereka.
Terhadap kebohongan yang dikumandangkan oleh ummat Yahudi dan Nasrani ini, maka Al-Qur­an kemudian mengajukan pertanyaan "Apakah Nabi Ibrahim yang lahir jauh sebelum adanya agama Ya­hudi dan Nasrani itu orang yang tidak benar, pa­dahal kamu wahai Yahudi dan Nasrani mengaku se­bagai pewaris dari agama Ibrahim?". Jelasnya, kamu wahai Yahudi dan Nasrani harus dapat membuktikan kebenaran historis bahwa Ibrahim pun punya keper­cayaan Tuhan berputra dan membolehkan penyem­bahan berhala, sebagaimana kini kamu lakukan.
Dengan sanggahan bersifat historis yang telah dikemukakan oleh Al-Qur'an pada ayat di atas kini membuktikan bahwa sebenarnya Bangsa Yahudi merupakan golongan manusia yang paling rasialis. Ka­rena cintanya yang membabi buta kepada kebangsa­an (paham Nasionalisme), maka mereka mengklaim Nabi Ibrahim pun sebagai orang Yahudi. Padahal beliau lahir jauh sebelum adanya Bangsa Yahudi. Begitu juga Bangsa Yahudi merupakan golongan ma­nusia yang paling suka benar sendiri, sehingga bera­ni mengklaim bahwa agama Yahudi adalah agama Nabi Ibrahim juga.
Padahal Nabi Ibrahim tidak menganggap Uzair sebagai putra Allah atau pernah menyembah patung anak sapi, sedangkan Bangsa Yahudi berkeyakinan bahwa Uzair putra Allah dan pernah menyembah patung anak sapi. Agama Ibrahim adalah agama yang bersih dari syirik, tauhidnya murni dan benar-­benar agama yang lurus. Dan orang yang melanjut­kan mata rantai agama Ibrahim adalah Nabi Mu­hammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang-orang yang beriman kepada­nya.{mospagebreak}
31. BANGSA YANG TIDAK MALU BERSIKAP SOK TAHU
Allah berfirman " (Al-Baqarah : 139-140)
"Katakanlah, "Apakah kamu mendebat kami tentang Allah, padahal Dia-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Dan bagi kami amal usaha kami dan bagi kamu amal usaha kamu. Dan ha­nya kepada-Nyalah kami mengikhlaskan diri! 139)
Atau kamu mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub dan anak keturunannya adalah orang-orang Yahudi atau Nasrani? Katakan­lah, "Apakah kamu yang lebih tahu ataukah Allah? Dan siapakah yang lebih dzalim dari orang-orang yang menyembunyikan kesaksian dari Allah yang ada padanya? Dan Allah se­dikit pun tidak lalai terhadap yang kamu perbuat."
Diriwayatkan, bahwa sebab turun ayat ini ia­lah karena kaum Yahudi dan Nasrani berkata, "Se­luruh manusia wajib mengikuti agama kami. Karena para Nabi dulu dari bangsa kami dan syariat pun turun kepada kami. Belum pernah dikenal Nabi-Nabi dan agama pada Bangsa Arab," Lalu Allah memban­tah mereka ini dengan keterangan sebagai berikut:
Apakah kamu mendakwakan bahwa agama yang benar adalah agama Yahudi dan Nasrani? Dan kamu berkata pula, "Tidak akan dapat masuk syurga selain orang yang beragama Yahudi dan Nasrani." Dan di waktu lain kamu berkata, "Jadilah orang Yahudi atau Nasrani supaya kamu memperoleh petunjuk" Dari manakah datangnya kedekatan Allah kepada kamu yang mengecualikan kami itu? Padahal Allah itu Tuhan kami dan Tuhan kamu dan Tuhan seru sekalian alam.
Dialah Pencipta dan kamu ini semua adalah ciptaan-Nya. Manusia hanya jadi lebih dari sesama­nya karena amal usahanya. Hasil perbuatannya kembali kepadanya, yang baik maupun yang buruk. Dan demikian pula perbuatanmu kembali kepada dirimu sendiri. Kami mengikhlaskan amal kami kepada-Nya dan kami tiada mencari selain keridhaan-Nya. Se­dangkan kamu menggantungkan harapan kepada lelu­hur-leluhur yang shaleh dan kamu menyangka mere­ka nanti bisa menjadi pembelamu di sisi Tuhanmu, padahal perbuatan-perbuatanmu menyeleweng dari jalan hidup mereka. Sebab mereka dulu bertaqarrub hanya dengan amal shaleh dan iman yang benar. Karena itu jadikanlah mereka itu sebagai pe­tunjuk jalan bagimu dan ikutilah jejak langkah me­reka, niscaya kamu dapat memperoleh kemenangan dan kebahagiaan.
Selanjutnya Allah bertanya kepada mereka, "Apakah kamu mengaku menjadi orang istimewa yang dekat kepada Allah lebih dari kami, kaum muslimin, itu suatu pengakuan yang berdasar firman Allah, Tuhan kami dan Tuhan kamu, ataukah kamu mengaku mendapat keistimewaan itu semata-mata karena menjadi orang Yahudi atau Nasrani, dan Na­bi-Nabi dahulu juga beragama Yahudi dan Nasrani?" Kalau pengakuan itu semata-mata berdasarkan kamu sebagai orang Yahudi dan Nasrani, maka pengakuan­mu itu penuh dusta. Sebab nama Yahudi timbul se­sudah meninggalnya Nabi Musa. Jadi apa dasarnya kamu beranggapan bahwa para Nabi Bani Israil sampai kepada Nabi Ibrahim adalah beragama Yahu­di dan Nasrani, padahal menurut logika dan sejarah pengakuan itu bohong belaka.?
Oleh sebab Allah berfirman kepada mereka, "Apakah kamu yang lebih tahu tentang agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim dan para Nabi Bani Isra­il ataukah Allah?" Dengan demikian terbukti bahwa Bangsa Yahudi tidak malu bersikap sok tahu tentang sejarah Nabi Ibrahim dan pada Nabi Bani Israil, di­mana Nabi-Nabi tersebut mendapatkan kitab suci dari Allah yang isinya bertentangan jauh dengan praktek kehidupan kaum Yahudi.
Fakta sejarah yang membuktikan kebodohan Bangsa Yahudi terhadap sejarah para Nabi Bani Israil, terutama Nabi Ibrahim sebagai nenek moyang mereka, tetapi Bangsa Yahudi tetap bersikeras bah­wa Nabi Ibrahim dan para Nabi Bani Israil sebagai pengikut agama Yahudi, jelas membuktikan bahwa bangsa Yahudi tidak malu memalsukan sejarah dan tidak punya malu menjadi golongan manusia sok tahu. Maka mental sok tahu adalah menjadi bagian mental bangsa Yahudi. Karena itu apapun yang di­tulis atau dikatakan oleh orang Yahudi janganlah kita mempercayai kebenarannya, sebelum kita dapat membuktikan sendiri.{mospagebreak}
32. BANGSA YANG MENGANGGAP DIRINYA PALING PANDAI
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah : 142)
"Orang-orang bodoh di antara manusia akan berkata, "Apa yang memalingkan mereka dari kiblat yang dahulu mereka menghadapnya? Ka­takanlah, "Milik Allah timur dan barat" Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehen­daki-Nya ke jalan yang lurus”
Ketika Nabi pindah ke Madinah, selama masa 16 bulan, kiblat umat Islam adalah Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis. Masjidil Aqsha adalah kiblat para Nabi Bani Israil. Bahkan orang Yahudi beranggapan Nabi yang benar-benar menjadi utusan Allah kiblat­nya adalah Masjidil Aqsha.
Akan tetapi Nabi memohon kepada Allah agar dibolehkan menjadikan Masjidil Haram sebagal ki­blatnya. Karena ke tempat inilah Nabi Ibrahim berkiblat. Permohonan Nabi ini dikabulkan oleh Allah, sehingga menjadilah Ka'bah sebagai kiblat bagi Ra­sulullah dan ummat Islam untuk selama-lamanya. Perpindahan kiblat yang dilakukan Rasulullah ini mendapat celaan dan kritik dari kaum munafiq, Yahudi dan musyrik bangsa Arab. Mereka dengan heran berkata, "Apakah motif yang mendorong kaum muslimin berpindah kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram, padahal para Nabi dan Rasul dahu­lu berkiblat padanya?"
Pertanyaan dan cernoohan mereka ini, kemudian Allah perintahkan kepada Rasul-Nya untuk menjawab. "Segala arah adalah milik Allah". Karena itu hake­kat lapangan yang ada di Baitul Maqdis tidak lebih baik dari hakekat batu-batu yang lain. Yang tidak ada manfaatnya seperti juga yang lainnya. Begltu juga Ka'bah dan Baitul Haram. Allah jadikan dia sebagai kiblat bagi manusia hanya untuk menyatu­kan mereka dalam ibadah. Tetapi orang-orang yang akalnya rusak menyangka bahwa kiblat itu merupa­kan pokok agama dengan melihat batu atau bangun­an itu sendiri. Bahkan hal ini membuat Yahudi sampai berkata, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, "Kembali­lah kepada kiblat kami, nanti kami akan ikut dan iman kepadamu".
Maksud omongan mereka ini hanyalah sebagai ujian pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan hinaan kepada agamanya. Meng­hadap atau tidak menghadap kiblat itu adalah per­buatan bukan tanpa dasar, sehingga mereka juga berani berkata, "Sebenarnya dulu Muhammad benci menghadap kiblat leluhurnya, kemudian sekarang kembali lagi dan nanti kembali pula pada agama mereka".
Ucapan kaum Yahudi ini membuktikan bahwa mereka adalah golongan materialis, yaitu golongan manusia yang hanya semata-mata memperhatikan hal-hal yang formal dan bersifat materi. Namun Allah menghendaki kaum muslimin sebagai golongan manusia yang bersikap tengah-tengah, yaitu yang menjadikan hal-hal kebenaran semata-mata sebagai alat yang mempermudah memahami sesuatu. Karena itu menjadikan Masjidil Haram sebagai kiblat ha­nyalah semata-mata bersifat alat untuk menyatukan arah segenap kaum muslimin di dalam mengerjakan shalat.
Allah menegaskan bahwa kaum muslimin dija­dikan saksi di atas segenap umat manusia. Maksud­nya ialah agar kaum muslimin menjadi ummat yang mempelopori tegaknya kebenaran di tengah-tengah ummat yang lain dan menjadi manusia yang ideal sehingga dapat memberikan contoh dan memegang amanat dengan baik. Manusia yang menunaikan a­manat dengan baik ialah orang yang dapat menja­lankan kewajiban kepada Tuhannya, baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah, kepada keluarga dan seluruh ummat manusia.
Akan tetapi Bangsa Yahudi karena kebencian­nya kepada kaum muslimin sewaktu berpindah ki­blat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram, lalu mereka menganggap kaum muslimin sebagai ummat yang bodoh. Jadi penilaian kaum Yahudi terhadap kaum muslimin ini semata-mata karena mereka ti­dak sependapat dengan perpindahan kiblat tersebut.
Padahal perpindahan kiblat yang Allah perin­tahkan kepada kaum muslimin di Madinah itu sema­ta-mata untuk membuktikan dan menguji siapakah yang beriman teguh dan siapakah yang lemah. Di sini ujian iman yang menjadi tujuan pokok dan bu­kannya perpindahan kiblat itu sendiri. Ringkasnya, Allah menguji orang-orang beriman dengan cara yang dapat membuktikan siapa yang sejati dan siapa yang ragu. Sehingga orang yang telah mengerti ra­hasia dan hikmah agama, akan tetap teguh, tetapi bagi orang-orang yang beragama karena tradisi, tanpa pengertian akan menjadi bimbang dan ragu.{mospagebreak}
33. BANGSA YANG HANYA MENURUTI KEMAUANNYA SENDIRI
Allah berfirman : (Al-Baqarah : 145)
"Dan sungguh jika kamu bawakan bukti kepada orang-orang yang diberi kitab mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamu tidak a­kan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian mereka pun tidak akan mengikuti kiblat se­bagian yang lainnya. Dan sungguh kalau kamu mengikuti keinginan mereka sesudah datang kepadamu pengetahuan, sungguh kamu kalau begitu tergolong orang-orang yang dzalim"
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa kaum Ya­hudi tetap mengingkari kebenaran perintah berpin­dah kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram.  Mereka mengingkari kebenaran ini semata-mata me­lihat tradisi yang berlaku pada Bangsa Yahudi sela­ma ini. Dengan dasar tradisi ini mereka mencoba untuk mematahkan argumentasi berupa wahyu yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Untuk meneguhkan sikap Nabi dan kaum mus­slimin, maka Allah menjelaskan sikap Bangsa Yahu­di yang keras kepala di dalam mengingkari kebenaran. Oleh karena itu Allah menjelaskan bahwa sekalipun Nabi dan kaum muslimin membeberkan semua keterangan dan argumennya kepada kaum Yahudi, mereka tetap tidak akan mau mengikuti­nya. Bahkan di antara kaum Yahudi dan Nasrani sendiri saling berselisih soal kiblat.
Ummat Yahudi tetap pada kiblat mereka, ti­dak mau menghadap ke timur dan ummat Nasrani pun tetap pada kiblat mereka, tidak mau mengha­dap ke barat. Berhubung masing-masing golongan berpegang kepada tuntunannya sendiri, tidak peduli benar atau batil, tidak mau lagi melihat pada huj­jah dan keterangan. Karena taklid telah membuta­kan hatinya, sehingga tidak mau mencari apa fae­dah yang terkandung di dalamnya dan tidak mau pula untuk membandingkan dengan yang lain, guna mengikuti mana perkara yang baik dan lebih besar faedahnya.
Ayat tersebut bermaksud bahwa tidak patut seorang mukmin berpikir mengikuti kemauan suatu kaum, karena ingin menyenangkan hati mereka, karena kebenaran punya kebenaran sendiri. Maka ba­rang siapa menyimpang daripadanya dan mengikuti golongan penganut hawa nafsu demi mendapatkan keuntungan atau menghindari kerugian materi, maka ia telah dzalim terhadap dirinya sendiri dan terha­dap orang-orang yang menempuh jalan sesat ini.
Jika ancaman ini ditujukan kepada orang yang paling tinggi derajatnya di sisi Tuhannya, kalau ia berani mengikuti hawa nafsunya, demi mendapat simpati orang banyak dengan mengikuti perbuatan batil mereka, maka bagaimanakah perkiraan sauda­ra, kalau orang lain yang mengikuti kemauan orang banyak dan hawa nafsunya yang melanggar agama Allah? Karena itu hendaknya orang-orang mukmin mengerti bahwa mengikuti hawa nafsu manusia se­kalipun maksudnya baik adalah perbuatan dzalim yang besar, yang tidak ada bandingannya dengan yang lain, sekalipun diandaikan yang melakukan itu seseorang yang paling mulia derajatnya di sisi Allah (Nabi dan Rasul), maka tetap Allah catat sebagai kedzaliman.
Karena itu, bagaimana jadinya terhadap orang yang bukan tergolong dekat kedudukannya dengan Tuhannya?
Tidak bimbang lagi, bahwa seorang mukmin wajib mendengarkan ancaman ini dan yang seumpa­manya agar berpikir panjang dan memperhatikan keadaan kaum muslimin dewasa ini dan bagaimana dengan keadaan para ulama yang mengikuti kemau­an masyarakat dalam perbuatan bid'ah dan kesesat­an, padahal mereka tahu kalau perbuatan-perbuatan itu jauh dari ajaran agama. Mereka tidak merasa takut kepada larangan Allah, ancaman-Nya yang ke­ras dan tegah-tegahan-Nya yang menjadikan gunung-­gunung tunduk ketakutan.
Dan yang sangat mengherankan lagi ialah me­reka tunduk kepada hawa nafsu para raja dan pe­nguasa, sehingga mereka berani menyusun macam-macam helah dan fatwa demi memenuhi keinginan raja-raja dan penguasa tersebut. Dan dengan fatwa-­fatwa itu mereka dapat memenuhi dan mengikuti hawa nafsu mereka.{mospagebreak}
34. BANGSA YANG PALING MENGENAL CIRI NABI MUHAMMAD TAPI MENGINGKARINYA
Allah berfirman : (Al-Baqarah : 146)
"Orang-orang yang telah Kami beri Al-Kitab mengenalnya (Muhammad) seperti mereka me­ngenal anak-anak mereka sendiri. Dan sung­guh segolongan di antara mereka menyembu­nyikan kebenaran, padahal mereka mengeta­hui."
Dalam ayat ini seolah-olah Allah berfirman, "Mereka. itu mengenal Muhammad dengan sungguh-­sungguh, karena mereka telah memperoleh penjelas­an dari kitab-kitab suci mereka". Di dalam kitab­-kitab suci ini secara terperinci dijelaskan segala sifat dan tabiat Nabi yang akan datang, sehingga mereka mengenal ciri-ciri Nabi Muhammad seperti mereka mengenal ciri-ciri anak mereka, sehingga tidak satu pun ciri anak-anaknya itu yang luput da­ri perhatiannya.
Abdullah bin Salam, seorang Pendeta Yahudi yang kemudian masuk Islam sampai berkata, "Aku lebih banyak mengenalnya (Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) daripada me­ngenal anakku sendiri". Lalu Umar bertanya, "Meng­apa". Dia menjawab, "Karena aku tidak ragu-ragu lagi bahwa Muhammad seorang Nabi. Adapun anakku boleh jadi ibunya menyeleweng". Lalu Umar menci­um kepalanya. Demikianlah pengakuan salah seorang Pendeta Yahudi yang mendapat hidayah Allah. Juga sama dengan pengakuan Tamim Ad Daar, seorang bekas Pendeta Nasrani.
Walaupun kaum Yahudi mendapatkan fakta-­fakta sifat Nabi Muhammad itu ada di dalam kitab-­kitab suci mereka, namun golongan dari kaum Pendeta mereka mengingkari dan merahasiakan fakta kebenaran tersebut. Hanya sedikit dari golongan Pendeta Yahudi yang dengan jujur mengakui kebe­naran dan beriman kepada Nabi Muhammad. Se­dangkan mayoritas mereka tetap ingkar kepada Na­bi, karena sikap taklid dan kebodohan para pemim­pin mereka.
Karena itu pada ayat 147 QS. Al-Baqarah Allah memperingatkan kaum muslimin agar jangan mengikuti kata-kata kaum Yahudi dan Nasrani, ka­rena mereka selalu mengingkari kebenaran Ilahi. Kaum Yahudi dan Nasrani lebih dikuasai oleh sikap fanatik dan sentimen golongan, sehingga selalu apri­ori terhadap segala argumen dan keterangan yang datang dari orang lain.{mospagebreak}
35. BANGSA YANG DIKUTUK ALLAH KARENA MERAHASIAKAN KEBENARAN
Allah berfirman : (Al-Baqarah : 159)
"Sungguh orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa bukti-bukti ke­benaran dan petunjuk sesudah Kami menerang­kannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mere­ka itulah orang yang dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh orang-orang yang melak­nat."
Ayat ini menjelaskan bahwa ahli kitab, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani telah merahasiakan hal-­ihwal agama Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang  telah tertulis dalam Taurat dan Injil. Di dalam ke­dua Kitab suci ini dijelaskan bahwa ahli kitab yang merahasiakan kebenaran yang menerangkan ciri dan sifat Nabi Muhammad adalah orang-orang yang ber­hak mendapatkan laknat dari Allah. Disamping itu iapun mendapatkan kutukan dari para malaikat dan segenap manusia. Lebih jauh Al-Qur’an menjelaskan mengenai sebab-sebab kaum Yahudi mendapat lak­nat Allah sebagaimana tercantum dalam surat Al-­Maidah ayat 77-82. Garis besar isinya adalah seba­gai berikut:
a. membuat aturan agama secara berlebih-lebih­an;
b. mengikuti dorongan berbuat sesat;
c. gemar berbuat dosa;
d. tidak mau menegur temannya yang berbuat dosa;
e. menjadikan orang-orang yang kafir kepada A­llah sebagai pimpinan dan anutannya;
f. mayoritas masyarakat Yahudi bermental rusak;
g. sangat antipati terhadap Islam.
Akibat perbuatan-perbuatan seperti di atas, maka seluruh kaum Yahudi mendapat laknat dari Allah. (saya kira tidak semuanya lho, mas)
Pada hakekatnya ayat di atas adalah merupa­kan ketentuan umum yang mencakup semua ummat manusia, yaitu setiap orang yang merahasiakan ke benaran kepada orang lain atau menyembunyikan ilmu yang diketahuinya akan mendapat laknat Allah.
Ayat inipun memberikan pelajaran, bahwa orang yang melihat seseorang atau masyarakat me­langgar ketentuan-ketentuan Allah di                depan   matanya, atau melihat seseorang dengan terang-terangan merusak agama atau menyebarluaskan bid'ah, per­buatan-perbuatan sesat, tetapi ia berdiam diri dan tidak berjuang untuk melawannya, dengan lisan a­taupun tulisan, maka orang seperti ini juga mendapatkan laknat Allah. Ringkasnya setiap orang ber­iman yang membiarkan merajalelanya kemungkaran, akan mendapat laknat Allah sebagaimana dialami oleh kaum Yahudi.{mospagebreak}
36. BANGSA YANG PALING FANATIK TERHADAP TRADISI DAN LELUHURNYA
Allah berfirman : (QS. Al-Baqarah : 170)
"Dan bila kepada mereka dikatakan, "Ikuti­lah apa yang telah diturunkan Allah". Mere­ka menjawab, "Tidak, tetapi kami mengikuti apa yang kami dapatkan dari leluhur kami". Apakah mereka akan mengikuti juga sekalipun leluhur mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak mendapat petunjuk?"
Sebagaimana tersebut dalam peristiwa perpin­dahan kiblat, yang tercantum pada QS. Al Baqarah 192, bahwa kaum Yahudi mengingkari kebenaran perintah Allah untuk berpindah kiblat ke Ka'bah. Pe­nolakan mereka ini semata-mata beralasan kepada tradisi leluhur mereka.
Kemudian di dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa, golongan musyrik, termasuk kaum Yahudi ini apabila menerima ajakan untuk mengikuti wahyu-wahyu Ilahi, mereka selalu menolak. Alasannya ia­lah, bahwa mereka tetap mengikuti langkah-langkah nenek moyang dan tradisi leluhur. Mereka selalu bersikap membeo dan taklid. Kata-kata populer yang selalu mereka jadikan pegangan; "Kami selama ini hanya mengenal ajaran yang diwariskan para le­luhur dan para pemimpin kami yang terpandang."
Ungkapan-ungkapan dan kata-kata semacam ini selalu kita dapatkan pada segolongan manusia yang menolak seruan-seruan untuk berpegang kepada firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
Dalam ayat ini diberikan peringatan kepada bangsa Yahudi dan golongan manusia sejenisnya, ya­itu apakah mereka patut mengikuti tradisi leluhur di dalam segala bidang, sekalipun mereka dahulu sesat aqidah dan ibadahnya? Patutkah mereka menolak dalil yang masuk akal dan ibadahnya? Patut­kah mereka menolak dalil yang masuk akal dan fir­man-firman Tuhan yang menerangkan masalah aqi­dah dan ibadah?
Kepada golongan musyrik dan bangsa Yahudi yang bersikap fanatik terhadap warisan leluhur di­katakan sebagai perbuatan mengikuti langkah setan. Padahal sebenarnya yang mereka ikuti adalah ting­kah laku para pemimpin mereka yang menganjurkan pelestarian warisan leluhur dan tradisi nenek mo­yang. Ini berarti bahwa taklid kepada peninggalan leluhur adalah merupakan perbuatan setan itu sen­diri. Dengan demikian bangsa Yahudi yang fanatik terhadap tradisi dan leluhurnya adalah pengikut­-pengikut setan.{mospagebreak}
37. BANGSA YANG MENGANGGAP DAGANG DAN RIBA SAMA SAJA
Allah berfirman : (QS. Al Baqarah : 275)
"Orang-orang yang memakan riba, mereka ti­dak dapat berdiri melainkan seperti berdi­rinya orang-orang yang gila kesurupan se­tan. Demikian itu karena mereka telah        ber­kata, "Berdagang itu sesungguhnya sama de­ngan riba". Padahal Allah menghalalkan ber­dagang dan menghalalkan riba. Maka barang­siapa mau berhenti setelah datangnya nasihat ini dari Tuhannya kepadanya, maka bagi­nyalah apa yang sudah lalu dan perkaranya terserah kepada Allah. Tetapi barangsiapa yang mengulang kembali, maka merekalah penghuni neraka. Mereka akan kekal di dalamnya.
Bangsa Yahudi menghalalkan riba, karena ber­anggapan bahwa keuntungan dengan berjual-beli dan keuntungan membungakan uang sama saja. Mereka beranggapan, kalau menjual barang dengan harga Rp. 10,-- kontan, kemudian kalau dengan kredit Rp. 15,-- atau Rp. 20,-- dibolehkan, maka sebenarnya meminjamkan uang dengan bungapun juga diboleh­kan. Menurut mereka selisih bunga dalam kredit se­suatu barang adalah karena pengunduran waktu. Ji­ka pengunduran waktu semacam ini boleh dijadikan alasan untuk menaikkan harga barang, maka meng­apa meminjamkan uang dengan bunga tidak boleh?
Pendirian mereka semacam ini sebenarnya a­dalah berdasarkan pikiran analogis yang salah. Ke­salahannya ialah bahwa di dalam pembungaan uang secara otomatis merugikan satu pihak. Sedangkan dalam jual-beli (berdagang) pembeli dan penjual sa­ma-sama menghadapi barangnya yang nyata, baik manfaat yang dapat dirasakan seketika itu ataupun pemikiran untuk selama-lamanya.
Misalnya orang yang membeli gandum, maka ia membeli untuk dimakan atau diperdagangkan lagi, dan bukan untuk dibuang ke tanah. Dan harga ba­rang yang dibeli hanyalah dilakukan antara pembeli dan penjual berdasarkan kemauan bebas dan dengan kerelaan. Adapun riba berarti memberikan beberapa rupiah kepada peminjam, kemudian mengambilnya kembali berlipat ganda pada waktu yang lain. Apa yang diambilnya dari peminjam lebih dari pokok pinjaman bukanlah sebagai penukaran atau imbalan dari nilai barang atau kerja, tidak diambil atas da­sar kerelaan dan kemauan bebas, tetapi dengan paksa dan kebencian.
Jual beli sebagai sarana untuk mendapatkan sesuatu yang akan dimiliki dilakukan oleh seseorang dengan pilihan dan kemauan bebas serta adanya kemerdekaan tawar-menawar. Dengan demikian dalam jual beli tidak ada sifat pemaksaan sepihak. Sebab jual beli yang dilakukan dengan cara paksaan adalah tidak syah. Hal ini jauh berbeda dengan riba. Selain tidak ada kemerdekaan dan kebebasan pilihan pada pihak yang harus membayar bunga, pada pihak pem­beri pinjaman tidak mengalami resiko bila terjadi sesuatu yang merugikan. Bahkan pemberi pinjaman selalu bertambah keuntungannya sedangkan pemin­jam bertambah berat menanggung bunga uang.
Memperhatikan cara berpikir bangsa Yahudi yang menganggap dagang dan riba sama saja me­nunjukkan bahwa mereka mempunyai karakter lintah darat dan pemeras serta jauh dari perasaan belas kasihan kepada orang yang lemah. Maka dunia per­dagangan bila dikuasai oleh bangsa Yahudi niscaya akan menimbulkan malapetaka bagi urnmat manusia seluruh dunia. Bukti yang konkret pada zaman mo­dern ini ialah bencana yang menimpa negara-negara berkembang akibat yang dililit hutang akibat pinjaman yang berbunga dari Bank-Bank milik Yahudi di Amerika dan di Eropa Barat.{mospagebreak}
38. BANGSA YANG MENJADIKAN AG SEBAGAI ALAT KEBOHONGAN
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 23-24)
"Tidakkah Engkau melihat orang-orang yang telah diberi bagian dari Kitab suci, mere­ka diajak kepada kitab Allah untuk memisah­kan di antara mereka, kemudian segolongan mereka berpaling seraya mereka mengingkari." 23)
Demikian itu, karena mereka telah berkata, "Tidaklah api neraka akan menyentuh kami kecuali beberapa hari tertentu. Dan mereka telah terpedaya dalam agama mereka karena dusta yang mereka adakan."24)
Bangsa Yahudi sering berhakim kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan niat untuk memalukan keputusan-kepu­tusan yang ditetapkan beliau kepada mereka. Tetapi kalau putusan itu di luar yang mereka inginkan, la­lu mereka menolaknya dan pergi meninggalkan Na­bi. Pernah sekelompok orang Yahudi terkemuka ber­buat zina. Kemudian mereka datang kepada Nabi untuk minta pengadilan. Lalu Nabi menetapkan hukumannya sesuai dengan kitab suci mereka.  Namun ternyata menolak, sebab motif mereka datang kepada Nabi adalah untuk mendapatkan hukuman yang lebih ringan daripada yang ada di dalam kitab suci mereka.
Sekelompok pemuka Yahudi yang selama ini mengaku berpegang teguh pada kitab suci mereka, sehingga menolak kehadiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mengingkari kitab suci Al Qur'an, ternyata pada saat menerima keputusan hukum sebagaimana bunyi ke­tentuan kitab suci mereka sendiri juga mereka to­lak. Mereka sebenarnya selalu ragu-ragu terhadap agama mereka sendiri, akan tetapi pada saat mere­ka mengingkari kerasulan Muhammad dan Kitab Al-Qur'an, mereka jadikan kitab suci mereka sebagai kedok untuk membenarkan kekufuran mereka itu.
Sebagian dari kaum Yahudi mempunyai keya­kinan, walaupun mereka berbuat dosa apapun, na­mun hanyalah sementara saja mengalami siksa neraka di akhirat. Anggapan yang menganggap ringan adanya siksa neraka dan memandang kecil terhadap ancaman atas dosa-dosa yang mereka lakukan kare­na merasa punya hubungan darah dengan para Nabi mereka. Jadi mereka berani berbohong atas nama agama, yaitu sebagai keluarga dari para Nabi men­dapatkan suatu perlakuan istimewa di sisi Allah.
Orang-orang yang menganggap kecil ancaman Allah, karena beranggapan tidak akan turun ancam­an itu kepada orang yang semestinya dikenai hukuman, akan mengakibatkan orang seperti itu me­nyepelekkan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Sebab itu ia tanpa peduli melanggar kehor­matan agama, menganggap remeh pemenuhan kewa­jiban. Demikianlah keadaan semua ummat ketika mereka berani durhaka kepada agamanya dan tidak memperdulikan perbuatan-perbuatan dosa.  Hal ini telah terjadi pada bangsa Yahudi dan ummat Nas­rani kemudian ummat Islam. Karena kebanyakan ummat Islam dewasa ini punya anggapan bahwa se­orang muslim sekalipun berbuat dosa-dosa besar dan keji, mungkin ia akan mendapat syafaat atau sela­mat dengan membayar kafarat atau mungkin akan dimaafkan dan diampuni oleh Allah, karena karunia dan kebaikan Allah. Dan jika dosanya itu akan me­nerima siksa, maka siksanya sebentar. Kemudian keluar dari neraka masuk syurga. Sedangkan orang-­orang yang beragama lain akan kekal di dalam ne­raka, sekalipun mereka berbuat baik atau berbuat dosa.
Bangsa Yahudi yang terlanjur punya doktrin sebagai kekasih Tuhan dan manusia pilihan dengan sangat berani mengadakan kebohongan-kebohongan yang diatasnamakan ajaran agama. Doktrin-doktrin mereka yang mereka pandang sebagai ajaran agama adalah sebagai berikut:
a. merasa menjadi anak Tuhan dan kekasihnya;
b. manusia yang mendapat perlakuan istimewa di sisi Allah karena nenek moyangnya banyak yang menjadi Nabi;
c. bahwa Allah berjanji kepada mereka untuk ti­dak menyiksa keturunan Nabi Ya'qub kecuali hanya sebentar saja.
Semua doktrin ini tidak satu pun dapat mereka buktikan sebagai ketentuan yang tercantum di da­lam kitab suci mereka. Sebab itu mereka kemudian berusaha untuk memasukkan hal-hal tersebut ke da­lam keyakinan mereka dalam dongeng-dongeng. Oleh karena itu kalau kita tuntut supaya mereka menun­jukkan adanya firman Tuhan di dalam kitab suci mereka mengenai hal-hal tersebut, muncullah kebo­hongan-kebohongan mereka. Soal siksa misalnya a­dalah suatu masalah yang tidak dapat ditetapkan berdasarkan akal manusia. Karena soal ini bersifat ghaib. Dengan demikian mereka harus dapat menun­jukkan adanya wahyu dari Allah yang menyatakan bahwa siksa neraka bagi bangsa Yahudi hanyalah beberapa hari saja. Karena wahyu semacam ini ti­dak ada, jelaslah bahwa doktrin-doktrin agama yang mereka percayai di atas adalah suatu kebohongan.{mospagebreak}
39. BANGSA YANG TERLARANG BAGI KAUM MUKMININ UNTUK BERSETIA KAWAN
Allah berfirman: (QS. Ali -Imran : 28)
"Dan janganlah orang-orang beriman menja­dikan orang-orang kafir sebagai teman-teman lebih dari orang-orang beriman. Dan barang­siapa berbuat demikian, maka tidaklah ada (perlindungan) dari Allah sedikit pun. Ke­cuali karena kamu takut betul-betul (gang­guan) dari mereka. Dan Allah mengancam kamu dengan diri-Nya dan kepada Allah tempat kembal i."
Ahli-ahli sejarah telah meriwayatkan bahwa sebagian orang yang tadinya masuk Islam terkecoh oleh kegagalan dan kekuatan orang-orang kafir ke mudian mereka meninggalkan Islam dan memihak mereka. Soal seperti ini tidaklah aneh. Bahkan se­suatu yang sudah menjacli tabiat manusia.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia ber­kata, "Adalah Hajjaj bin Amr dan Ibnu Abil Huqai­qu dan Qais Ibnu Zaid, semuanya orang Yahudi ber­teman karib dengan beberapa orang Anshar. Mereka ini suka mengganggu agama orang-orang Anshar itu. Lalu Rifaah bin Mundair ini berkata, "Jauhilah orang-orang Yahudi itu. Tetapi beberapa orang An­shar enggan, bahkan tetap berteman karib dengan mereka, orang-orang Yahudi itu." Lalu turunlah a­yat ini.
Ayat di atas maksudnya, janganlah orang-orang beriman memuliakan orang-orang kafir, lalu me­nyampaikan rahasia-rahasia tertentu dalam soal-soal agama kepada, mereka dan mendahulukan kepenting­an mereka daripada kaum mukminin. Karena per­buatan seperti ini berarti mengutamakan mereka dan menyokong kekafiran, serta mengabaikan kei­manan.
Ringkasnya, orang-orang mukminin dilarang mcnjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat atau pimpinan, karena hubungan keluarga atau persahabatan jahiliyah atau karena tetangga atau hu­bungan pergaulan lain-lainnya. Tetapi seharusnya orang-orang mukmin memperhatikan apa yang men­jadi perintah Islam seperti mencintai dan membenci semata-mata haruslah berdasarkan pertimbangan agama. Berdasarkan pertimbangan inilah maka me­milih teman dekat sesama orang beriman lebih menjadikan baik kepentingan agama mereka dari­pada berteman karib dengan orang-orang kafir.
Tetapi jika hubungan teman karib dan kawan perjanjian itu untuk kepentingan bersama kaum mus­limin, maka tidak ada salahnya. Sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengadakan perjanjian persahabatan dengan suku Khuza'ah yang masih musyrik. Begitu pula ti­dak salah seorang muslim percaya dan berhubungan baik dengan orang-orang bukan Islam dalam urusan keduniaan.
Akan tetapi bila dalam keadaan tertentu yang mengharuskan kaum mukminin untuk mengambil go­longan kafir sebagai teman kerja sama, maka hal ini dibolehkan.
Jika menjadikan mereka sebagai teman itu di­bolehkan, karena adanya bahaya, maka adalah lebih utama membolehkan mengambil mereka sebagai te­man dekat di dalam urusan yang menguntungkan ummat Islam. Jadi tidak ada salahnya suatu negara Islam, bila mengadakan perjanjian persahabatan de­ngan negara non-Islam bila membawa keuntungan yang lebih baik, mungkin untuk menolak bahaya a­tau memperoleh keuntungan. Tetapi tidak boleh mengadakan perjanjian persahabatan di dalam sesu­atu hal yang merugikan ummat Islam. Kebolehan ini tidak hanya terbatas ketika keadaan lemah, te­tapi berlaku pada segala waktu.{mospagebreak}
40. BANGSA YANG PERTAMA-TAMA MERENCANAKAN PEMBUNUHAN ISA AS
Allah berfirman : (QS. Ali Imran : 52-54)
"Maka tatkala Isa merasakan kekufuran mere­ka, lalu ia berkata, "Siapakah menjadi pem­belaku di jalan Allah?" Lalu orang-orang Hawari berkata, "Kami adalah penolong-peno­long Allah. Kami beriman kepada Allah. Dan saksikanlah, bahwa kami sungguh-sungguh orang-orang yang berserah diri." 52)
"Wahai Tuhan kami, kami beriman kepada yang Engkau turunkan. Dan kami mengikuti Rasul. Maka catatlah kami bersama orang-orang yang menyaksikan! 53)
"Dan mereka memperdayakan, tetapi Allah ju­ga memperdayakan. Dan Allah sebaik-baik (pembalas) orang-orang yang memperdayakan." 54)
Tatkala Islam mengetahui bangsa Yahudi tetap bersikap kafir, bermaksud menganiayanya, dan me­mang orang-orang Yahudi sering kali menganiaya beliau, mengejek dan mencemoohkannya. Kepada Isa mereka berkata, "Cobalah engkau terangkan si fulan tadi malam makan apa atau ia menyimpan apa di rumahnya besok pagi?" Bila pertanyaan ini dijawab oleh Nabi Isa dengan tepat, mereka pun tetap mengejeknya. Lebih daripada itu bangsa Ya­hudi bermaksud membunuh beliau. Karena itu beliau lalu menjadi takut dan bersembunyi, sehingga be­liau dan ibunya pergi mengembara meninggalkan kampung halamannya.

Di saat Nabi Isa dalam pengejaran bangsa Ya­hudi ini, ia kemudian berkata kepada para sahabat­nya, "Siapakah yang bersedia menyerahkan jiwanya karena Allah untuk membela diriku mengikuti jejak­ku meninggalkan jejak masyarakat yang tidak baik kemudian mau membela para Rasul Allah? Seruan Nabi Isa ini mendapat jawaban dari murid-muridnya yang dinamakan kaum Hawari. Para sahabat beliau ini berkata, "Kamilah penolong agama Allah, peju­ang yang rela berkorban memperkokoh dakwahmu, sahabatnya yang setia mengikuti ajaranmu dan meninggalkan sikap membeo kepada para leluhur.
Kaum Yahudi berupaya dengan segenap tenaga dan mengatur segala tipu daya untuk dapat mernbu­nuh Nabi Isa. Karena itu mereka menugaskan se­seorang untuk membunuh dan merayu Nabi Isa agar beliau mau datang ke suatu tempat yang mereka katakan sebagai tempat perlindungan, sehingga di tempat itu Nabi Isa dapat dibunuh. Tetapi tipu daya mereka ini gagal. Sebab di saat mereka datang menggerebek tempat persembunyian Nabi Isa dengan tiba-tiba Nabi Isa diangkat oleh Allah ke langit, lalu dimunculkan seorang dengan wajah mirip Nabi Isa, sehingga orang inilah yang kemudian mereka bunuh.
Bangsa Yahudi bukan hanya menjadi orang pertama yang berusaha untuk melenyapkan Nabi Isa dari permukaan bumi, tetapi juga mereka merupa­kan bangsa yang pertama membunuh Nabi-Nabi se­belumnya.{mospagebreak}
41. BANGSA YANG PALING SENANG MEMBUAT SIASAT KERAGU-RAGUAN
Allah berfirman (QS. Ali-Imran : 72 - 73)
"Segolongan (lain) dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang di­turunkan kepada orang-orang beriman pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhir­nya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada keingkaran)". "Dan jangan­lah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamanya. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah) kamu percaya bahwa akan diberikan kepada sese­orang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan bahwa mereka akan menyalahkan hujjahmu di sisimu". Katakanlah, "sesungguhnya karu­nia di tangan Allah, Allah memberikan karu­nia-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki­Nya dan Allah Maha luas pemberian-Nya dan Maha Mengetahui 73).
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari lbnu Abbas, ka­tanya, "Abdullah bin Shaib dan Adi bin Zain serta Haris bin Auf saling berkata satu sama lain, "Marilah di waktu pagi kita beriman kepada ajaran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya, tetapi di waktu sore kita kembali kafir, supaya mereka bingung terhadap agama mereka, mudah-mudahan mereka akan berbuat seperti yang kita perbuat sehingga mereka dapat kembali menja­di kafir:' Lalu Allah menurunkan ayat mengenai perangai mereka itu, ayat 72 ini.
Sasaran golongan ini ialah merusak manusia, sehingga mereka (sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) berkata, "Seki­ranya mereka hendak melihat kebathilan Islam, ten­tu mereka tidak akan keluar sesudah menjadi orang Islam. Karena tidak masuk akal seseorang yang te­lah mengetahui kebenaran lalu meninggalkan kebe­naran tanpa sebab. Lebih-lebih lagi mereka sampai mengeluarkan pernyataan bahkan berani berbuat yang demikian".
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, kata­nya, "Orang-orang Yahudi shalat shubuh bersama Nabi, tetapi sore hari mereka kafir karena ingin berbuat tipu daya, supaya manusia bisa melihat, bahwa mereka telah mengetahui kesesatan agama Islam setelah mereka mengikutinya."
Tidak aneh bila segolongan di antara mereka menggunakan tipu daya seperti itu, karena mereka tahu, salah satu tanda kebenaran ialah orang yang sudah mengetahuinya tidak mau melepaskannya. Hal ini dapat ditunjukkan oleh pernyataan Heraclius, raja Romawi kepada Abu Sufyan pada waktu ia ma­sih kafir, ketika ia bertanya tentang hal-ih­wal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada waktu beliau berse­ru kepada agama Islam. "Adakah orang yang keluar dari agama itu setelah ia memasukinya ?" Jawab Abu Sufyan, "Tidak ada".
Allah telah memperingatkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan tipu daya mereka, memberitahukan rahasia mereka, supaya tipu daya itu tidak mempengaruhi hati orang-orang mukmin yang lemah. Dan perbuatan mereka yang keji itu belum pernah ada orang lain yang melakukan sebelumnya, sehingga peringatan itu menjadi penangkal bagi mereka. 
Ayat tersebut di atas berisikan berita ghaib yang merupakan mukjizat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sikap kaum Yahudi terhadap kebenaran sangat rasialis sekali. Para pemimpin Yahudi memerintah­kan kepada masyarakatnya.  "Janganlah kamu per­caya kepada siapapun kecuali orang-orang yang se­agama dengan kamu". Pernyataan seperti ini me­nunjukkan adanya keyakinan mereka bahwa orang yang bisa menjadi Nabi atau Rasul Allah dari ka­langan bangsa Yahudi. Bahkan mereka bersikap ber­lebih-lebihan dan menghinakan golongan-golongan lain. Mereka berkeyakinan hanya yang keluar dari merekalah yang baik, sedang yang keluar dari go­longan lain pasti buruk.
Ringkas kata, janganlah ka­mu beriman secara formal itu, yang di waktu siang datang kepadamu menyatakan kepadamu menyata­kan beriman. Tetapi berimanlah seperti orang yang mengikuti agama kamu sejak awal mulanya. Mere­ka yang beriman secara formal yaitu sebagian orang Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan untuk ke­luar kembali. Mereka bersuka cita dan penuh se­mangat keluar dari Islam. Dan sebaliknya penuh ke­marahan dan kebencian terhadap keislaman mereka dahulu.
Dari ayat di atas dengan jelas dilukiskan be­tapa hebatnya kaum Yahudi menggunakan siasat ra­sa ragu-ragu terhadap kebenaran Islam, sehingga dapat mengelabuhi mata ummat manusia untuk me­lihat kebenaran Islam. Karena itu adanya tehnik menimbulkan keraguan terhadap kebenaran Islam yang digunakan oleh sarjana Barat (kaum Orientalis) ataupun musuh-musuh Islam lainnya, seluruhnya bersumber dari cara-cara bangsa Yahudi ini.{mospagebreak}
42. BANGSA YANG SUKA MENGINGKARI AMANAH ORANG
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 75)
"Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang ba­nyak, dikembalikannya kepadamu, dan di an­tara mereka ada orang yang jika kamu mem­percayakan kepadanya harta yang sedikit, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali ji­ka kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang Arab". Mereka berdusta atas nama Allah, padahal mereka mengetahui."
Segolongan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) berusaha memperdayakan ummat Islam, agar mere­ka keluar dari agama Islam. Dan segolongan lagi berani menghalalkan memakan harta orang Islam dan orang lain secara bathil, karena beranggapan perbuatan tersebut tidak dilarang oleh agama mere­ka, kecuali kalau dilakukan secara khianat terhadap sesama Bani Israil.

Ringkasnya, Ahli Kitab ini terbagi 2 golongan:
a. Yang bersikap amanat terhadap harta yang banyak maupun sedikit. Contohnya, Abdullah bin Salam. la pernah dititipi seorang Quraisy sebanyak 1.200 uqiyah emas, dan ia jaga de­ngan baik amanah ini.
b. Yang khianat terhadap amanat. la menging­kari titipan orang kepadanya walaupun jumlah­nya sedikit. Dan dia tidak mau menunaikan amanah kepadamu, kecuali kalau kamu terus menerus menuntutnya atau memperkarakannya ke pengadilan. Termasuk dalam golongan ini ialah Ka'ab bin Asyraf. la pernah dititipi se­orang Quraisy uang satu dinar, kemudian di­ingkarinya.
Lebih jauh Allah menjelaskan bahwa kaum Ya­hudi mempunyai anggapan sesat, yaitu bahwa tidak­lah berdosa kalau tidak bersikap amanat terhadap harta benda orang-orang Arab dan non-Yahudi lain­nya. Bagi bangsa Yahudi mengkhianati amanat yang diberikan oleh orang-orang non Yahudi tidaklah akan menjadikan Allah murka kepada mereka.
Anggapan sesat ini dicela oleh Allah. Menurut orang-orang Yahudi bahwa Allah murka terhadap orang-orang non-Yahudi serta memandangnya ren­dah, sehingga golongan manusia non-Yahudi tidak mempunyai hak apapun terhadap harta kekayaan dan harta mereka tidaklah mendapat perlindungan hu­kum. Karena segala cara yang dapat digunakan un­tuk merampas harta orang-orang non-Yahudi dianggap tidak berdosa.
Anggapan bangsa Yahudi yang sesat semacam ini jelas merupakan suatu tipu daya, pengelabuan dan fanatik keagamaan yang berlebihan serta penghinaan terhadap adanya hak pemilikan pada setiap orang.
Ibnu Jarir meriwayatkan sebagai berikut: "Se­kelompok ummat Islam menjual kepada orang Yahu­di beberapa barang mereka pada zaman Jahiliyah.  Tatkala mereka ini masuk Islam, mereka menebus harga barangnya, tetapi orang-orang Yahudi menja­wab, "Kami bukanlah golongan yang amanat. Dan kami tidak berkewajiban melunasi hutang kami ke­padamu. Karena kamu telah meninggalkan agama yang dahulu kamu ikuti, seraya mereka mengaku bahwa mereka mendapatkan di dalam kitab mereka ketentuan yang demikian itu.
Al-Qur'an menyatakan bahwa kaum Yahudi mengetahui secara persis betapa dustanya anggapan mereka yang kosong ini. Karena ajaran Allah yang ada pada kitab-Nya dan Taurat yang ada di tangan mereka tidak ada keterangan yang membenarkan khianat terhadap orang-orang Arab dan memakan harta mereka secara bathil. Mereka tahu dengan sebenar-benarnya ketentuan Allah. Tetapi karena mereka tidak suka berpegang kepada kitab sucinya semata, melainkan mengikuti pendeta-pendeta mere­ka dan menganggap fatwa mereka sebagai agama, padahal mereka ini mengeluarkan fatwa agama me­nurut akal dan hawa nafsunya serta memutar-ba­likkan ayat-ayat Kitab Suci untuk menguatkan pen­dapat-pendapat mereka.  Di dalam pendapat-penda­p'at seperti inilah mereka menemukan suatu pem­benaran terhadap anggapan mereka itu.
Al-Qur'an menegaskan bahwa perbuatan bang­sa Yahudi berkhianat terhadap amanat orang-orang non-Yahudi tetap sebagai perbuatan dosa. Kamu (bangsa Yahudi) tetap berkewajiban memenuhi jan­ji-janji kamu yang telah ditentukan, dan memenuhi semua amanat. Bila seseorang meminjamkan harta­nya kepada kamu sampai batas waktu tertentu menjual barangnya kepada kamu dengan harga jatuh tempo pembayaran atau dititipi suatu amanat, ma­ka wajiblah engkau memenuhi dan menguatkan hak orang itu pada saat tiba temponya tanpa perlu di­tagih atau diajukan ke pengadilan. Hal seperti ini sesuai dengan ketentuan fitrah dan ketetapan aga­ma.
Ayat ini mengisyaratkan, bahwa bangsa Yahu­di beranggapan, pada hakekatnya memenuhi janji bukanlah suatu kewajiban mutlak. Bahkan mereka memperbedakan siapa lawan perjanjiannya itu. Jika sama-sama Bani Israil, wajib dipenuhi, tetapi kalau orang lain, tidak wajib.{mospagebreak}
43. BANGSA YANG SUKA MENGADA-ADA URUSAN AGAMA
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 78)
"Di antara mereka sungguh ada segolongan yang merubah ucapan mereka dalam membaca Al-Kitab supaya kamu menyangka yang dibaca­nya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al-Kitab dan mereka mengatakan, "Ia dari sisi Allah", padahal ia bukan da­ri sisi Allah. Mereka berkata dusta atas nama Allah, sedang mereka mengetahuinya".
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa golongan ini adalah orang-orang Yahudi yang datang kepada Ka'ab bin Asyraf, seorang tokoh yang sangat memusuhi Rasulullah, banyak menyakiti beliau dan mengganggunya. Mereka inilah yang mengubah dan menulis sebuah kitab dengan mengubah keterangan mengenai ciri-ciri Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Buku yang mereka susun ini dijadikan pegangan oleh Yahudi Bani Quraidhah, lalu mereka campur dengan kitab suci yang ada pada mereka. Ketika mereka memba­ca Al-Kitab, mereka membacanya dengan meng­ubah ucapannya, sehingga menimbulkan dugaan pa­da orang banyak bahwa yang dibaca itu adalah Tau­rat.
Para pendeta Yahudi yang melakukan kutipan kata-kata berasal dari tokoh-tokoh mereka kemudian disisipkannya di dalam rangkaian pembacaan kitab suci mereka adalah dimaksudkan untuk mengelabui ummat Islam. Dengan cara semacam ini diharapkan ummat Islam percaya bahwa kata-kata yang mere­ka baca itu adalah berasal dari sisi Allah, padahal sebenarnya adalah buatan mereka sendiri.
Dengan demikian kata-kata yang mereka si­sipkan di tengah pembaca kitab suci mereka ada­lah kedustaan ciptaan mereka sendiri. Maka ayat Al-Qur'an ini mencela keras perbuatan mereka dan sekaligus menjelaskan betapa hebatnya kekurang­ajaran mereka di dalam memutarbalikkan agama mereka. Kaum Yahudi bukan hanya melakukan ke­bohongan secara sembunyi-sembunyi di dalam meng­ada-ada urusan agama mereka, bahkan secara bera­ni mengatasnamakan sebagai wahyu dari Allah. Me­reka berani berbuat kurangajar semacam ini, kare­na punya anggapan, bahwa dosa apapun yang mere­ka lakukan tentu akan diampuni oleh Allah. Sebab mereka sebagai kekasih Allah dan bangsa pilihan.
Ayat inipun menegaskan bahwa dusta yang di­lakukan oleh kaum Yahudi dengan kedok agama Allah adalah tindakan yang sengaja, bukan karena kekeliruan.
Penyakit kaum Yahudi semacam ini juga me­nimpa sebagian besar ummat Islam dewasa ini. Me­reka punya anggapan sudah pasti masuk syurga, biar dosa apapun yang mereka lakukan. Karena mereka punya keyakinan bahwa setiap orang Islam mesti akan mendapat pertolongan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, asalkan mengaku beragama Islam, walaupun tidak melaksana­kan syari'at Islam, bahkan melakukan perbuatan yang biasa dilakukan orang kafir atau munafik.{mospagebreak}
44. BANGSA YANG MENJADIKAN AGAMA SEBAGAI ALAT MEMPERBUDAK BANGSA LAIN
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 79 - 80)
"Sama sekali tidak benar seseorang manusia yang Allah beri kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manu­sia, "Jadilah kamu penyembahku, bukan pe­nyembah-penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata), "Jadilah kamu ahli agama yang bertaqwa, kerena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan selalu mempelajarinya".79) "Dan (sama sekali tidak benar baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh­mu berbuat kekefiran di waktu kamu sudah Islam". 80)
Ibnu Ishaq dll. meriwayatkan dari Ibnu Abbas, katanya, Abu Rafiq Al-Quradli ketika para pende­ta Yahudi dan Nasrani dari Najran berkumpul di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan Nabi mengajak mereka ke­pada Islam, ia berkata, "Wahai Muhammad, apakah engkau ingin kami menyembahmu, seperti orang-­orang Nasrani menyembah Isa?" Lalu seorang laki­laki Nasrani dari Najran, berkata, "Atau seperti tuan inginkan ?" Lalu Rasulullah menjawab, "Aku berlindung kepada Allah dari kami menyembah se­lain Allah atau menyuruh manusia menyembah se­lain Dia. Tidak untuk itu Allah mengutusku dan tidak untuk itu aku diperintah". Kemudian Allah menurunkan ayat ini.
Di dalam ayat ini Allah mencela kaum Yahu­di yang menyalahgunakan rahmat Allah berupa pem­berian agama sebagai alat untuk menyeru manusia agar menyembah dirinya. Perbuatan orang Yahudi yang mengajak manusia menyembah diri mereka sa­ma halnya menjadikan agama sebagai alat memper­budak bangsa lain. Agama yang Allah berikan kepa­da bangsa Yahudi memerintahkan kepada mereka untuk mengajak manusia menyembah kepada Allah saja, mengajak mereka mengetahui hukum-hukum Allah. Jadi seharusnya bangsa Yahudi menjadi con­toh bagi manusia lain dalam taat dan beribadah ke­pada Allah, dan menjadi guru yang mengajarkan Ki­tab Allah kepada manusia. Akan tetapi yang dilaku­kan oleh bangsa Yahudi justru sebaliknya. Mereka telah mengadakan suatu cara untuk berhubungan de­ngan Allah, yaitu dengan mengadakan perantara an­tara seseorang dengan Allah misalnya sebagai pem­baca do'a. Dengan adanya lembaga perantara ini mereka telah melanggar ketentuan hukum melaku­kan penyembahan kepada Allah dengan cara yang sebersih-bersihnya. Tindakan lain yang mereka laku­kan di dalam membentuk lembaga perantara ini ya­itu mereka mengangkat para wali untuk menjadi penghubung manusia awam dengan Allah.
Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bangkit menghadapi kaum Yahudi memperingatkan kepada mereka agar mere­ka menyembah Allah secara langsung tanpa perantara apapun, Rasulullah menyuruh agar setiap orang tekun mempelajari Kitab Allah dan mengamalkan­nya, supaya menjadi ahli agama yang bertaqwa, yang diridhai Allah.
Al-Qur'an pun menegaskan bahwa Nabi sama sekali tidak pernah menyuruh manusia menyembah dan bersujud kepada para Nabi ataupun para malai­kat di samping menyuruh mereka mengesakan Allah dan mentaatinya. Jika benar, seorang Nabi berbuat begitu, maka perbuatan semacam itu menunjukkan pada kekafirannya, hilang kenabiannya dan ketiada­an iman.
Bangsa Yahudi yang mengajarkan kepada ma­nusia bahwa Uzair adalah putra Allah dan kemudian mengajak menyembah kepada Uzair pada hakekat nya adalah sama dengan mengajak manusia me­nyembah kemuliaan bangsa Yahudi di tengah ummat manusia lainnya. Dengan keyakinan bahwa di tengah bangsa Yahudi lahir seorang putra Tuhan, maka di­harapkan manusia yang lain memperlakukan bangsa Yahudi secara istimewa. Dan ini berarti melalui agama bangsa Yahudi memperbudak bangsa lain. Karena dengan melalui jalur agama ini bangsa Ya­hudi dapat menetapkan hukum dengan kehendaknya sendiri untuk diberlakukan kepada bangsa-bangsa lain dengan tujuan mengajak mereka untuk tunduk pada kemauan bangsa Yahudi.
Barangsiapa yang memperhatikan perkumpulan-­perkumpulan internasional yang disponsori bangsa Yahudi, seperti perkumpulan Lions Club, Rotary Club, Sarjana Ahli Perbandingan Agama, Pertukar­an Pelajar dan Pemuda Internasional, Korps Sukare­lawan Perdamaian, akan mengetahui bahwa segala tata tertib yang mereka ciptakan pada hakekatnya mengabdi pada kepentingan bangsa Yahudi.{mospagebreak}
45. BANGSA YANG INGIN MEMBUAT AGAMA LAIN SEBAGAI TANDINGAN AGAMA ISLAM
Allah berfirman : QS. Ali-Imran : 83 - 85
"Apakah mereka mencari agama selain dari agama Allah, padahal hanyalah kepada-Nya segala yang di langit dan di bumi berserah diri, baik dengan suka hati atau terpaksa dan kepada-Nya mereka dikembalikan” 83)
Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail. Is­haq, Ya'qub dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membedakan seorang pun di antara mereka, dan kami ber­serah diri kepada-Nya."84)
'Barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima (amal) daripada­nya dan dia di akherat termasuk orang-orang merugi.'85)
Kaum Yahudi dan Ahli Kitab pada umumnya meninggalkan kebenaran yang dibawa oleh Nabi Mu­hammad. Padahal kebenaran yang mereka hadapi tidak dapat dibantah sedikit pun. Mereka kemudian mencari agama selain Islam.
Salah satu dalih yang digunakan bangsa Yahu­di untuk meninggalkan Islam ialah dengan mengata­kan bahwa mereka adalah pewaris agama yang di bawa oleh Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, Mu­sa dan Isa as. Semua Nabi yang disebut bangsa Ya­hudi ini adalah membawa ajaran Allah yang sama dengan yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bahkan Al-Qur'an mengatakan bahwa Nabi dan kaum muslim bukanlah orang yang mengakui seba­gian Rasul, tetapi kafir sebagian lainnya, sebagai­mana dilakukan oleh bangsa Yahudi dan kaum Nas­rani.
Para Nabi ini dapat diibaratkan dengan para amir yang jujur lagi amanat yang diutus oleh raja seca­ra bergantian untuk mengurus salah satu wilayah kerajaannya, membangun kepentingan penduduknya dan membuat undang-undang yang bermanfaat un­tuk memerintah wilayah tersebut. Lalu ada kalanya seorang amir di belakangnya mengubah sebagian un­dang-undang yang sama, sejalan dengan perkembang­an penduduknya dan adat-istiadat mereka, sebagai­mana is saksikan dari suasana yang hatinya kasar menjadi halus, dan yang tadinya bodoh menjadi ber­ilmu, yang tadinya biadab menjadi beradab. Tujuan dilakukannya, perubahan ini ialah demi kesejahtera­an mereka dan memperluas kebahagiaannya serta membawa mereka kepada keadaan yang sejahtera.
Bangsa Yahudi dengan agamanya ternyata ti­dak menjadikan mereka sebagai manusia yang da­pat berjiwa pasrah dan tunduk kepada Allah. Agama Yahudi telah menjadi suatu cara hidup yang berlawanan dengan akal sehat dan fitrah manusia. Sebagai bukti ialah doktrin mereka, bahwa mereka menjadi kekasih Tuhan, sedangkan manusia yang lain menjadi budak mereka, Tuhan akan mengam­puni dosa orang Yahudi, walaupun betapa besar ke­jahatannya, karena mereka adalah manusia pilihan. Doktrin-doktrin semacam ini menyebabkan mereka menolak ajaran Islam yang mengajarkan adanya persamaan derajat bagi setiap manusia dan pertang­gunganjawaban manusia atas setiap tindakannya kepa da Allah.
Agama yang tidak bisa menjadikan penganut­nya berjiwa pasrah dan tunduk kepada Allah, ada­lah merupakan sekedar rangkaian slogan dan tradisi yang tidak membawa manfaat kepada ummat manu­sia. Bahkan akan menambah kerusakan jiwa dan kebingungan. Jika agama telah menjadi sekumpulan slogan dan tradisi, pada saat itu akan menjadi sum­ber kebencian dan permusuhan sesama manusia di dunia ini.
Bangsa Yahudi telah merasakan bahwa agama mereka hanya tinggal serangkaian slogan dan tradi­si dan penuh dengan kebingungan dan sumber kerusakan moral. Walaupun Islam datang kepada mere­ka membawa ajaran yang membangkitkan kesegar­an jiwa dan memberikan cahaya terang benderang, tapi karena kebencian mereka kepada Islam, mere­ka menolaknya dan berusaha menciptakan agama tandingan. Agama tandingan yang hendak mereka sodorkan ini, mereka tawarkan sebagai warisan da­ri Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq. Maka tidaklah mengherankan kalau sampai saat ini bangsa Yahudi dengan penuh kecongkakan membanggakan diri seba­gai pewaris agama Nabi-Nabi Bani Israil yang ber­sumber dari Nabi Ibrahim. Dan pada hakekatnya pernyataan mereka ini adalah sebagai kedok untuk menciptakan agama lain sebagai tandingan dari agama Islam.{mospagebreak}
46. BANGSA YANG KEDZALIMANNYA MEMPERSULIT HATINYA MELIHAT KEBENARAN
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 86 - 87)
"Bagaimana Allah akan memimpin suatu kaum yang kafir sesudah beriman, padahal mereka telah mengakui kerasulan (Muhammad) adalah benar dan telah datang bukti-bukti kepada mereka ? Allah tidak memimpin orang-orang yang dzalim." 86)
"Kepada mereka itu balasannya adalah sung­guh-sungguh laknat dari Allah, dan malai­kat serta seluruh manusia." 87)
Abdullah bin Khumaid dan lain-lain meriwa­yatkan dari Al-Hasan bahwa Ahli Kitab dari kaum Yahudi dan Nasrani mengetahui sifat-sifat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam Kitab Suci mereka dan mereka mengakui serta bersaksi bahwa beliau adalah Ra­sul yang benar. Tetapi ketika Rasul ini bangkit da­ri luar golongan mereka, mereka dengki kepada bangsa Arab atas kejadian ini. Karena itu mereka mengingkarinya dan kafir kepadanya, padahal dulu mereka mengakuinya. Hal ini disebabkan kedeng­kiannya kepada bangsa Arab, ketika ternyata bah­wa orang yang dibangkitkan menjadi Rasul ini bu­kan dari golongan mereka.
Bangsa Yahudi punya kesaksian bahwa kera­sulan Muhammad adalah benar. Sebagaimana ter­muat dalam berita-berita gembira dari para                                                                     Nabi Bani Israil. Mereka sangat menginginkan untuk menjadi pemimpinnya di saat Nabi yang dijanjikan ini datang. Tetapi setelah mereka menyaksikan bah­wa bukti dan tanda-tanda kebenaran dari seorang Nabi yang dijanjikan itu adalah Muhammad yang berasal dari bangsa Arab ini, dengan tiba-tiba mere­ka menjadi kafir dan mengingkarinya.
Perbuatan orang Yahudi mengingkari bukti ke­benaran yang melekat pada diri Muhammad seba­gai Nabi yang dijanjikan adalah perbuatan dzalim.Karena mereka menyimpang dari jalan yang benar, menolak pemikiran yang rasional di dalam mengha­dapi bukti-bukti kenabian yang ada pada diri Mu­hammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bangsa Yahudi dinyatakan jauh dari kemung­kinan untuk mendapat hidayah dari Allah karena mereka telah menolak sunatullah yang berlaku pada hamba-Nya. Salah satu sunnatullah di dalam memberi hidayah kepada manusia untuk dapat mengetahui kebenaran ialah dengan mengetengahkan dalil dan bukti-bukti, sehingga rintangan yang menghalangi kebenaran dapat dilenyapkan. Sedang­kan bukti-bukti dan dalil-dalil yang diberikan kepa­da Bangsa Yahudi untuk mengenal diri Nabi Muham­mad telah diutarakan jauh sebelum beliau dilahir­kan dan dibawa oleh para Nabi Bani Israil sendiri.
Penolakan Bangsa Yahudi terhadap kerasulan Nabi Muhammad menyebabkan memperoleh laknat Allah, para malaikat dan segenap ummat manusia. Sebab dengan adanya manusia mengetahui kedzalim­an bangsa Yahudi di dalam memperlakukan kebe­naran sehingga mereka menjadi bangsa yang penuh kebingungan dan kerusakan mental, maka serta-mer­ta membuat manusia lain melaknat mereka. Adalah menjadi fitrah manusia bersikap marah terhadap orang yang berlaku dzalim terhadap kebenaran.
Perilaku manusia semacam Bangsa Yahudi ini bagaimana mungkin dapat memperoleh hidayah da­ri Allah, padahal mereka menjadi kafir terhadap hal-hal yang tadinya telah mereka imani dan ber­janji untuk mentaatinya sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh para Nabi mereka di dalam Kitab-Kitab Suci mereka. Dengan demikian peno­lakan bangsa Yahudi untuk beriman kepada Nabi Muhammad dan mengikuti ajaran-ajaran yang be­liau bawa adalah karena kedzaliman mereka. Ke­dzaliman ini menutup hati nurani mereka untuk me­lihat atau membenarkan kebenaran.{mospagebreak}
47. BANGSA YANG SUKA MENGHALANGI ORANG BERJALAN PADA KEBENARAN
Allah berfirman : (Ali-Imran : 99)
"Katakanlah, "Hai ahli kitab, mengapa kamu membelokkan orang-orang yang telah beriman dari jalan Allah, kamu menghendakinya men­jadi bengkok, padahal kamu menyaksikan ?" Allah sekali-kali tidak lalai terhadap per­buatan-perbuatan kamu."
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Said bin As­lam, ia berkata, "Sya'as bin Qois, seorang Yahudi yang sangat permusuhan dan celaannya pada kaum muslimin, pada suatu hari lewat di depan beberapa orang sahabat Nabi yang sedang duduk bercakap-ca­kap, terdiri dari suku Aus dan Khazraj. Kedua su­ku ini tampak rukun setelah datang Islam pada me­reka. Padahal di zaman Jahiliyah dahulu mereka saling bermusuhan. Melihat hal ini Sya'as merasa gusar dan beranggapan bahwa, kalau suku Aus dan Khazraj menjadi bersatu di negeri ini, bangsa Yahu­di nantinya tidak akan memperoleh tempat untuk berdiam. Lalu iapun menyuruh seorang pemuda Ya­hudi yang berjalan bersamanya seraya diperintah­kan kepadanya, "Datanglah ke tempat mereka itu. Duduklah bersama mereka, kemudian bangkitkanlah kepada mereka kenangan perang Ba’ats. Pemuda ini kemudian mendatangi mereka seraya mengucapkan beberapa bait syair yang mengingatkan pertumpah­an darah itu. Maka terjadilah pertengkaran di anta­ra kedua suku tersebut sehingga ada dua orang da­ri suku ini yang melompat ke depan dan saling mengatai, sehingga terlontarlah ucapan  "Demi Allah, kalau kalian bersedia, bolehlah kita meng­ulang kembali gejolak muda dahulu itu (maksudnya perang). Maka kedua suku ini terbakar oleh rasa marah dan menjawab, "Silakan, kami pun mau, Tunggulah di Harrah (satu tempat yang di luar Ma­dinah)." Lalu mereka keluarlah ke tempat tersebut dan orang banyak sudah bersiap-siap. Suku Aus la­lu berkumpul. Begitu pula suku Khazraj, memenuhi panggilan yang menjadi tradisi pada zaman Jahili­yah. Kejadian ini sampailah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian beliau bersama dengan beberapa sahabat Muhajirin mendatangi mereka, kemudian mengingat­kan, "Ingatlah kepada Allah ! Apakah kalian ini mengikuti ajakan Jahiliyah, padahal aku masih ada di tengah-tengah kalian, lagi pula kalian telah di­beri hidayah oleh Allah ke jalan Islam dan dijadi­kannya manusia terhormat serta dilepaskan dari ikatan Jahiliyah, diselamatkannya dari kekafiran dan dipersatukan hati kalian. Karena itu patutkah ka­lian kembali lagi kepada kekufuran yang dahulu itu ?".
Segeralah kedua golongan ini menyadari per­cikan api syetan dan tipu daya dari musuh mereka. Kemudian mereka lemparkan senjata yang ada di­tangan mereka, dan mereka menangis seraya saling berpelukan antara suku Aus dan Khazraj. Kemudian mereka pun bubar, pergi bersama Rasulullah dengan perasaan penuh kepasrahan. Dengan demikian Allah memadamkan tipu daya musuh Allah yaitu Sya’as bin Qois, yang memercikkan api dendam kepada mere­ka.
Riwayat yang menjelaskan sebab turunnya ayat di atas dengan jelas menggambarkan betapa gigihnya bangsa Yahudi berusaha menghalangi ma­nusia untuk berjalan kepada kebenaran.
Ayat di atas dengan keras memberikan tegur­an kepada bangsa Yahudi khususnya, dan ahli kitab umumnya. Kepada mereka ini Allah mengajukan pertanyaan , "Apa sebab kamu, wahai ahli kitab berupaya memalingkan orang-orang yang sudah beriman kepada Nabi Muhammad, yang sudah taat ke­padanya, yang telah berbuat amal shaleh, berakhlaq luhur ? Mengapa kamu mendustakan mereka dengan penuh rasa kekufuran dan kedurhakaan, kedengkian dan. kesombongan? Mengapa pula kamu menimbul­kan perasaan ragu dan bimbang yang bathil dengan penuh perasaan dengki serta tipu daya di tengah orang-orang Islam yang masih lemah imannya terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Kamu, wahai Ahli Kitab melaku­kan tindakan-tindakan semacam itu terhadap orang­-orang yang berjalan pada jalan kebenaran dan men­jadi pemeluk agama Allah adalah dengan maksud menyesatkan dan memalingkan dari jalan yang be­nar. Padahal bukankah kamu telah mengetahui jauh sebelumnya perihal Muhammad yang telah diberita­kan kedatangannya pada kitab-kitab suci serta ka­mu pun sudah tahu bukti kebenaran kenabiannya. Karena itu tentulah tidak patut bagi kamu terus menerus mengikuti jalan yang bathil dan sesat ser­ta berusaha menyesatkan orang"'
Peringatan keras yang Allah tujukan kepada bangsa Yahudi sebagaimana tersebut dalam ayat ini membuktikan bahwa bangsa Yahudi tidak akan per­nah lengah untuk mengatur segala macam cara un­tuk menyesatkan ummat manusia dan memalingkan­nya dari jalan yang benar.{mospagebreak}
48. BANGSA YANG SUKA BERPECAH BELAH DAN MERUSAK PAHAM AGAMA
Allah berfirman : (Qs. Ali-Imran : 105)
"Janganlah kamu seperti orang-orang yang terpecah belah dan berselisih, sesudah da­tang kepada mereka keterangan-keterangan. Bagi mereka itulah siksa yang berat!
Golongan Ahli Kitab, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani, sepanjang sejarahnya gemar berpecah-belah dan menimbulkan pertentangan sesama kelompok agama mereka. Mereka telah menjadikan agama menjadi bermacam-macam aliran dan sekte, sehing­ga mencapai 72 golongan. Masing-masing sekte ber­tentangan satu dengan lainnya. Mereka membela sektenya dengan semangat fanatik dan mempropagandakan kebenaran sektenya sendiri serta mengang­gap sekte yang lain sesat. oleh karena sejarah per­jalanan agama Yahudi dan Nasrani penuh dengan warna peperangan dan permusuhan.
Timbulnya perpecahan di kalangan ummat Ya­hudi dan ummat Nasrani adalah karena tidak ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mau menegakkan amar ma'ruf dan nahi munkar, mengajak masyarakat kembali ke jalan Allah dan membina persatuan yang berdasarkan Tauhid. Bahkan kaum Yahudi terus menerus melahirkan doktrin-doktrin keagamaan yang baru, sehingga semakin memperta­jam perbuaaan pendapat antara satu sekte dengan sekte lainnya, sehingga menyebabkan perang agama antar sekte.
Perpecahan yang terus menerus timbul sesa­ma penganut agama Yahudi dan sesama penganut agama Nasrani mengakibatkan kerusakan moral dan mental pada pemimpin-pemimpin agama dan masya­rakat mereka. Karena itu maka di dalam sejarah akhirnya bangsa Yahudi dapat dijajah oleh bangsa Romawi di sebelah barat dan bangsa Parsi di bagian timur. Perpecahan agama yang mereka lakukan ini akhirnya menimpakan derita dan kerugian terhadap mereka, baik nasib di dunia maupun siksa di akhe­rat. Kegemaran bangsa Yahudi melakukan perpecah­an dan merusak kemurnian agama Tauhid tidaklah berhenti sampai dengan sebelum munculnya Muham­mad sebagai Rasul Allah, tetapi terus berlangsung hingga akhir zaman. Karakter Yahudi semacam ini tidak hanya berlaku di dalam tubuh agama mereka sendiri, tetapi akan mereka lakukan pula terhadap agama lain. Jadi perbuatan berpecah-belah dan membuat paham sesat di dalam agama adalah merupakan ciri watak bangsa Yahudi.{mospagebreak}
49.     BANGSA YANG TAK SUKA MELIHAT KEBAIKAN UMMAT ISLAM
Allah berfirman : (QS. Ali-lmran : 118 - 120)
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan selain (golongan) kamu se­bagai teman dekat. Mereka tidak pernah le­ngah (berusaha) membahayakan kamu, dan menginginkan penderitaan kamu. Telah banyak kebencian pada mulut-mulut mereka, sedang­kan apa yang disembunyikan dalam hati mere­ka lebih hebat. Sungguh Kami telah menje­laskan kepada kamu tanda-tandarrya jika ka­mu mau berpikir:' 118)
"Kamulah yang mencintai mereka, tetapi me­reka tidak mencintai kamu. Kamu mengimani Kitab ini (Al-Qur'an) seluruhnya. Jika me­reka bertemu dengan kamu, mereka berkata, "Kami telah beriman! Tetapi apabila mere­ka berpisah (dari kamu), mereka menggigit ujung-ujung jari lantaran geram bercampur benci kepada kamu. Katakanlah, "Matilah de­ngan kegemaran kamu yang bercampur kebenci­an itu Sungguh Allah Mengetahui isi dada mereka” 119)
"Jika kebaikan menyentuhmu, mereka susah, tetapi jika kecelakaan menimpamu, mereka bergembira karenanya. Dan jika kamu bersa­bar serta bertaqwa, niscaya tipu daya mere­ka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Sungguh Allah Maha Mengetahui segala per­buatan mereka 120)
Di dalam ayat-ayat ini dikatakan bahwa kaum Yahudi khususnya, dan semua golongan non-Islam mempunyai sifat-sifat negatif terhadap kaum Mus­limin sebagai berikut:
a. selalu berusaha. menimbulkan kerugian
b. senang melihat kesusahan kaum Muslimin
c. menyimpan dendam di dalam hatinya tetapi berpura-pura berkata manis
d. tidak dapat mencintai kaum Muslimin dengan hati yang tulus
e. di saat bertemu sesama Yahudi, mereka me­rundingkan siasat pengrusakan terhadap kaum Muslimin.
Peristiwa sejarah pada zaman sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah membuktikan adanya ketidaksenangan bangsa Yahudi terhadap kemajuan Islam. Sebagai contoh adalah kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar.
"Sehari sebelum Nabi dan kaum Muslimin sam­pai di Madinah, kedua utusannya, Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawaha sudah lebih dulu sampai.  Mereka memasuki kota dari jurusan yang berlainan, Dari atas unta yang dikendarainya itu Abdullah mengumumkan dan memberitahukan khabar gembi­ra kepada kaum Anshar tentang kemenangan Ra­sulullah dan sahabat-sahabat, sambil menyebutkan siapa dari pihak musyrik yang terbunuh. Begitu ju­ga Zaid bin Haritsah melakukan hal yang sama sam­bil menunggang Al-Qashwa', unta kendaraan Nabi. Kaum Muslimin bergembira ria. Mereka berkumpul dan mereka yang masih berada di dalam rumah ke­luar beramai-ramai dan berangkat menyambut beri­ta kemenangan besar ini.
Sebaliknya orang-orang musyrik dan orang­orang Yahudi merasa dengki dan terpukul sekali de­ngan berita itu. Mereka berusaha akan meyakinkan diri mereka sendiri dan meyakinkan orang-orang Is­lam yang tinggal di Madinah, bahwa berita itu ti­dak benar.
"Muhammad sudah terbunuh dan teman-teman­nya sudah ditaklukkan," teriak mereka. "Ini unta­nya seperti sudah sama-sama kita kenal. Kalau dia yang menang, niscaya unta ini masih di sana. Apa yang dikatakan Zaid bin Haritsah hanya mengigau saja, karena sudah gugup dan ketakutan"
Tetapi pihak Muslimin setelah mendapat ke­pastian yang benar dari kedua utusan itu dan ya­kin sekali akan kebenaran berita itu, sebenarnya mereka malah makin gembira, kalau tidak lalu ter­jadi peristiwa yang mengurangi rasa kegembiraan mereka itu, yakni peristiwa kematian Ruqayyah, pu­tri Nabi. Tatkala ditinggalkan pergi ke medan pe­rang Badar ia dalam keadaan sakit dan ditinggal­kannya suaminya, Usman bin Affan, yang juga me­rawatnya.
Apabila kemudian ternyata Muhammad yang menang, mereka merasa sangat terkejut. Posisi me­reka terhadap kaum Muslimin jadi lebih rendah dan hina sekali, sampai-sampai ada salah seorang pem­besar Yahudi yang mengatakan, "Bagi kita sekarang lebih baik berkalang tanah daripada tinggal di atas bumi ini sesudah kaum bangsawan, pemimpin-pe­mimpin, dan pemuka-pemuka Arab serta penduduk tanah suci itu mendapat bencana!"
Pada ayat-ayat di atas kaum Muslimin diper­ingatkan bahwa kaum Yahudi dan golongan non-Is­lam lainnya sangat keras permusuhannya terhadap kaum Muslimin. Mereka tidak hanya berusaha me­nimbulkan kerugian materiel terhadap ummat Islam, tetapi lebih jauh selalu mencari saat dan kondisi yang tepat untuk menghancurkan ummat Islam sam­pai ke akar-akarnya. Hal ini terbukti dalam sejarah Islam pada peristiwa perang Ahzab atau perang Khandaq tahun 5 H. di kota Madinah.
Oleh karena itu kaum Muslimin tidak boleh bersangka baik kepada kaum Yahudi, yang mayori­tas sangat benci dan dendam terhadap ummat Islam.{mospagebreak}
50. BANGSA YANG  MENCELA  ALLAH  SEBAGAI  SI FAKIR
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 181)
"Sungguh Allah telah mendengar ucapan orang-orang yang mengatakan, "Allah itu se­sungguhnya miskin, dan kamilah yang kaya". Akan Kami catat perkataan mereka itu dan pembunuhan mereka terhadap Nabi-Nabi dengan cara yang tidak benar. Dan Kami katakan, "Rasakanlah siksa yang membakar."
Diriwayatkan oleh Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, bahwa telah datang kepada Rasulul,lah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sekelompok Yahudi pada saat turunnya firman Allah:
"Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah sesua­tu pinjaman yang baik,"saat itulah mereka berkata ke­padaRasulullah, "Apakah Tuhanmu itu fakir sehingga meminta kepada hamba-Nya pinjaman? Kami ada­lah orang-orang yang kaya". Demikianlah sebab tu­runnya ayat ini.
Bangsa Yahudi yang serba materialis dan bersikap formalistis menganggap bahwa seruan Allah kepada orang-orang beriman supaya mendermakan harta bendanya pada jalan kebajikan dan untuk kepenting­an perbaikan kehidupan masyarakat tidak mendapat­kan tanggapan yang semestinya, bahkan mengejek. Ejekan ini pertama, karena Al-Qur'an menggunakan kata kiasan, yaitu "Allah meminjam", yang kemudian oleh bangsa Yahudi diartikan bahwa Allah itu miskin, karena meminta pinjaman kepada manusia.
Apa yang mendorong bangsa Yahudi mempu­nyai prasangka busuk terhadap seruan Allah agar manusia yang beriman memberikan pinjaman yang baik kepada Allah itu? Karena bangsa Yahudi ter­kenal sebagai bangsa yang kikir dan rakus, sehing­ga menyebabkan mereka menjadi lintah darat. Ke­bobrokan moral mereka menyebabkan lebih senang melakukan riba daripada mengeluarkan derma kepa­da orang-orang yang lemah dan miskin yang mem­butuhkan pertolongan mereka.
Kerakusan bangsa Yahudi terhadap harta ben­da telah menimbulkan keyakinan dan kepribadian yang berbahaya dalam kehidupan bermasyarakat, ya­itu mereka menganggap bahwa berderma sama de­ngan melakukan tindakan yang merugikan kekayaan seseorang. Sebaliknya berlaku kikir mereka pandang sebagai melindungi harta kekayaan.
Atas dasar anggapan yang sesat ini, maka ma­syarakat Yahudi dengan sangat mencolok terlihat perbedaan golongan yang kaya dan yang miskin.  Golongan miskin ini di tengah masyarakat mereka hanya menjadi sasaran pinjaman berbunga. Golong­an miskin inilah yang selama ini memerlukan pin­jaman yang baik (pinjaman tak berbunga) untuk da­pat membiayai kehidupan mereka. Demikianlah rea­litas sosial dalam masyarakat Yahudi.
Tatkala turun seruan Allah agar orang-orang mukmin yang mampu mendermakan harta kekayaan­nya bagi kepentingan pembangunan masyarakat Is­lam di Madinah dan pembelaan terhadap perjuangan Islam, maka seruan ini oleh orang Yahudi dijadikan sasaran ejekan. Karena di dalam seruan berderma ini Allah gunakan kata-kata "memberi pinjaman". Sikap orang Yahudi yang mengejek Allah sebagai si fakir membuktikan betapa bobroknya mental bangsa Yahudi dalam memenuhi kewajiban yang di­perintahkan oleh Allah. Selain itu membuktikan bahwa bangsa Yahudi telah diperbudak oleh harta sehingga buta terhadap kewajiban untuk menderma­kan sebagian hartanya - untuk kepentingan masyara­kat.{mospagebreak}
51. BANGSA YANG SENANG MEMBUAT UKURAN KEBENARAN MENURUT SELERANYA SENDIRI
Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 183)
"(Yaitu) orang-orang yang berkata, "Allah sesungguhnya telah menjanjikan kepada kamu, agar kami tidak mempercayai seorang Rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kamu kur­ban yang dimakan api", Katakanlah, "Telah datang kepadamu beberapa orang Rasul sebe­lumku dengan keterangan-keterangan dan de­ngan yang telah kamu katakan itu. Akan te­tapi, mengapa kamu membunuh mereka, jika kamu orang-orang yang benar ?"

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Ka'ab bin Asyraf dan Malik bin Shaif, Finhash bin Azwa­ra' dalam satu rombongan dengan orang-orang lain mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: "Wahai Muhammad, engkau telah menganggap dirimu seba­gai rasul Allah, engkaupun diberi wahyu oleh Tuhan, akan tetapi di dalam Taurat, Tuhan telah memberi­tahu kepada kami, agar tidak beriman kepada sese­orang Rasul sebelum ia dapat memberikan pengor­banan yang dimakan api kepada kami. Dan apinya mempunyai bunyi berdengung pelan ketika turun da­ri langit. Jika engkau dapat menunjukkan hal seper­ti ini kepada kami, tentulah kami akan mengetahui kebenaranmu."
Menurut riwayat Ibnu Jarir, bahwa pernah ter­jadi pada salah seorang di antara mereka yang mem­berikan sedekah. Jika sedekah itu diterima oleh Tuhan, lalu turunlah api kepadanya dari langit lalu se­dekah itu dimakan oleh api.
Sebenarnya apa yang mereka katakan sebagai pernberitahuan Tuhan di dalam Taurat itu adalah de­ngung yang penuh dengan kebohongan belaka. Terja­dinya sesuatu sedekah atau korban yang dimakan api sebagai bukti penerimaan Tuhan kepada pemberi kor­ban atau sedekah adalah semata-mata suatu ben­tuk mukjizat, bukan sesuatu syarat untuk keimanan seseorang. Dongeng yang dibawakan oleh orang Ya­hudi di atas pada dasarnya dimaksudkan untuk men­jadi alasan tidak beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena Rasulullah tidak pernah mengemukakan buk­ti sesuai dengan permintaan mereka itu.
Syarat yang ditetapkan oleh orang Yahudi un­tuk menolak dan menerima kebenaran yang dibuat oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah suatu kebohongan yang diselimuti dengan kedok agama. Bahkan Al-Qur'an balik bertanya kepada bangsa Yahudi, mengapa me­reka membunuh Nabi Zakariya, Yahya dan lain-lain, yang notabene telah membawa mukjizat sesuai de­ngan kehendak mereka dan dari bangsa mereka sen­diri ? Blla benar bahwa seseorang Rasul itu terbuk­ti benar pengakuannya bila telah menunjukkan buk­ti sebagaimana mereka inginkan, tetapi mengapa mereka tetap ingin membunuhnya ? Mengapa bang­sa Yahudi begitu berani membuat ukuran kebenaran berdasarkan hawa nafsu sendiri ? Mengapa pula mereka menolak kebenaran yang tidak sesuai dengan selera mereka ?
Ayat ini menegaskan karakter bangsa Yahudi bahwa mereka tidak pernah mau mengakui kebenar­an apapun, bila bertentangan dengan selera dan ke­hendak mereka. Sebaliknya bangsa Yahudi dengan keras kepala menyalahkan kebenaran, walaupun da­tangnya dari Allah sendiri.{mospagebreak}
52. BANGSA YANG SUKA MENCARI PUJIAN PALSU
Allah berfirman : (QS. Ali-Amran : 188)
"Janganlah kamu sama sekali mengira orang­orang yang bersuka ria dengan perbuatannya dan suka dipuji dengan sesuatu yang tidak dikerjakan oleh mereka. Janganlah kamu sangka mereka itu akan selamat dari adzab. Akan tetapi, bagi mereka itu adzab yang pe­dih”.
Ayat ini menjelaskan bahwa golongan Ahli Ki­tab, Yahudi khususnya senang sekali mendapat pu­jian terhadap hal-hal yang tidak turut mereka laku­kan. Di dalam sejarah disebutkan bahwa golongan Ahli Kitab ini telah melakukan penyelewengan dan memutarbalikkan isi kitab suci mereka. Kejahatan ini mereka lakukan dengan perasaan bangga. Sebaliknya di kalangan mereka pun terdapat segolongan kecil yang masih penuh keteguhan hati menjaga kemurni­an kitab suci mereka. Golongan kecil inilah yang oleh Allah dijadikan sebagai tauladan bagi ummat yang lain.
Namun mayoritas golongan Yahudi yang durha­ka ini merasa turut bergembira terhadap prestasi golongan kecil yang patut menjadi tauladan ini. Terhadap mereka inilah ayat Al-Qur'an ini menyatakan kritik dan kecamannya. Sebab golongan mayoritas tersebut adalah rusak dan menjadi penyebab ummat manusia jauh dari hidayah Allah, sehingga menimbul­kan bencana di muka bumi.
Perilaku bangsa Yahudi yang merasa bangga mendapat pujian sebagaimana tersebut dalam riwa­yat di atas, padahal sebenarnya mereka adalah orang-orang yang merusak agama menunjukkan bo­broknya akhlaq mereka. Kebobrokan mereka ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
Pertama, kecintaan mereka kepada hal-hal yang menggiurkan, sebab pujian dapat menjadikan sese­orang terpesona pada kesenangan yang palsu.
Kedua, karena ingin menghilangkan jejak kejahatan yang dilakukannya, sehingga masyarakat melupakan keburukannya. Dengan adanya mayoritas bangsa Ya­hudi yang durhaka ini turut merasa bangga atas tindakan beberapa orang pendeta Yahudi yang jujur adalah dimaksudkan untuk mengelabui ummat manu­sia dan menghilangkan jejak kejahatan mereka. Ka­rena itu kaum Mukminin diperingatkan oleh Allah agar jangan terpedaya oleh tingkah laku bangsa Ya­hudi yang jahat itu.{mospagebreak}
53. BANGSA YANG MERASA DIRINYA PALING BERSIH
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 49)
Tiadakah kamu perhatikan orang yang meng­anggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki­Nya, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun."
Ibnu Jarir meriwayatkan dari AI-Hasan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kasus Yahudi dan Nasrani karena mereka menyatakan sebagai kekasih Allah (Qs. Al-Maidah ayat 18), tidak akan ada ma­nusia yang masuk syurga kecuali mereka sendiri (QS. Al-Baqarah ayat 111), dan mereka masuk neraka ha­nya beberapa hari saja (QS. Al-Baqarah ayat 80). Diriwayatkan dari As-Sudy, ia mengatakan, "Ayat ini turun dalam kasus orang Yahudi, karena mereka mengatakan, "Kami sekalian anak keturunan Taurat adalah (bagaikan) anak kecil. Karena itu mereka (anak-anak kecil) tidak mempunyai dosa. Dosa-dosa kami ibarat dosa anak-anak kecil kami. Dosa yang kami lakukan pada siang hari akan diampuni pada malam hari."
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada artinya bagi bangsa Yahudi punya anggapan dirinya sebagai manusia bersih, sebagai kekasih Allah dan bangsa pilihan, sehingga tidak akan mengalami siksa neraka, kecuali sebentar. Bangsa Yahudi yang membangga­kan diri sebagai keturunan dari para Nabi dan pene­rima kitab-kitab suci adalah sia-sia belaka, kalau tidak beramal shaleh dan beriman.
Allah sama sekali tidak membedakan suatu bangsa, suatu suku dan suatu keturunan di dalam memberikan hidayah kepada jalan kebenaran, amal shaleh dan akhlaq mulia. Siapa pun orangnya, apapun bangsanya dan keburukannya dapat membersihkan di­rinya dari segala macam. dosa, asalkan ia mau ber­iman dan beramal shaleh.
Bangsa Yahudi yang beranggapan sebagai ke­iompok manusia yang bersih, karena berdasarkan ras, keturunan dan nenek moyangnya yang banyak menjadi Nabi adalah satu kebohongan. Karena Allah te­lah menetapkan ketentuan bahwa seseorang hanya dapat menjadi bersih, bila ia beramal shaleh, aqidah benar, berakhlaq mulia dan mengikuti jalan orang­-orang yang beriman.
Ayat ini mengandung dua pelajaran, sebagai berikut:
1. Allah hanya menilai seseorang berdasarkan amal shaleh dan keimanannya yang benar. Se­seorang musyrik, bila beramal shaleh dengan penuh perasaan tulus, maka siksanya akan di­kurangi. Hal ini disebutkan dalam beberapa ha­dits Rasulullah yang menerangkan bahwa se­orang dermawan bernama Hatim At-Thai diri­ngankan siksanya di neraka, karena kederma­wanannya.
2. Seseorang yang hanya berbangga dengan keung­gulan agamanya dan kebenaran ajaran-ajaran­nya, tetapi ia sendiri tidak melaksanakan apa yang menjadi perintah agamanya, maka ia ti­dak akan lepas dari siksa api neraka. Hal se­macam ini adalah karakter yang dimiliki oleh bangsa Yahudi, sebagairriana penuturan, ayat ini.
54. BANGSA YANG SERING MEMERAS ORANG LAIN APABILA BERKUASA
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 53)
"Ataukah ada bagi mereka bagian dari kera­jaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajik­an) kepada manusia."
Bangsa Yahudi sangat egois dan bakhil serta berat untuk bersikap sedikit menguntungkan orang-­orang di luar Yahudi. Bilamana mereka mempunyai kekuasaan, sangat kuat keinginannya membendung keuntungan jatuh pada orang lain, sekalipun keun­tungan yang sedikit. Bangsa semacam ini sikapnya sudah pasti sangat berkeinginan agar jangan muncul dikalangan bangsa Arab seorang Nabi pun, yang nan­ti memiliki sahabat-sahabat yang dapat membangun kekuasaan untuk menundukkan Bani Israill. Karakter Yahudi ini tetap dimiliki sampai hari ini. Bilamana mereka telah dapat memperoleh kekuasaan untuk kembali memegang Baitul Maqdis dan wilayah seki­tarnya, sudah pasti kaum Muslimin dan ummat Kristen akan diusir dari tanah Qudus itu dan sama seka­li tidak akan diberi bagian.
Tetapi adakah kekuasaan yang mereka ingin­kan itu akan teraih? Di dalam ayat ini tidak terda­pat pembenaran ataupun pengingkaran. Tetapi ayat ini hanya menjelaskan bagaimana karakter mereka sekiranya ambisi mereka itu berhasil.
Apa sebab bangsa Yahudi senang memeras bangsa lain bila memegang kekuasaan?
Ayat 54 QS. An-Nissa menjelaskan sebab-sebabnya sebagai berikut:
1. Tidak senang melihat manusia lain memperoleh kelapangan rezeki dari Allah, sehingga menja­di bangsa yang lebih hebat dari bangsa Yahudi.
2. Mereka dengki melihat kejayaan ummat Islam, sehingga menyebabkan mereka menjadi lemah dan tidak dapat menguasai dunia.
Maka untuk mencegah jangan sampai ummat Islam memperoleh kejayaan dan bangsa-bangsa lain menjadi lebih kuat ekonomi maupun pengetahuannya, karenanya mereka selalu memeras bangsa lain.
Abad XX ini telah membuktikan bagaimana bangsa Yahudi memeras bangsa Jerman, sehingga menyebab­kan Hitler memimpin bangsa Jerman membinasakan bangsa Yahudi.*)-------
*) Gerakan Zionisme Internasional Yahudi memang bertujuan untuk memeras dan menguasai seluruh du­nia, sehingga dunia tunduk dan jadi budaknya Yahudi. Cuma sayangnya banyak orang Islam yang kurang memahami makna ayat ini dan bukti rencana kejahat­an mereka, red.{mospagebreak}
55. BANGSA YANG SELALU DENGKI KEPADA KEBERUNTUNGAN ORANG LAIN
Allah berfirman : (An-Nisa : 54)
"Ataukah mereka dengki kepada manusia (Mu­hammad) karena karunia yang telah diberi­kan Allah kepada manusia itu? Sungguh Ka­mi telah memberikan Kitab dan hikmah kepa­da keluarga Ibrahim, dan Kami telah membe­rikan kepadanya kerajaan yang besar".
Bangsa Yahudi menyaksikan bahwa Nabi Mu­hammad selain memperoleh nikmat kenabian juga setiap hari Allah memberikan kekuatan yang bertam­bah besar, sehingga negara Madinah bertambah kuat, bertambah besar pengaruhnya dan bertambah banyak pengikutnya. Perkembangan semacam ini membuat bangsa Yahudi semakin dengki kepada beliau.
Bangsa Yahudi dengki kepada Nabi Muhammad karena keberuntungan yang beliau terima setiap ha­ri semakin besar. Allah menegaskan bahwa kedeng kian yang muncul pada diri bangsa Yahudi terhadap Nabi Muhammad, karena nikmat yang bertambah be­sar pada beliau sebenarnya adalah satu kesalahan mereka. Sebab nikmat yang Allah berikan kepada Nabi semacam ini bukanlah hal baru. Dahulu pun bangsa Yahudi pernah memperoleh berlimpah nikmat dari Allah, sebagaimana yang pernah diterima oleh Nabi Ibrahim dan keturunannya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. sebenar­nya adalah bagian dari keluarga Ibrahim lewat sil­silah Nabi Ismail. Berdasarkan ikatan keturunan se­macam ini adalah salah satu sikap tercela, bila bangsa Yahudi dengki kepada nikmat yang Allah be­rikan kepada Nabi Muhammad. Mengapa bangsa Ya­hudi tidak merasa heran, bila mereka menerima lim­pahan nikmat dari Allah, tetapi merasa heran kalau Allah memberikan nikmat-Nya kepada Nabi Muham­mad? Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. juga sedarah daging de­ngan bangsa Yahudi karena berasal dari nenek mo­yang yang sama, yaitu Nabi Ibrahim.
Bangsa Yahudi, karena mungkin telah silau dan terpedaya oleh berbagai karunia Allah sebelumnya, lalu mereka punya anggapan bahwa karunia Allah itu semata-mata menjadi hak mereka, orang lain ti­dak ada yang berhak. Atau mereka beranggapan bah­wa orang lain hanya patut mendapat karunia Allah sedikit. Atau mungkin mereka beranggapan bahwa alam ini seluruhnya berada di dalam kekuasaan me­reka, sehingga tidak patut orang lain memperoleh bagian nikmat Ilahi, sekalipun sebesar kulit bawang.
Setelah bangsa Yahudi melihat fakta yang ada di sekitarnya sangat bertentangan dengan harapan dan angan-angannya, maka semangat kedengkiannya muncul. Mereka melihat bahwa di tengah bangsa Arab muncul seorang Rasul yang telah dijanjikan di dalam Kitab suci mereka, padahal keadaan sema­cam ini tidak mereka inginkan. Mereka pun melihat bangsa Arab yang tadinya hidup dalam alam Jahiliyah, kini kemudian tampil sebagai golongan manusia yang menerima kitab suci, pengetahuan Ilahiyah dan semakin dekat untuk meraih kekuasaan guna menjadi pemimpin dunia.
Ayat ini telah mengandung satu isyarat bahwa bangsa Arab yang telah menjadi Muslim, di samping memperoleh nikmat kenabian dan kitab suci, juga diperingatkan untuk waspada terhadap segala kelicik­an bangsa Yahudi. Kaum Muslimin yang pada saat itu terdiri dari bangsa Arab telah memperlihatkan tanda-tanda untuk menjadi kekuatan yang besar, se­hingga mampu mengalahkan bangsa Yahudi maupun kaum yang lain.
Ringkasnya, Allah memperingatkan kepada kaum Muslimin bahwa pada diri bangsa Yahudi me­lekat sikap kedengkian pada orang-orang non-Yahudi. Karena mereka beranggapan bahwa orang selain Ya­hudi tidak berhak memperoleh limpahan karunia Allah.{mospagebreak}
56. BANGSA YANG SENANG MEMBUAT KELALIMAN DALAM HUKUM
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 60)
"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hen­dak berhakim kepada thaghut, padahal mere­ka telah diperintahkan mengingkari thaghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka kepada kesesatan yang sejauh-jauhnya."
Bangsa Yahudi mengaku beriman kepada para Rasul mereka dan kitab-kitab suci yang dibawa oleh para Rasul itu. Kitab-kitab suci para Nabi Bani Israil berisikan perintah untuk menjalankan syari'at Allah dan menjauhi larangan Allah. Seseorang yang mengaku beriman kepada kitab suci para Nabi tidak patut meninggalkan perintah agamanya, selama dia mampu. Bila ia meninggalkan atau melanggar larang­an-Nya menunjukkan bahwa iman yang dinyatakan­nya itu tidak meresap kedalam hatinya. Maka apa­kah lagi kalau orang yang mengaku beriman selalu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sya­ri'at yang dibawa para Nabinya.
Bangsa Yahudi di masa Nabi Muhammad dengan dalih yang dibuat-buat menolak berhakim kepada Na­bi Muhammad, tetapi mereka rela menerima ketetapan yang berasal dari para dukun atau pendeta-­pendeta yang sesat. Di antara dukun dan pendeta sesat itu ialah Abu Barza al Aslany dan Ka'ab bin Asyraf. Sikap mereka semacam ini membuktikan bahwa iman mereka benar-benar palsu. Karena ki­tab suci mereka menyuruh agar mereka menjauh­kan diri dari kesesatan dan jalan syetan. Namun ternyata mereka justru mengikuti seruan dukun dan pendeta yang sesat.
Perbuatan bangsa Yahudi mengikuti ajakan pen­deta dan dukun atau mematuhi nasihat pendeta dan dukun dan menolak ketetapan yang dikeluarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah tindakan dhalim terhadap prinsip iman dan tauhid. Karena perbuatan sesat menjerumuskan pelakunya kepada siksa neraka. Dan orang-orang yang memperoleh siksa neraka adalah karena kedhaliman terhadap dirinya.
Yang dapat dikategorikan sebagai orang dhalim terhadap ketentuan rasul dan kitab suci ialah orang­-orang yang percaya kepada nasihat Dajjal, misalnya percaya omongan peramal nasib, percaya kekuatan jimat ataupun percaya pada keampuhan wali.
Ayat ini pun mengisyaratkan bahwa setiap orang yang mengingkari ketetapan Rasul dan Kitab Suci Ilahi, baik karena ragu-ragu maupun terang-terangan mengingkari berarti kafir. Itulah sebabnya para sahabat Nabi berpendapat bahwa orang yang menolak membayar kewajiban zakat adalah murtad, sehingga ia halal dibunuh dan disita hartanya.{mospagebreak}
57. BANGSA YANG BERUSAHA MEMPENGARUHI KE ARAH KERUSAKAN APABILA DIJADIKAN TEMAN
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 89)
"Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir se­bagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka ja­nganlah kamu jadikan di antara mereka peno­long-penolongmu, hingga mereka berhijrah kepada jalan Allah. Maka jika mereka berpa­ling, tawan dan bunuhlah mereka dimana sa­ja kamu menemuinya, dan janganlah kamu am­bil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung dan jangan (pula) menjadi peno­long”
Pada bab 41 telah dijelaskan bahwa bangsa Ya­hudi paling senang membuat siasat keragu-rangan pada orang lain terhadap kebenaran agama Islam.
Siasat yang mereka lakukan berupa menyuruh go­longan mereka sendiri bersikap munafiq terhadap Is­lam. Karena itu pada dasarnya tindakan kaum muna­fiq di Madinah terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dipelopori oleh bangsa Yahudi.
Kaum munafiq, termasuk di dalamnya kaum munafiq yang didalangi bangsa Yahudi, tidak rela mengalami kesesatan atau berjalan pada jalur kesesatan sendirian. Mereka ini berusaha keras menye­ret kaum Muslimin ke dalam kesesatan, sehingga Is­lam tiada punya penganut lagi. Sikap bangsa Yahu­di yang mempelopori kemunafiqan semacam ini ada­lah suatu kekufuran yang keterlaluan. Sebab mereka tidak hanya berbuat kesesatan untuk diri sendiri, te­tapi merasa tidak puas sebelum dapat menyeret orang lain masuk di dalam kesesatan pula.
Oleh karena watak kaum munafiq semacam ini, maka Allah memperingatkan agar setiap orang muk­min jangan sampai berteman dengan mereka. Begitu pula jangan sampai seorang mukmin mempercayakan urusannya kepada kaum munafiq ini. Karena bangsa Yahudi yang selalu bersiasat munafiq terhadap Islam sama sekali tidak mengharapkan orang-orang muk­min menikmati kesenangan. Orang-orang munafiq ini tidaklah mau turut membantu kaum Muslimin yang ada di dalam bahaya.
Menghadapi upaya kaum munafiq, yang di da­lamnya termasuk orang-orang yang disponsori oleh bangsa Yahudi, maka kaum Muslimin diperintahkan bersikap keras kepada mereka. Sebab bagaimanapun juga mereka adalah golongan yang membahayakan masyarakat Islam. Mereka selalu berusaha merusak akhlaq ummat Islam dengan cara apapun.
Ayat ini memberikan petunjuk kepada kaum Muslimin dalam mengatasi bahaya rayuan kaum mu­nafiq, termasuk bangsa Yahudi sebagai biang keladinya, ialah dengan jalan menawan mereka, atau mem­bunuh mereka, bila mereka senantiasa mengganggu kaum Muslimin.{mospagebreak}
55. BANGSA YANG SENANG MEMPERMAINKAN PARA NABI
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 153)
"Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu me­nurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah me­minta kepada Musa yang lebih besar, dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepa­da kami dengan nyata" Lalu mereka disam­bar petir karena kedhalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma'afkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa kekuatan yang nyata!"
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Juraij, kata­nya, "Kaum Yahudi berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, "Kami tidak akan membaiat anda pada ajakan yang anda serukan kepada kami, sebelum anda da­pat membawakan sebuah Kitab suci dari sisi Allah yang di dalamnya tertulis: ("Dari Allah kepada si Fulan. Engkau sesungguhnya adalah utusan Allah, Engkau sesungguhnya utusan Allah"). Begitulah, lalu mereka menyebutkan beberapa nama pendeta-pende­ta mereka. Tujuan permintaan mereka itu hanyalah untuk mempersulit dan membikin susah bukan untuk mencari dalil yang bisa memuaskan hati". Al-Hasan berkata, "Sekiranya orang-orang Yahudi ini mengaju­kan permintaan tersebut dengan tujuan mencari hi­dayah, niscaya Allah akan memberikannya kepada mereka."
Ayat ini mengingatkan agar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jangan merasa heran dan jangan merasa aneh meng­hadapi permintaan bangsa Yahudi yang tidak rasional itu. Karena pada zaman Nabi Musa pun mereka per­nah mengajukan permintaan yang lebih berat dari itu. Permintaan bangsa Yahudi kepada Nabi ini hanyalah membuktikan betapa jahil dan kerasnya peno­lakan mereka kepada kebenaran.
Permintaan bangsa Yahudi kepada Nabi Musa untuk melihat Allah dengan mata kepala adalah buk­ti kejahilan luar biasa. Karena berarti mereka meng­anggap Allah itu berjasad sebagaimana dengan ben­da-benda yang ada di alam ini. Sedangkan perminta­an mereka kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar dapat membawa­kan kitab suci yang tertulis dari langit membukti­kan salah satu dari dua kemungkinan. Pertama, membuktikan kebodohan mereka dalam memahami hakekat kenabian dan kerasulan. Padahal banyak pa­ra Nabi dari bangsa Yahudi yang datang kepada me­reka tanpa membawa lembaran-lembaran tulisan ki­tab suci. Kedua, karena keingkaran mereka kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Bangsa Yahudi yang biasa terpesona dengan si­hir dan terpengaruh mental materialisme tidak da­pat membedakan antara mukjizat yang diterima oleh para Nabi dengan keanehan yang diperbuat oleh ah­li sihir. Bangsa Yahudi selalu bersikap ingkar di da­lam menerima penjelasan kebenaran apapun yang ti­dak sesuai dengan keinginan mereka.
Ayat ini lebih jauh menjelaskan, bahwa genera­si bangsa Yahudi di masa Nabi Musa telah pernah disambar petir karena perilakunya yang penuh keja­hilan dan penuh keingkaran kepada Nabi Musa. Di zaman Nabi Musa mereka telah melihat berbagai macam mukjizat, misalnya: tongkat menjadi ular, tangannya keluar sinar, laut menjadi daratan dan lain sebagainya. Walaupun begitu, ternyata bangsa Yahudi masih membuat patung anak sapi untuk di­sembah sebagai Tuhan.
Bangsa Yahudi di zaman Nabi Musa karena ke­durhakaannya, pernah diperintahkan melakukan bu­nuh diri. Nabi Musa dikaruniai Allah kekuatan yang  luar biasa, sehingga dapat menjadikan bangsa Yahu­di patuh kepadanya.
Ayat ini pada dasarnya memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa bang­sa Yahudi yang suka melawan beliau itu, pada akhir­nya akan tunduk dan menyerah kepada beliau. De­ngan kabar gembira ini, diharapkan bahwa kaum Muslimin tidak berputus asa menghadapi perilaku bangsa Yahudi yang penuh kejahilan dan keingkar­an terhadap Islam.{mospagebreak}
59. BANGSA YANG MENGAKU MEMBUNUH NABI ISA AS.
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 157)
"Dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh A1-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", "padahal mereka ti­dak membunuhnya dan tidak (pula) menyalib­nya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-be­nar dalam keragu-raguan tentang yang dibu­nuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa:'
Bangsa Yahudi, karena keingkarannya kepada Nabi Isa as, mereka berupaya untuk membunuhnya. Bangsa Yahudi beranggapan bahwa mereka telah ber­hasil membunuh dan menyalib Nabi Isa sampai wa­fat. Namun sebenarnya mereka tidak berhasil mem­bunuh maupun menyalib Nabi Isa. Karena ketika me­reka mengepung rumah yang menjadi tempat per­sembunyian Nabi Isa, dengan tiba-tiba mereka berselisih, yaitu apakah orang yang ada di depan mere­ka itu Isa atau bukan. Pada saat Nabi Isa terkepung masuklah seseorang yang mirip dengan beliau. Dan sebenarnya orang ini adalah murid Nabi Isa yang te­lah berkhianat. Di dalam Injil Mathius : 26 : 31 dan Markus : 14 : 28, Nabi Isa berkata kepada murid­-muridnya: "Kamu sekalian pada malam ini sedang dalam kebingungan", maksudnya pada malam orang­-orang Yahudi mencari Nabi Isa untuk dibunuh. Me­mang pada malam itu murid Isa yang bernama Yu­das Askariyet, orang yang berkhianat itu, mirip be­nar dengan Nabi Isa. Sehingga orang Yahudi yang mengejarnya menyangka dia sebagai Nabi Isa. Bang­sa Yahudi sebenarnya tidak pernah yakin telah mem­bunuh Nabi Isa bin Maryam. Sebab mereka tidak pernah mengenalnya sendiri. Injil-Injil dengan terus terang menjelaskan bahwa seseorang yang diserah­kan oleh orang-orang Yahudi kepada tentara musuh Isa as. adalah Yudas Askariyet. Orang inilah yang menuntun tentara musuh menuju persembunyian Na­bi Isa. Menurut Injil Barnabas, tentara musuh ini menangkap Yudas sendiri, karena mengira dialah Isa, sebab wajahnya mirip beliau.
Bangsa Yahudi, yang karena salah penglihatan, menganggap telah membunuh dan menyalib Nabi Isa, adalah suatu kejadian yang lumrah. Sebab banyak kejadian yang serupa, yaitu salah penglihatan yang terjadi dalam banyak peristiwa. Sebagai contoh ada­lah peristiwa berikut ini.
Ada. beberapa penuiis bidang kedokteran Keha­kiman dari Inggris menyebutkan satu peristiwa per­adilan yang terjadi pada tahun 1539 M di Perancis.
Peradilan ini menghadirkan 150 orang saksi yang mengenal seseorang yang bernama Martin Guir. 40 dari 150 yang hadir menyatakan bahwa orang terse­but benar-benar Martin. 50 orang lainnya me­nyatakan bukan, sedangkan selebihnya ragu-ragu apakah orang itu Martin atau bukan. Setelah dilakukan penelitian yang cermat terbukti bahwa orang terse­but bukan Martin. Karena itu 40 orang yang menya­takan sebagai Martin tertipu. Padahal pada saat itu sesungguhnya Martin tinggal bersama istrinya di te­ngah kerabat dan teman-temannya serta para kenal­annya. Dan dia hidup 3 tahun kemudian dari peristi­wa pembunuhan yang terjadi hari itu. Mereka semua menyatakan bahwa Martin benar-benar hidup. Tatka­la Mahkamah menetapkan bahwa apa yang telah di­lakukan sebenarnya adalah bohong berdasarkan buk­ti-bukti yang meyakinkan lalu pengadilan mengada­kan sidang ulang pada pengadilan lain. Dalam peng­adilan ini dihadirkan 30 orang saksi. 13 di antara­nya bersumpah bahwa orang yang dihadapkan ada­lah Martin. 7 orang lainnya menyatakan bukan, dan yang lainnya ragu-ragu.
Dengan membandingkan peristiwa Nabi Isa as. dengan kasus Martin Guir, kita dapatkan memper­oleh kesimpulan bahwa pengakuan bangsa Yahudi berhasil membunuh Nabi Isa dan menyalibnya ada­lah dusta belaka.{mospagebreak}
60. BANGSA YANG DIHARAMKAN ALLAH MEMAKAN MAKANAN YANG BAIK
Allah berfirman : (QS. An-Nisa : 160)
"Maka karena kedzalimannya, orang-orang Ya­hudi Kami haramkan kepada mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang telah) diha­lalkan bagi mereka, dan karena mereka ba­nyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah”.

Kedzaliman yang pada umumnya dilakukan oleh bangsa Yahudi ialah memakan riba dan harta orang lain dengan jalan bathil. Jalan bathil yang mereka lakukan itu antara lain: korupsi, khianat, berbuat dosa, berbuat jahat dan lain-lain. Karena kedzalim­an inilah, semakin hari makanan yang semula halal kemudian diharamkan kepada mereka. Setiap kali mereka melakukan perbuatan dosa, lalu pada mereka diharamkan jenis makanan halal tertentu. Walaupun sudah diberi hukuman semacam ini, bangsa Yahudi pandai mencari dalih kebohongan, yaitu mereka mengatakan: "Kami bukanlah manusia pertama yang dilarang memakan barang semacam ini. Tetapi hal ini sudah diharamkan semenjak zaman Nabi Nuh dan Ibrahim". Perkataan mereka ini dibantah oleh Allah di dalam surat Ali-Imran ayat 93.
Makan-makanan halal yang diharamkan kepada bangsa Yahudi sebagai hukuman itu di antaranya tersebut pada Surat Al-An'am ayat 146. Di dalam ayat ini secara umum disebutkan makanan yang di­haramkan kepada mereka, sebagai hukuman atas ke­dzaliman mereka.

Perbuatan dzalim apapun bentuknya menyebab­kan gangguan kehidupan masyarakat, merusak kese­jahteraan sosial dan melemahkan kekuatan masyara­kat itu sendiri.

Bangsa Yahudi gemar melakukan kedurhakaan yang menyebabkan dirinya sendiri dan orang lain ti­dak mentaati Allah. Di masa Musa mereka berkali­-kali melakukan perlawanan ataupun penolakan terha­dap perintah-perintah beliau. Begitu pula bangsa Ya­hudi senang merintangi orang lain berbakti kepada Allah dengan jalan membikin contoh tidak baik di tengah masyarakat atau mengajak masyarakat itu sendiri berbuat durhaka. Tingkah laku Yahudi sema­cam inilah yang dinamakan berbuat dzalim, sehing­ga mereka diharamkan memakan makanan yang baik.{mospagebreak}
61. BANGSA YANG MENGAKU MENJADI ANAK TUHAN DAN KEKASIH-NYA
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 18)
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengata­kan, "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah, "Tetapi mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-do­samu ?" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa sa­ja yang dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Dan kepada Allahlah tempat kembali."
Dalam Injil Matius Nabi Isa as. pernah bersab­da kepada murid-muridnya: "Berbahagialah orang-orang yang berbuat baik, karena mereka ini adalah anak-anak Tuhan".
Sabda Nabi Isa ini sebenarnya adalah merupakan ungkapan kiasan, yaitu kata "anak-anak Tuhan" dipa­kai sebagai pengertian "kekasih Tuhan". Karena me­reka yang berbuat kebaikan mendapatkan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Namun bangsa Yahudi khusus­nya, dan Ahli Kitab pada umumnya menggunakan sabda Nabi Isa ini sebagai dalih, bahwa mereka se­bagai anak-anak Tuhan.
Pengakuan bangsa Yahudi dan Nasrani yang di­ri mereka sebagai anak-anak Tuhan dan kekasih-Nya, oleh Allah diminta untuk membuktikan kebenaran­nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini Allah meng­ajukan pertanyaan, "Mengapa kamu mendapat siksa dan hukuman karena dosa kamu di dunia ini ?"
Sejarah bangsa Yahudi membuktikan, bahwa Haekal Sulaiman (Istana Nabi Sulaiman) yang men­jadi pujaan bangsa Yahudi dapat dihancurkan oleh bangsa Romawi dan mereka kemudian menjadi bang­sa yang dijajah oleh bangsa asing ini. Kerajaan Ya­hudi yang begitu jaya, mengapa menjadi hancur bi­nasa karena serbuan bangsa Romawi ? Bangsa Ya­hudi yang mengaku menjadi anak-anak Tuhan dimin­ta oleh Allah untuk membuktikan sampai dimana ke­bencian mereka itu. Sebab seorang bapak yang baik tentu tidak akan menyiksa dan menghukum anaknya sehingga mengalami kehancuran dan nasib malang. Adanya bukti sejarah mengenai kehancuran kerajaan bangsa Yahudi dan porak-porandanya Haekal Sulai­man membuktikan kebohongan pengakuan mereka.
Ayat ini menegaskan bangsa Yahudi sama de­ngan manusia lain. Kepada mereka berlaku secara mutlak segala sunnatullah. Sebagaimana manusia pa­da umumnya, kalau berbuat dosa mendapat hukuman dari Allah, maka bangsa Yahudi pun begitu juga. Allah, Sang Maha Pencipta, secara mutlak berkuasa mengatur segalanya sejalan dengan ilmu-Nya, hik­mah-Nya, keadilan-Nya dan rahmat-Nya. Semua manusia adalah hamba-Nya dan tak ada seorang pun yang menjadi anak laki-laki atau perempuan-Nya.
Bangsa ' Yahudi dengan menyalahgunakan kele­bihan karunia pada mereka di atas bangsa-bangsa lain, membentuk anggapan palsu sebagai bangsa pi­lihan Tuhan. Karena itu mereka menganggap bangsa lain tidak berhak menuntut persamaan derajat de­ngan mereka, sekalipun iman dan amal perbuatan mereka jauh lebih baik. Bangsa Yahudi merasa ti­dak patut beriman kepada Muhammad yang keturun­an Arab itu. Sebab bangsa Arab tidak semulia bang­sa Israil. Mereka beranggapan bangsa yang mulia tidak patut menjadi pengikut bangsa yang lebih ren­dah.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. memerangi tipu daya bangsa Yahudi dengan gigih. Namun bangsa Yahudi selalu saja me­nolak setiap kebenaran yang ditampilkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Misalnya: Nabi mengajarkan bahwa hanya de­ngan iman dan amal shaleh seseorang dapat menjadi hamba yang dicintai Allah. Tetapi bangsa Yahudi te­tap bersikeras bahwa hanya merekalah yang bisa menjadi kekasih Tuhan, sekalipun mereka berbuat dosa sebesar apapun. Bahkan mereka tidak merasa­kan perlu adanya syari'at baru yang memperbaiki agama mereka yang sudah begitu bobrok. Sebab ba­gi mereka keyahudian itulah satu-satunya jaminan memperoleh jalan kebenaran. Maka tidaklah heran kalau kita menyaksikan bangsa Yahudi berani mela­kukan kejahatan apapun di dunia ini terhadap manu­sia lain di luar bangsa Yahudi.{mospagebreak}
62. BANGSA YANG PALING PENGECUT
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 22)
"Mereka berkata, "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang ga­gah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke­luar dari padanya. Jika mereka keluar dari padanya, pasti kami akan memasukinya”
Bangsa Yahudi masa Nabi Musa diperintahkan untuk bermigrasi ke negeri Palestina. Penduduk Pa­lestina pada saat itu adalah orang-orang perkasa dan bersikap totaliter. Palestina pada saat itu dihuni oleh suku Inaq.
Dalam riwayat-riwayat yang tersebar dikalang­an bangsa Yahudi diceritakan bahwa penduduk Pa­lestina adalah bagaikan raksasa. Kata mereka, "Mata-mata yang dikirimkan oleh Musa pada penduduk tanah suci di belakang daerah Yordan ada 12 orang, guna memata-matai dan menyebarkan situasi negeri dan penduduk sebelum kaumnya masuk ke sana. Pa­ra mata-mata ini kemudian terlihat oleh salah se­orang penduduk yang perkasa, lalu menangkap mere­ka semua dan dimasukkannya ke dalam bajunya.
Pada riwayat lain disebutkan, "Salah seorang me­reka ini ketika itu memetik buah. Sewaktu itu ia menangkap salah seorang dari mata-mata tersebut lalu ia masukkan orang tersebut bersama buahnya ke dalam lengan bajunya.
Riwayat ini muncul sebagai cermin dari men­tal pengecut bangsa Yahudi di dalam menghadapi resiko perjuangan. Untuk memperoleh dalih yang membenarkan sikap pengecut mereka, maka musuh­nya digambarkan secara berlebihan sebagai manusia raksasa.
Dalam buku ke empat dari Kitab Taurat dise­butkan sebuah penuturan tentang bangsa Palestina sebagai berikut , "Para mata-mata itu memata-ma­tai negeri Kan'an sebagaimana diperintahkan kepada mereka. Ketika mereka kembali, mereka memotong sebatang pohon arak yang menggantung padanya se­untai kurma. Batang pohon ini dipikul oleh dua orang di antara mereka. Di samping itu mereka pun mem­bawa sedikit buah delima dan tin. Mereka berkata kepada Musa yang sedang berada di tengah-tengah tokoh-tokoh Bani Israil , "Kami telah sampai di ne­geri yang tuan kirim kami ke sana. Sungguh di tem­pat itu banyak sekali susu dan madunya dan ini ada­lah buahnya. Tetapi bangsa yang mendiami tempat itu gagah-gagah. Kotanya dikelilingi benteng yang hebat sekali. Di sana kami melihat pula Bani 'Inaq. Dan seterusnya ia berkata, "Kami lihat pula di sa­na orang-orang raksasa, yakni orang Bani 'Inaq yang tinggi besar lagi seram. Sehingga kami ini terasa kecil bagai belalang, baik di mata kami sendiri mau­pun di mata mereka'
Dalam Taurat pun disebutkan reaksi bangsa Yahudi terhadap perintah Nabi Musa untuk mema­suki negeri Palestina. Di sana disebutkan , "Bani Israil mengingat perintah Musa untuk masuk ke Ta­nah suci itu. 'Tetapi mereka menangis dan mengha­rapkan lebih baik mati di negeri Mesir atau di da­ratan lain". Mereka berkata, "Untuk apa Tuhan me­nyuruh datang ke negeri ini, sehingga kami terpe­rangkap di bawah pedang, kemudian istri dan anak­-anak kami menjadi barang rampasan. Bukankah le­bih balk kita kembali saja ke Mesir ?"
Negeri yang dijanjikan oleh Musa kepada bang­sa Yahudi adalah negeri yang subur makmur. Untuk bisa memasuki negeri tersebut Nabi Musa menyuruh mereka agar bersiaga penuh dan siap berperang me­lawan penduduk negeri tersebut. Tetapi karena me­reka dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam per­budakan bangsa Mesir dan selalu teraniaya, maka akhirnya mereka menjadi bangsa yang berjiwa lemah, pengecut dan tak pernah berani mengambil re­siko. Untuk menutupi sikap pengecutnya mereka mencari dalih, bahwa penduduk negeri Palestina ga­gah dan perkasa. Karena itu mereka memilih lebih baik kembali ke Mesir. Mereka berkata kepada Mu­sa, "Kami tidak akan mau masuk ke dalam negeri itu selama penduduknya yang gagah perkasa masih ada di sana."
Ucapan mereka semacam ini adalah penolakan ter­hadap perintah Nabi Musa dan bukti betapa sema­ngat mereka untuk menjadi manusia merdeka telah menjadi hancur, sehingga lebih baik mereka hidup dalam perbudakan dan kemelaratan daripada menang­gung resiko. Bangsa Yahudi yang telah mengalami kebobrokan mental dan sikap pengecut sampai titik serendah ini menyebabkan mereka selalu tampil ber­lebih-lebihan jika mendapatkan sedikit ruang kebe­basan. Karena itu di saat mereka dibebaskan oleh Nabi Musa dari cengkeraman bangsa Mesir mereka tidak mampu hidup secara mulia dan kesatria, bah­kan sampai dengan abad kita ini bangsa Yahudi di Israil menjadi bukti dari kebenaran ayat ini.{mospagebreak}
63. BANGSA YANG DIBEBANI HUKUM YANG BERAT KARENA MENTAL MEREKA BOBROK
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 32)
"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hu­kum) kepada Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan kare­na orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bu­mi, maka seakan-akan dia telah membunuh ma­nusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang me­melihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami de­ngan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka se­sudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi"
Bangsa Yahudi banyak sekali menerima kirim­an Rasul-Rasul Allah dengan membawa perintah-pe­rintah dan petunjuk-petunjuk untuk membimbing me­reka menjadi manusia yang baik. Telah diperintah­kan kepada mereka untuk memelihara keselamatan manusia dan melindungi jiwa setiap orang. Bahkan kepada mereka diberikan ancaman hukuman yang ke­ras bila berani melakukan pembunuhan kepada siapa­pun. Tetapi karena akhlaq bangsa Yahudi telah begi­tu bobrok, maka mereka sulit dididik akhlaqnya dan dibersihkan mentalnya. Mereka tetap berani melaku­kan pembunuhan, bahkan membunuh para Nabi seka­lipun.
Penyebab bangsa Yahudi masih tetap melaku­kan pembunuhan adalah karena timbulnya perasaan dengki pada diri mereka. Kedengkian senantiasa menjadi sumber perselisihan dan pertentangan di te­ngah masyarakat. Seorang pendengki sangat tidak senang melihat orang lain memperoleh kebahagiaan dalam bentuk apapun. Karena itu seorang pendengki tidak berkeberatan berbuat jahat kepada korbannya, sekalipun mengakibatkan kematiannya.
Suatu bangsa yang para warganya saling deng­ki satu dengan lainnya, niscaya tidaklah akan sem­pat memproyeksikan semangat anak-anak bangsanya mencapai kemajuan di tengah-tengah bangsa lain, tidak dapat melakukan kerjasama yang baik untuk kemaslahatan dan kemajuan dalam pergaulan hidup, sehingga mereka akan menjadi budak bangsa lain. Padahal dahulu mereka pernah menjadi majikan. Mereka pun akan menjadi bangsa yang hina padahal da­hulu menjadi bangsa yang mulia dan hidup makmur serta sejahtera.
Salah satu hukuman  berat yang dikenakan kepa­da bangsa Yahudi untuk mengobati mental mereka yang bobrok ialah larangan bekerja pada hari Sabat.  Selama satu hari mereka harus beribadah terus me­nerus, tidak boleh mencari rezki dan tinggal di da­lam rumah. Begitu pula lama masa berpuasa. Mere­ka diwajibkan berpuasa dari sejak terbit fajar sam­pai bintang tampak di malam hari. Hukum-hukum yang berat semacam ini adalah untuk membersihkan mental mereka agar dapat menjauhkan diri dari per­buatan-perbuatan durhaka dan melampaui batas. Na­mun ternyata mereka tetap juga menjadi manusia durhaka.{mospagebreak}
64. BANGSA YANG PALING CEPAT BERSIKAP MENOLAK KEBENARAN DAN MENYUKAI  KEBOHONGAN
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 41)
"Hai Rasul, janganlah orang yang cepat-ce­pat (bersikap) kufur menyedihkan kamu, ya­itu dari golongan orang-orang yang berkata dengan mulut manisnya, "Kami beriman", na­mun hati mereka tidak beriman, dan dari go­longan orang-orang Yahudi. Mereka senang sekali mendengarkan kebohongan (juga) se­nang mendengarkan perkataan kaum lain yang tidak pernah datang kepadamu. Mereka meng­ubah kata-kata (Taurat) dari tempat-tempat asalnya. Mereka berkata, "Jika diberikan kepada kamu (Taurat yang sudah diubah) ini, maka ambillah. Tetapi jika tidak diberikan kepada kamu (Taurat yang sudah diubah), ja­nganlah kamu ambil". Barangsiapa yang Allah kehendaki kesesatannya, maka tiadalah eng­kau mampu menolak sedikit pun (keputusan) dari Allah kepadanya. Mereka adalah orang­-orang yang tidak Allah kehendaki menjadi bersih hatinya. Di dunia mereka mendapat kehinaan, dan di akherat mereka mendapat­kan adzab yang berat."
Ayat ini maksudnya, bahwa adA 2 golongan yang cepat memberikan reaksi menolak kebenaran. Golongan pertama ialah kaum munafiq dan golongan kedua ialah bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi sebenar­nya sudah seringkali mendengar pembicaraan tentang Nabi dan Rasul yang dinantikan kedatangannya. Na­mun ketika ternyata Nabi yang diharapkan dan di­nantikan kedatangannya selama ini bukan dari bang­sa Yahudi sendiri, maka mereka dengan serta merta mendustakannya. Penolakan yang mereka lakukan di antaranya dengan jalan melakukan perubahan-per­ubahan pada teks-teks Taurat, sehingga kata-kata aslinya kabur dan hilanglah pengertian yang sebenar­nya. Dengan cara ini maka masyarakat menjadi ra­gu-ragu atas kebenaran pernyataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bangsa Yahudi, di samping melakukan                pemalsuan ayat-ayat Taurat, juga menjadi mata-mata musuh di tengah masyarakat Islam. Mereka menyampalkan berita pada pemimpin-pemimpin musuh Islam menge­nai hal ihwal ummat Islam yang mereka ketahui. Tujuan penyampaian berita kepada musuh ini agar mereka dapat menerima kebohongan yang mereka propagandakan.  Cara mereka membuat kebohongan ialah memberikan tambahan komentar-komentar ter­hadap peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi pada masyarakat Islam atau dengan memutarbalikkan fak­ta. Karena biasanya kabar-kabar bohong dengan mu­dah dapat diterima oleh masyarakat, kalau yang memberitahukannya itu orang-orang yang menyaksi­kannya sendiri atau terlibat di dalamnya. Karena itu bangsa Yahudi mengatur siasat berpura-pura ter­libat di dalam masyarakat Islam. Yang melakukan keterlibatan ini adalah tokoh-tokoh yang mahir men­ciptakan kebohongan-kebohongan. Kemudian tokoh-tokoh ini menyebarkannya kepada sesama orang Ya­hudi, sehingga masyarakat Yahudi lebih senang mendengarkan cerita-cerita bohong ini daripada mende­ngar dakwah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Para tokoh bangsa Yahudi memberi nasihat ke­pada kalangan awam, bagaimana cara mereka harus menghadapi ajakan Rasulullah kepada Islam. Sebelum orang-orang Yahudi awam datang untuk mende­ngar dakwah Rasulullah, mereka telah dibekali dengan ayat-ayat Taurat yang sudah dipalsukan. Para tokoh Yahudi berpesan, kalau ajaran-ajaran Nabi Muham­mad sejalan dengan ayat-ayat Taurat yang diberikan oleh pemimpin-pemimpin Yahudi ini, maka mereka disuruh mengikutinya. Tetapi kalau tidak sejalan, maka mereka dilarang mengikutinya.
Contoh kasus yang dihadapkan oleh orang-orang Yahudi kepada Rasulullah ialah seorang laki-laki dan perempuan Yahudi berzina. Para pemimpin Yahudi bermaksud meminta keputusan hukum kepada Nabi tentang perbuatan tersebut. Di dalam Taurat telah disebutkan bahwa orang yang berzina dijatuhi hu­kuman rajam. Tetapi mereka bermaksud untuk tidak menjalankan hukuman ini, karena merasa kasihan. Oleh sebab itu mereka mengharapkan Nabi akan me­netapkan hukum yang mereka kehendaki.
Cara pemimpin Yahudi berpesan kepada orang­-orang Yahudi yang disuruh datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kata-kata, "Jika Muhammad memberikan ke­ringanan kepadamu berupa hukuman dera sebagai pengganti hukuman rajam, maka terimalah. Tetapi kalau tetap menjatuhkan hukuman rajam, maka to­laklah."
Tatkala mereka sampai kepada Nabi dan men­ceritakan persoalannya, lalu Nabi bertanya kepada mereka , "Bagaimana Taurat menetapkan hukuman terhadap perbuatan ini?" Mereka kemudian memba­cakan Taurat tetapi dengan tidak membaca yang se­benarnya. Tatkala Nabi menerangkan bahwa Taurat pun menetapkan hukuman rajam, mereka dengan ser­ta merta menolak.
Sikap bangsa Yahudi yang selalu bersikeras me­nolak kebenaran yang datang dari non-Yahudi tidak hanya di dalam urusan agama tetapi berlaku di da­lam semua aspek kehidupan. Hal ini terbukti dari sikap mereka memalsukan isi Taurat dari sejak per­soalan akidah ketuhanan sampai dengan ketentuan hukuman atas perbuatan zina yang tersebut pada ayat ini.{mospagebreak}
65. BANGSA YANG SUKA MENYURUH RAKYAT BERKONFRONTASI DENGAN ORANG-ORANG  YANG BENAR
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 41)
" ... Mereka berkata: "Jika diberikan kepada kamu (Taurat Yang sudah diubah) ini, maka ambillah. Tetapi jika tidak dibe­rikan kepada kamu (Taurat yang sudah diubah), janganlah kamu ambil."
Riwayat sebab turunnya ayat ini telah diceri­takan oleh Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir dari Al-Barra' bin Azib, katanya , Nabi melewati seorang Yahudi yang muka­nya dicoreng-moreng dengan arang seraya didera. Lalu Nabi memanggil mereka, kemudian bertanya, "Beginikah yang kalian temukan hukuman bagi pezi­na di dalam kitab suci kalian?" Jawab mereka , "Ya.". Lalu Nabi memanggi! salah seorang ulama me­reka kemudian bertanya kepadanya, "Aku bersum­pah dengan nama Allah yang mengirimkan Taurat kepada Musa. Beginikah sebenarnya hukuman bagi pezina yang kalian temukan di dalam kitab suci ka­lian?" Jawabnya , "Demi Allah tidak, Sekiranya tuan tidak bersumpah kepadamu (dengan nama Allah) niscaya saya tidak akan menceritakannya. Hukuman bagi pezina yang kami temukan di dalam kitab suci kami adalah hukuman rajam. Akan tetapi berzina  ini meluas di kalangan tokoh-tokoh kami, maka hu­kuman itu kami tinggalkan. Tetapi kalau yang me­langgar orang-orang lemah (rendah), maka kami lak­sanakan hukuman ini dengan semestinya." Lalu kami (orang-orang Yahudi) berkata, "Marilah kemari. Ma­rilah kita mengadakan suatu kesepakatan, yakni ki­ta akan menegakkan hukum kepada orang yang ber­pangkat maupun yang rendah. Lalu kami tetapkan, bahwa hukuman muka dicoreng-moreng dengan arang seraya didera dijadikan ganti bagi hukuman rajam;' Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda , "Demi Allah, akulah orang pertama yang akan menghidupkan urusanmu karena engkau telah mematikannya selama ini." Beliau lalu menyuruh menjalankan hukuman tersebut, maka di­jalankanlah rajam. Kemudian Allah menurunkan ayat­Nya (ayat 41) ini.
Sejarah kasus ini membuktikan bahwa para to­koh bangsa Yahudi di Madinah dalam usahanya me­musuhi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka mengerahkan anak buah atau rakyat awam untuk melawan petunjuk dan bim­bingan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Terhadap cara yang kotor di­lakukan oleh tokoh-tokoh Yahudi kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, Allah memperingatkan agar beliau tidak berse­dih hati. Karena pada dasarnya seseorang akan men­dapat hidayah atau tidak adalah menjadi hak Allah semata-mata. Oleh karena itu hendaknya Nabi men­jalankan apa yang menjadi kewajiban kepada Allah dan jangan mempedulikan konfrontasi yang dilaku­kan oleh masyarakat Yahudi di bawah pimpinan to­koh-tokoh mereka.
Seseorang merasa bersedih hati adalah sifat naluriah. Nabipun sebagai manusia biasa merasa se­dih, kalau dalam menyampaikan kebenaran mendapat perlawanan dari orang-orang yang seharusnya mengikutinya. Karena para tokoh Yahudi telah tahu sebelumnya tentang kedatangan Nabi Muhammad se­bagaimana diberitakan dalam Taurat mereka.
Nabi yang merasa bersedih hati karena sikap konfrontasi Yahudi ini mendapat teguran dari Allah. Karena merasa kesedihan yang berkelanjutan akan dapat menimbulkan keputusasaan. Sebab itu hendak­lah Rasulullah menyadari siasat para tokoh Yahudi yang mengerahkan anak buahnya untuk berkonfronta­si terhadap beliau. Cara yang jitu untuk mengha­dapi mereka ialah mengungkapkan kebohongan dan tipu muslihat para pemimpin Yahudi itu sendiri di tengah rakyat mereka dan dengan berdasarkan kitab suci mereka sendiri. Siasat ini dengan berhasil dila­kukan oleh Rasulullah sebagaimana riwayat Ahmad dan bahkan dari Umar, katanya, " ... Tatkala seorang pendeta bernama Ibnu Suraiya membaca ayat Taurat tentang hukuman bagi orang yang ber­zina, ia menutupkan jari-jarinya di atas ayat itu. Kemudian menyuruhnya mengangkat jari-jarinya itu. Ternyata tertulis di situ ayat rajam. Kemudian pa­ra tokoh Yahudi itu berkata kepada Nabi , "Wahai Muhammad, ternyata yang tertulis di sini adalah ayat rajam. Namun kami sudah bersepakat sejak da­hulu untuk menyembunyikannya dari rakyat kami “.
Dengan siasat tantangan terbuka semacam ini Rasulullah berhasil mengambilkan konfrontasi di ka­langan awam Yahudi kepada para pemimpin mereka sendiri. Bagi kita seharusnya selalu menggunakan siasat seperti ini dalam upaya melawan kembali sia­sat musuh-musuh Islam yang mengerahkan anak buahnya memusuhi Islam.{mospagebreak}
66. BANGSA YANG GEMAR MELAKUKAN USAHA-USAHA KOTOR
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 42)
“Mereka senang mendengarkan kebohongan (ju­ga) senang sekali memakan yang haram. Jika mereka datang kepadamu (meminta keputusan), maka putuskanlah perkara sesama mereka atau tinggalkanlah mereka. Jika engkau tinggal­kan mereka, maka sama sekali mereka tidak akan merugikanmu sedikit pun. Tetapi jika kamu memutuskan perkara, putuskanlah perka­ra sesama mereka itu dengan adil. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang adil“.
Para pendeta den tokoh-tokoh Yahudi pada ma­sa Al-Quran turun terkenal sebagai pendusta den pemakan barang haram. Mereka biasa menerima suap atau melakukan korupsi. Bahkan mereka dengan im­balan sedikit uang bersedia melakukan pemalsuan ayat-ayat Taurat. Sebagai bukti mereka mau mem­buat hukum baru yang membatalkan ayat Taurat mengenai hukuman rajam bagi orang-orang yang ber­zina.
Dengan adanya moral yang sudah bobrok yang menimpa pendeta den pemimpin-pemimpin Yahudi, lalu mereka pun berusaha untuk menyeret Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar menyetujui penyelewengan-penyelewengan mere­ka dari ketentuan-ketentuan kitab Taurat. Salah sa­tu upaya mereka adalah meminta kepada Nabi agar dapat memberikan hukuman lain bagi pelaku zina. Dengan adanya hukuman lain ini mereka berjanji un­tuk mengakui kebenaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Usaha kotor yang dilakukan tokoh-tokoh Yahu­di terhadap hukum kitab Taurat ini adalah dimak­sudkan untuk menunjukkan bahwa mereka selama ini tidak mengakui Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sesuatu yang se­jalan dengan perintah Taurat. Akan tetapi Allah me­nyuruh kepada Nabi-Nya agar menolak rayuan licik bangsa Yahudi yang meminta hukuman lain penggan­ti rajam terhadap orang yang berbuat zina. Sebab kitab Taurat dengan tegas menetapkan hukuman ra­jam ini. Jika mereka tidak bersedia menjalankan ke­tentuan Taurat ini, maka Nabi diperintahkan untuk menolak permintaan mereka agar menghakimi per­buatan mereka itu.
Moral yang sudah bobrok pada bangsa Yahudi tidak segan-segan mendorong mereka untuk mendus­takan hukum Taurat itu sendiri. Bahkan larangan Taurat untuk memakan riba pun mereka           abaikan. Lebih dari itu mereka kemudian menghalalkan riba, dengan dalih riba dan keuntungan dagang sama saja. Jika bangsa Yahudi telah berani memalsukan ayat­-ayat Taurat dan menyeret Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ke dalam usa­ha-usaha kotor mereka untuk memutarbalikkan kebe­naran Taurat, maka seharusnya kita selalu wajib bersikap curiga kepada setiap gerak-gerik orang Ya­hudi kapan saja dan dimana saja.{mospagebreak}
67. BANGSA YANG LEBIH TAKUT KEPADA SESAMA MANUSIA DARIPADA KEPADA ALLAH
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 44)
"Sungguh Kami telah menurunkan Kitab Tau­rat, berisikan petunjuk dan cahaya, yang dengan Kitab itu para Nabi yang berserah diri (kepada Allah) menetapkan hukum bagi orang-orang Yahudi, (juga) pada Ahli agama dan para pendeta, karena mereka disuruh me­melihara kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu kamu jangan takut kepada manusia, tetapi takutlah ke­pada-Ku dan janganlah kamu menukar ayat­-ayat-Ku dengan harga murah. Barengsiapa ti­dak menghukum menurut yang Allah telah tu­runkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir."
Para pendeta Yahudi di masa Nabi Muhammad sebagian besar terlibat di dalam pemalsuan ayat-­ayat Taurat dan mendustakan ajakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Islam. Mereka ini dengan sadar mengetahui, bahwa para Nabi Bani Israil telah mengabarkan ke­pada mereka akan datangnya seorang Nabi akhir za­man dan menjadi Rasul penutup.
Tetapi sayang sekali ayat-ayat Taurat yang menjelaskan kabar kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mereka sembunyikan. Walaupun orang yang pertama-tama memalsukan ayat-ayat Taurat bukan para pen­deta Yahudi yang hidup di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi mereka ini terus mengikuti kesesatan yang dilaku­kan nenek moyang mereka. Ini berarti mereka sendiri sama halnya turut berbuat pemalsuan tersebut.
Perbuatan pemalsuan ini mendapat teguran da­ri Allah di dalam Al-Qur'an, yaitu mereka diper­ingatkan agar meninggalkan upaya pemalsuan yang selama ini telah mereka kerjakan dan kembali meng­ikuti perintah Taurat yang sebenarnya.
Ternyata para pendeta Yahudi tidak mau meng­ikuti isi Taurat yang semestinya. Karena mereka ta­kut kehilangan pengaruh di tengah masyarakatnya, kehilangan kedudukan dan kehilangan fasilitas kedu­niaan lainnya. Begitu pula kalangan awam bangsa Yahudi tidak mau mendengarkan seruan Taurat yang sebenarnya, karena takut ancaman para pemimpin mereka.
Dalam ayat ini Allah berseru kepada bangsa Yahudi, khususnya para pendeta mereka, yaitu "Ja­nganlah kamu takut kepada manusia, tapi takut lah kepada Allah". Para pendeta yang mendapat kecaman dari Al-Qur'an, karena perbuatannya menyembunyikan kebenaran dan memalsukan ayat-ayat Taurat, ternyata tidak dapat mengingkari. Karena itu mereka diperingatkan agar berani menerima kebenaran, dan jangan takut menanggung resiko yang akan menimpa mereka.
Tetapi ternyata apa yang dipilih bangsa Yahu­di? Mereka tetap enggan menerima seruan kebenar­an karena takut kehilangan pengaruhnya di kalangan manusia, sehingga mereka dengan penuh kedurhaka­an menentang ajaran-ajaran Allah. Tantangan mere­ka kepada ajaran-ajaran Allah adanya sikap mereka yang memalsukan ayat-ayat Taurat yang menerang­kan hal ihwal Nabi Muhammad, menyembunyikan ayat-ayat mengenai hukum-hukum tertentu, tetap menerima suap dan menyuruh anak buahnya memu­suhi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.{mospagebreak}
68. BANGSA YANG SENANG MENGEJEK DAN MEMPERMAINKAN AGAMA ISLAM
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 58)
"Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal“.
Diriwayatkan, bahwa bilamana tiba waktu sha­lat, maka salah seorang mu'adzin menyerukan adzan. Seruan adzan ini oleh Ahli Kitab umumnya, Yahudi khususnya dijadikan sasaran ejekan. Ejekan yang me­reka lakukan ini menunjukkan kebodohan mereka di­dalam memahami esensi dari agama Allah. Karena kalimat-kalimat adzan merupakan pujian kepada Allah, Dzat yang berhak menerima pujian.
Hakikat seruan adzan adalah ajakan untuk be­kerja dengan sungguh-sungguh meraih kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya, di dunia ini maupun di akherat. Karena adzan adalah panggilan mengajak kepada shalat. Sedangkan sha­lat ' adalah inti penyerahan diri kepada Allah secara totalitas, sehingga manusia dapat memperoleh kejer­nihan akal, hati rasa secara utuh. Karena itulah orang yang mengerjakan shalat dipandang menempuh jalan menuju kepada upaya mencapai kebahagiaan secara totalitas.
Tetapi ternyata Ahli Kitab dan bangsa Yahudi khususnya, karena kebodohannya, terus menerus mengejek dan menghinakan Islam. Pada dasarnya apa yang mereka lakukan semata-mata karena ke­durhakaan mereka terhadap pesan-pesan Nabi mere­ka sendiri yang karena penyelewengan mereka dari iman yang benar.
Pengakuan golongan Ahli Kitab dan bangsa Ya­hudi bahwa mereka mengikuti agama para Nabi se­belumnya, sebenarnya hanyalah semata-mata sebagai tradisi dan sikap yang rasialis. Sebab bangsa Yahu­di beranggapan bahwa agama mereka hanyalah merupakan bagian dari kebangsaan mereka. Dalam se­jarah diriwayatkan, bahwa kefasikan dan penyele­wengan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi ini me­nyebabkan mereka mencela segala bentuk kebaikan di luar golongan Yahudi. Tetapi sebaliknya kebodoh­an apapun yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Yahudi tetap mereka akui kebenaran dan kebaikannya.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bah­wa pada suatu hari beberapa orang Yahudi datang kepada Rasulullah. Nama-nama mereka itu ialah antara lain: Abu Yasir bin Akhtab dan Rofi' bin Abi Rofi'. Mereka bertanya, "Siapakah Nabi dan Rasul yang Nabi imani?" Jawab Nabi  "Aku beriman ke­pada Allah, kepada kitab yang diturunkan kepada ka­mi, kitab yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'kub, anak cucunya, Musa, Isa dan Nabi-­Nabi yang lain. Kami tidak membedakan mereka itu satu dengan lainnya. Kami hanya berserah diri kepa­da Allah semata". Tatkala Nabi menyebut nama Isa, rombongan Yahudi ini menjawab , "Kami tidak ber­iman kepada orang ini."
Riwayat Ibnu Jarir ini memberikan gambaran kepada kita bagaimana bangsa Yahudi mengejek dan mempermainkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketidaksenangan mereka kepada Nabi Isa ditonjolkannya pula sebagai dalih untuk menghina dan mengejek Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jadi ejekan yang dilontarkan bangsa Yahudi kepada Islam tidak hanya soal adzan, tetapi juga dalam hal keimanan ummat Islam kepada Nabi Isa.{mospagebreak}
69. BANGSA YANG MENGATAKAN ALLAH ITU BAKHIL
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 64)
'Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilak­nat disebabkan perkataan mereka itu. Bah­kan kedua tangan-Nya terbuka: Dia menafkah­kan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al-Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran pada sebagian besar mereka. Dan telah Kami timbulkan permusuhan dan ke­bencian di antara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat ke­rusakan di bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan“.
Ibnu Ishaq dan Thabrani meriwayatkan dari Ib­nu Abbas, katanya, "Seorang Yahudi bernama Mubasy bin Qais berkata kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: "Tuhanmu itu sungguh kikir, tidak mau mengeluarkan pembelanja­an". Lalu Allah menurunkan ayat-Nya ini (ayat 64), Abu Syeh meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat ini diturunkan bertalian dengan kasus Fankash se­orang tokoh Yahudi suku Qainuqa. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah sama seperti ini. Dan diriwa­yatkan dari Mujahid bahwa kaum Yahudi berkata "Allah menyempitkan kita wahai Bani Israil, sehing­ga tangan-Nya dimasukkan ke tempat penyembelih­an-Nya." Kata-kata mereka ini bermakna, bahwa Allah menyempitkan rezki mereka (mereka hidup serba kekurangan). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ju­ga, beliau berkata; "Perkataan mereka (tangan Allah terbelenggu) bukanlah mereka maksudkan bah­wa tangan Allah itu terikat, tetapi maksudnya "Allah itu bakhil", menahan segala rezki yang dimiliki-Nya. Sungguh Allah Maha Tinggi lagi Maha Suci dan si­fat-sifat yang dikatakan oleh orang-orang dhalim itu.
Yang berkata: "Tangan Allah terbelenggu", ha­nyalah sebagian orang Yahudi saja. Tetapi seluruh bangsa Yahudi terkait di dalamnya. Sebab anggota suatu masyarakat satu dengan yang lainnya punya kewajiban bertanggung jawab kepada seluruh masya­rakatnya. Sebab suatu masyarakat adalah bagaikan satu tubuh. Dalam semua zaman manusia sering me­nimpakan perbuatan orang-orang tertentu dari suatu ummat kepada seluruh ummat itu sendiri. Dan te­lah menjadi suatu kebiasaan Al-Qur'an melibatkan generasi belakangannya terhadap perkataan dan per­buatan generasi sebelumnya yang sudah lewat bebe­rapa abad.
Munculnya anggapan di kalangan bangsa Yahu­di, bahwa Allah itu tangan-Nya terbelenggu atau Allah itu bakhil, karena kemelaratan yang diderita sebagian besar mereka. Mereka bertanya, mengapa Allah menjadikan sebagian besar manusia ini hidup dalam kemelaratan ? Mengapa manusia ini semua tidak dijadikan oleh Allah hidup berkecukupan pada­hal Allah itu Maha Pemurah dan Maha Luas karu­nia-Nya?
Terjadinya kemelaratan yang merajalela di te­ngah bangsa Yahudi adalah karena tingkah laku me­reka sendiri. Golongan kaya dari kalangan bangsa Yahudi tidak mau mengulurkan tangan untuk menge­luarkan infaq dan memberikan bantuan materiel ba­gi kepentingan masyarakatnya. Mereka adalah golongan manusia yang paling bakhil. Tidak ada sese­orang Yahudi bersedia memberikan sesuatu kepada orang lain secara sukarela, atau tanpa imbalan ke­untungan bagi dirinya. Bahkan Allah telah melaknat mereka karena sikap kebakhilannya dan anggapannya yang penuh kebohongan bahwa Allah itu bakhil.
Keluasan rahmat Allah dan melimpahnya pem­berian-Nya kepada hamba-Nya bukanlah turun begi­tu saja. Tetapi Allah telah menetapkan aturan per­mainan, bagaimana cara manusia dapat meraih ke­murahan dan luasnya rahmat-Nya. Maka manusia yang ingin memperoleh hidup serta berkecukupan se­hingga tidak ada lagi kemelaratan di tengah masya­rakat, maka manusia wajib menempuh cara-cara yang telah ditetapkan oleh Allah itu.
Bangsa Yahudi, sebagai golongan manusia yang serta bakhil, setelah melakukan kedurhakaan begitu rupa kepada Allah, dengan angan-angan kosongnya mengharapkan segenap masyarakat Yahudi dapat hi­dup kaya, tanpa mau mematuhi ketentuan-ketentuan Ilahi. Jalan pikiran bangsa Yahudi semacam ini, ke­mudian berbalik menyatakan, bahwa kemelaratan yang diderita oleh ummat manusia adalah karena Allah itu bersifat bakhil. Sungguh patut bangsa Ya­hudi mendapat laknat Allah karena dalih penuh de­ngan kebohongan ini.{mospagebreak}
70. BANGSA YANG GEMAR MEMBANGKITKAN PEPERANGAN
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 64)
"Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilak­nat disebabkan perkataan mereka itu. Bah­kan kedua tangan-Nya terbuka, Dia menafkah­kan sebagaimana Dia kehendaki. Dan Al-Qur­an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan den kekafiran pada sebagian besar mereka. Dan telah Kami timbulkan permusuhan dan ke­bencian di antara mereka sampai hari kia­mat. Setiap mereka menyalakan api peperang­an, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak me­nyukai orang-orang yang membuat kerusakan“.
Antara bangsa Yahudi dan ummat Nasrani se­nantiasa timbul rasa permusuhan dan kebencian sam­pal hari kiamat. Salah satu contoh dari permusuhan ini dengan hebat dapat kita saksikan di Rusia dan di Jerman. Sedangkan di Inggris, Perancis dan negri-negri Eropa lainnya sedikit berkurang.
Bangsa Yahudi mempunyai pengaruh yang do­minan dalam berbagai bidang usaha keuangan, sosial dan politik di negri-negri Barat, yang mayoritas rak­yatnya beragama Kristen. Bangsa Yahudi ditempat-­tempat ini tak pernah diterima secara bersahabat oleh bangsa-bangsa tersebut, tetapi dipandang dengan penuh kebencian dan permusuhan.
Di Perancis dan negara-negara lain telah ba­nyak ditulis buku-buku yang berisikan semangat per­musuhan terhadap bangsa Yahudi, sedangkan bangsa Jerman dan negara-negara tetangganya setelah pe­rang Dunia II berusaha memencilkan mereka, sehing­ga bangsa ini dalam pandangan mereka adalah bang­sa yang terkeji di dunia. Demikianlah pula perasa­an permusuhan antara sesama kaum Nasrani terus menerus berkobar yang berkali-kali muncul antara negara-negara adidaya. Mereka sesamanya selalu bersiap-slap untuk berperang guna saling menghan­curkan. Peperangan yang sekarang sedang berjalan antara sesama negara-negara Kristen dapat menjadi bukti terkuat kebenaran pernyataan ayat ini.
Di dalam sejarah sudah begitu terkenal riwayat bangsa Yahudi yang merayu kaum musyrikin bangsa Arab untuk memerangi Islam dan Nabinya. Mereka tidak henti-hentinya menghasut bangsa Romawi un­tuk memerangi pusat Islam di kota Madinah. Seba­gian dari tokoh-tokoh Yahudi memberikan perlin­dungan dan bantuan kepada musuh-musuh Islam. Si­kap permusuhan dan kegemaran membangkitkan pe­perangan terhadap ummat Islam didorong oleh ke­dengkian dan rasialisme serta hilangnya pengaruh pa­ra pendeta dari tengah masyarakat. Sebab sebelum munculnya kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, wilayah Hijaz khususnya dan Jazirah Arab pada umumnya berada di bawah Hegemoni bangsa Yahudi yang meliputi bi­dang ilmu pengetahuan, keagamaan, ekonomi dan po­litik.
Permusuhan kaum Yahudi terhadap kaum Mus­limin semata-mata bersifat. politik kebangsaan bu­kan karena perjuangan agama ataupun semangat ke­agamaan. Sebagai bukti kebenaran pernyataan ini adalah karena kaum Yahudi di belakang hari membantu kaum Muslimin dalam melakukan perluasan dakwah ke negeri Syam dan Spanyol, tatkala mere­ka menghilangkan penindasan dan kedhaliman yang selama ini dilakukan oleh bangsa Romawi dan Goth terhadap mereka.
Begitu pula permusuhan kaum Nasrani terha­dap kaum Muslimin semata-mata bersifat politik. Padahal dahulu kala antara kaum Nasrani dengan penjajah Romawi di negeri-negeri yang bertetangga dengan Hijaz, seperti Syria dan Mesir, adalah sangat bermusuhan. Negara-negara Nasrani adalah sebenar­nya paling bersimpati kepada kaum Muslimin sete­lah mereka yakin atas keadilah kaum Muslimin dan berhasil melenyapkan kedhaliman yang selama itu mereka alami di bawah kekuasaan bangsa Romawi padahal masih seagama dengan mereka. Memang menjadi kebiasaan umum seseorang bersikap permu­suhan atau mencintai orang lain tergantung kepada kerugian ataupun keuntungan yang diperolehnya.
Permusuhan terhadap Nabi dan kaum Muslimin, penyebaran fitnah dan perang sama sekali tidaklah mereka maksudkan demi perbaikan mental dan kesejahteraan masyarakat, tetapi semata-mata untuk me­nimbulkan kerusakan di atas bumi, melakukan tipu daya terhadap kaum Muslimin, mencegah tumbuhnya persatuan ummat manusia, menghalangi terhapusnya buta huruf sehingga bisa menjadi bangsa yang beril­mu. Atau dari penyembahan berhala kepada tauhid. Sebab mereka sangat dengki terhadap kaum Musli­min dan ingin mempertahankan hegemoni mereka terhadap ummat manusia.{mospagebreak}
71. BANGSA YANG SUKA MENDUSTAKAN KEBENARAN YANG TIDAK DISENANGI
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 70)
'Sesungguhnya Kami telah mengambil perjan­jian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, lalu sebagian dari rasul-ra­sul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh“
Bangsa Yahudi mengadakan perjanjian dengan Allah yang isinya:
a. wajib mengesakan Allah;
b. mengikuti segala ketentuan hukuman Allah;
c. berakhlaq mulia

Semua janji ini mereka ingkari atau mereka langgar begitu saja. Setiap rasul datang kepada me­reka untuk memperingatkan kedurhakaan mereka kepada janji-janji tersebut serta merta mereka tolak dan mereka dustakan.
Bangsa Yahudi sudah menjadi manusia yang pa­ling bobrok dan selalu mengutamakan dorongan naf­su rendah, sehingga mereka menjadi manusia yang paling sesat. Di dalam hati mereka tidak lagi ter­sisa tempat untuk menampung nasihat-nasihat dan bimbingan para rasul. Bahkan mereka menunjukkan sikap kekafiran, kebenaran dan mendustakan setiap kebenaran yang dibawa oleh para rasul dan tokoh-­tokoh kebajikan.
Yang amat celaka pada karakter bangsa Yahu­di ialah kedurhakaan mereka yang begitu bobrok, namun mereka tetap beranggapan tidak akan mendapat hukuman dari Allah, sebab mereka berkeyakin­an putra dan kekasih Allah sebagaimana mereka ini.  Se­kiranya mendapat hukuman, toh hanya sebentar sa­ja.
Apa yang menjadi latar belakang bangsa Ya­hudi selalu membenci kebenaran yang tidak disukal­nya ialah adanya keyakinan mereka tidak akan di siksa oleh Allah walaupun melanggar kebenaran. Ba­rangsiapa yang membaca Kitab Talmud akan menge­tahui betapa bobroknya moral bangsa Yahudi yang tergambar di dalam ayat-ayat Talmud. Di antara ayat Talmud menerangkan bahwa jika Allah menda­pati kesulitan, maka dipanggillah para pendeta Ya­hudi untuk menyelesaikannya. Berdasarkan keyakin­an sesat semacam inilah, maka bangsa Yahudi meng­anggap bahwa kebenaran yang dibawa para rasul itu tidak ada artinya, jika mereka tidak menyetujuinya. Dengan kata lain bangsa Yahudi jauh lebih tahu da­ripada Allah itu sendiri.{mospagebreak}
72. BANGSA YANG BERANI MEMBUNUH NABI-NABINYA
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 71)
"Dan mereka mengira bahwa tidak akan terja­di suatu bencana pun (terhadap mereka de­ngan membunuh Nabi-Nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemu­dian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka itu buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang me­reka kerjakan"
Sebagian besar bangsa Yahudi menutup mata dan telinganya dari menerima nasihat kebenaran. Mereka buta terhadap ayat-ayat Allah yang tercan­tum dalam kitab-kitab suci mereka. Bangsa Yahudi menutup telinga sehingga tidak mau mendengar nasihat yang dibawa oleh para rasul mereka. Semakin sering para rasul itu memperingatkan kedurhakaan, kedhaliman dan kesesatan yang mereka lakukan se­lalu saja mereka abaikan.
Sikap mental mereka yang begitu bobrok mem­buat mereka berani membunuh para Nabi yang membawa petunjuk dan bimbingan hidup kepada me­reka. Mereka telah membunuh Nabi Zakaria dan Nabi Yahya. Bahkan mereka berusaha membunuh Nabi Isa, tetapi gagal.
Akibat kebobrokan moral mereka, kemudian Allah menurunkan adzab kepada mereka, sehingga mereka dijadikan bangsa yang hina dan selama berabad-abad silih berganti dijajah oleh berbagai bang­sa. Mereka pernah dijajah bangsa Parsi, kemudian bangsa Romawi, sehingga mereka hidup dalam per­budakan.
Kedurhakaan bangsa Yahudi sehingga berani membunuh Nabi-Nabi mereka sendiri menjadi petun­juk puncak kebobrokan moral mereka. Karena itu tidaklah heran jika terhadap manusia biasa bangsa Yahudi bertindak sangat biadab, penuh kebuasan dan kelaliman yang tak terkirakan. Adanya kebiadaban yang mereka lakukan terhadap rakyat Palestina se­lama kurang lebih 50 tahun akhir-akhir ini dapat kita jadikan sebagai bukti kebobrokan moral mere­ka. Karena itu wajib kite bersikap waspada terha­dap setiap gerak-gerik bangsa Yahudi dan bersiap diri untuk menghadapi kebiadaban mereka. Tanpa kita memiliki persiapan moril maupun kekuatan menghancurkan kebiadaban bangsa Yahudi, maka kaum Muslimin akan dijadikan budak mereka{mospagebreak}
73. BANGSA YANG DILAKNAT OLEH NABI-NABINYA
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 78)
"Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknati melalui lisan Dawud dan Isa pu­tra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui Batas“
Bangsa Yahudi di samping membunuh bebera­pa orang Nabi mereka sendiri, mereka juga telah menjadikan beberapa orang Nabi dan orang-orang yang shaleh sebagai tempat untuk dimintai berkat, kekuatan ghaib dan disembah sebagai Tuhan. Ringkasnya, mereka telah membuat tuhan lain di sam­ping Allah.
Perbuatan sesat yang mereka lakukan ini me­reka ajarkan pula kepada kalangan awam, bahkan kepada bangsa-bangsa lain. Kesesatan mereka yang telah begitu hebat menyebabkan mereka mengabai­kan ajaran-ajaran Zabur dan Injil maupun Taurat. Akibat dari pelanggaran itulah, maka Nabi Dawud mengutuk mereka, karena larangan bekerja pada ha­ri Sabat telah mereka langgar. Begitu juga Nabi Isa as. telah melaknat mereka, karena terus menerus menolak ajaran agama dan berkecimpung dosa.
Dalam sejarah ummat manusia, di Barat mau­pun di Timur, hanyalah bangsa Yahudi yang banyak dikutuk dan dilaknat oleh berbagai bangsa di dunia.
Ayat ini memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahwa Nabi- nabi pun merasa jengkel membim­bing bangsa Yahudi, karena keras kepala mereka menolak kebenaran. Oleh karena itu adalah sangat patut kalau ummat manusia pada umumnya bersa­ma-sama mengutuk bangsa Yahudi dimanapun kita berada.{mospagebreak}
74. BANGSA YANG ULAMANYA TIDAK PEDULI KEMUNKARAN DI TENGAH MASYARAKATNYA
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 79)
"Mereka tidak mau saling mencegah kemunkar­an yang mereka lakukan. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat i t u“
Bangsa Yahudi sudah sangat egoistis dan aprio­ri satu dengan lainnya. Tidak seorang pun di anta­ra mereka mau perduli dengan kemunkaran yang di­lakukan oleh temannya biarpun sangat keji dan ber­bahaya. Mencegah kemunkaran adalah upaya untuk menegakkan nilai-nilai agama dan membentengi ma­syarakat dari perbuatan yang menghancurkan. Bila­mana kemunkaran tidak lagi dicegah dengan gigih, maka timbullah keberanian orang berbuat dosa te­rang-terangan. Dalam keadaan semacam ini rakyat awam akan beramai-ramai turut serta melakukan perbuatan-perbuatan buruk, sehingga kemunkaran menjadi lumrah. Jika kemunkaran sudah menjadi lumrah, maka selanjutnya agama musnah dan tidak akan ada keberanian pada orang-orang yang baik un­tuk menyampaikan kebenaran.

Bagaimana proses kemunkaran itu merajalela di tengah bangsa Yahudi, hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Mas'ud, katanya: "Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguh­nya pertama kali rongrongan yang menimpa Bani Israil adalah semula ada seorang yang bertemu dengan sesamanya lalu mengingatkan: "Wahai sauda­ra, takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah perbuat­an anda ini karena tidak halal anda lakukan" Ke­mudian besoknya bertemu lagi dan temannya itu masih berbuat seperti kemarin, lalu ia tidak mau mengingatkannya lagi agar ia tidak (menjadikan ha­sil kerjanya yang haram) sebagai makannya, minum­annya dan kebiasaannya. Tatkala mereka (para pen­deta) membiarkan kemunkaran tersebut, maka Allah menutup hati mereka yang satu dengan yang lain­nya." Kemudian Nabi membacakan ayat-ayat ini (78-81). Kemudian beliau bersabd : "Janjan seka­li-kali, Demi Allah teruskanlah amar maruf dan nahi munkar, kemudian cegahlah tangan orang yang berbuat dhalim dan kembalikanlah dia kepada kebe­naran dan belalah kebenaran itu dengan pengorban­an. Atau (kalau kamu berdiam diri saja) niscaya Allah menutup hati kamu, yang satu dengan yang lainnya. Kemudian Allah melaknat kamu seperti Allah telah melaknat mereka.'
Perilaku ulama Yahudi yang membiarkan ke­munkaran berkembang sedikit demi sedikit, sehing­ga merajalela di tengah masyarakat mereka dicela dan dikecam oleh Allah. Karena sikap berdiam diri mereka terhadap kemunkaran yang dilakukan oleh warga masyarakat mereka sama dengan setuju de­ngan perbuatan-perbuatan dosa. Ayat ini memper­ingatkan kita tentang betapa buruknya perangai ula­ma Yahudi, sehingga mereka menjadi bangsa yang bobrok dan terkutuk.{mospagebreak}
75. BANGSA YANG MAU BEKERJA SAMA DENGAN MUSUH-MUSUH AGAMA DEMI MENGHANCURKAN ISLAM
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 80)
"Kamu melihat sebagian besar dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang ka­fir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan”
Bangsa Yahudi, di dalam upaya menghancur­kan Islam dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahu-membahu de­ngan kalangan bangsa Arab yang masih musyrik dan kafir. Mereka mengadakan fakta perjanjian untuk memerangi Nabi dan membangkitkan semangat go­longan Musyrikin bangsa Arab untuk terus melaku­kan perang melawan beliau.
Bangsa Yahudi pada dasarnya tahu bahwa ajar­an yang dibawa Rasulullah sama esensinya dengan yang dibawa para Nabi Bani Israil. Mereka tahu bahwa Rasulullah beriman kepada Allah, Tuhan yang juga mereka sembah, Rasulullah pun beriman kepada kitab suci mereka, bahkan menjadi saksi akan kebenaran para Nabi mereka. Para Nabi Bani Israil pun telah memberikan kesaksiannya dan kabar gem­bira akan munculnya Nabi akhir zaman yang dijan­jikan.
Bangsa Yahudi pun juga tahu bahwa golongan Musyrik bangsa Arab tidak menyembah Allah, tidak beriman kepada kitab suci mereka dan tidak pula beriman kepada rasul-rasul mereka. Karena itu me­reka tidak bahu membahu memusuhi musuh Allah dan Rasul-Nya, tetapi yang terjadi justru sebalik­nya. Sebagai contoh, seorang tokoh pendeta Yahudi, bernama Ka'ab bin Asyraf pergi ke Mekkah dan menghasut kaum Musyrikin sehingga berhasillah membujuk mereka untuk memerangi Rasulullah pa­da perang Ahzab. Perang yang terjadi bulan Syawal tahun 5 Hijriyah ini dari golongan musuh Islam ter­diri dari kaum Musyrikin Mekkah, bangsa Yahudi Khaibar, suku-suku bangsa Arab yang masih me­nyembah berhala (Ghotfan, Murrah dan Asyja').
Perang Ahzab diceritakan dalam Al-Qur'an pa­da surat Al-Ahzab ayat 10. Bangsa Yahudi yang melakukan persekongkolan dengan musuh-musuh Is­lam, bahkan musuh bagi agama mereka sendiri ada­lah karena dorongan kedengkian dan kebencian kepa­da Islam. Akibat dari sikap mereka yang penuh ke­bencian pada kebenaran mereka rela untuk membe­rikan angin kepada musuh-musuh Allah dan Rasul­Nya, asalkan dapat menghancurkan kebenaran yang tidak diinginkannya.*)-------
*) Praktek-praktek kejahatan Zionisme yang ter­selubung menggunakan berbagai cara dan metode dengan merangkul berbagai idiologi-idiologi baik marxisme, kapitalisme, Nasionalisme. Dengan demikian seluruh sarana dan potensi yang ada dimanfa­atkan untuk menghancurkan kekuatan Islam, red.{mospagebreak}
76. BANGSA YANG PALING KERAS PERMUSUHANNYA TERHADAP ISLAM
Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 82)
"Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-­orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatan­nya dengan orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya ka­mi ini orang-orang Nasrani! Yang demikian itu disebabkan di antara mereka itu (orang-­orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib (juga) karena sesungguhnya me­reka tidak menyombongkan diri”.
Ayat ini menyebutkan 2 golongan yang sangat keras permusuhannya kepada Islam, yaitu bangsa Yahudi dan kaum musyrik. Namun di antara 2 go­longan ini bangsa Yahudilah yang lebih keras permu­suhannya terhadap Islam. Karena bangsa Yahudi me­rasa sebagai bangsa pilihan sehingga tidak rela ada Nabi atau Rasul Allah yang diangkat di luar go­longan Yahudi.
Sejarah Islam telah menunjukkan bahwa saham bangsa Yahudi dalam menggerakkan manusia untuk memusuhi Islam telah bermula sejak perkembangan Islam di Mekkah. Pada suatu hari para tokoh Quraisy yang memusuhi Islam mengadakan pertemuan un­tuk membahas upaya menghancurkan Islam. Dalam pertemuan ini para tokoh Quraisy bersepakat untuk bekerja sama dengan bangsa Yahudi di kota Madi­nah. Untuk itu mereka mengirimkan 2 orang utusan, yaitu Nadzar dan Uqbah, untuk bertemu dengan to­koh-tokoh Yahudi Madinah merundingkan cara-cara menghancurkan dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sete­lah kedua orang utusan Quraisy bertemu dengan pa­ra pendeta Yahudi di Madinah dan menceritakan ke­perluannya kepada mereka, lalu para pendeta Yahu­di ini memberi petunjuk kepada mereka untuk meng­hadapi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Petunjuk yang mereka berikan itu menyangkut 3 hal, yaitu:
a. tentang riwayat beberapa orang pemuda Asha­bul Kahfi;
b. tentang Dzul Qarnain;
c. tentang ruh.
Kata para pendeta itu, jika Muhammad dapat me­nerangkan dengan benar, berarti ia seorang Nabi. Tetapi jika tidak, ia adalah seorang pembual. Kare­na itu terserah pada kalian, bagaimana bertindak kepadanya.

Langkah pendeta Yahudi terhadap 2 utusan orang Quraisy ini adalah pangkal awal bagaimana mereka ingin menanamkan permusuhan lebih lanjut antara bangsa Quraisy dengan Nabi Muhammad, se­hingga akhirnya dapat menyulut api peperangan.
Pada waktu 2 orang utusan ini pulang kemba­li ke Mekkah, mereka melapor kepada para tokoh Quraisy, lalu mereka melaksanakan saran para pen­deta Yahudi Madinah. Apa yang mereka ajukan kepada Rasulullah mendapatkan jawaban yang tepat. Sedangkan pertanyaan mereka yang ketiga dijawab oleh Allah dengan Surat Al-Isra' ayat 85.
Jawaban yang diberikan oleh Rasulullah justru merupakan senjata makan tuan bagi para pendeta Yahudi Madinah. Sebab di antara tokoh-tokoh Qu­raisy ini terbuka hatinya untuk menerima Islam, se­hingga para pendeta Yahudi justru menjadi lebih be­sar permusuhan dan kedengkiannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena masuknya beberapa tokoh Quraisy ini ke da­lam Islam berarti memperkuat barisan para perne­luk Islam yang masih sedikit itu. Demikianlah sia­sat bangsa Yahudi menghancurkan awal pertumbuh­an Islam di Mekkah.
Peperangan-peperangan besar semasa hayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti: Perang Badar, perang Uhud, perang Ahzab dan perang Tabuq seluruhnya tidak lepas dari buah kelicikan bangsa Yahudi.  Mereka mendorong dan membujuk golongan-golongan bangsa Arab yang musyrik maupun yang kafir agar bersatu padu menghancurkan dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Islam. Tatkala Rasulullah dan para sahabat dari perang Ba­dar pulang membawa kemenangan, maka seluruh kaum Muslimin Madinah menjadi gembira. Pada waktu sampai di kota Madinah diberitakanlah kepa­da rakyat nama tokoh-tokoh Quraisy yang mati ter­bunuh dalam perang Badar. Pada saat bangsa Yahu­di Madinah mendengar berita ini, seorang tokoh Ya­hudi bernama Ka'ab bin Asyraf berusaha melontar­kan pertanyaan-pertanyaan yang berisi kebimbang­an-kebimbangan terhadap kemenangan kaum Musli­min dan terbunuhnya tokoh-tokoh Quraisy. Setelah Ka'ab bin Asyraf memperoleh penegasan kematian para tokoh Quraisy pada perang Badar tersebut, la­lu ia pergi ke Mekkah untuk membangkitkan sema­ngat mereka kembali memerangi Rasulullah. la mem­bacakan puisi, menangisi kekalahan mereka dan pa­ra korban perang itu di desa Al-Qalib. Usaha Ka'ab tidak hanya sampai di situ saja, tetapi setibanya ia kembali di kota Madinah mulai ia membuat puisi-­puisi yang menyerang kehormatan wanita-wanita Is­lam Madinah. Tindakan Ka'ab yang keji ini menim­bulkan marah ummat Islam Madinah, sehingga ak­hirnya ia dibunuh oleh salah seorang sahabat Nabi.
Kemenangan Rasulullah. terhadap bangsa Quraisy dalam perang Badar menimbulkan kedengkian pa­da bangsa Yahudi Madinah, sehingga mereka berusa­ha untuk melakukan tipu daya dan menimbulkan ra­sa antipati pada golongan-golongan Arab di sekitar Madinah terhadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena kasak-kusuk bangsa Yahudi ini, maka Rasulullah mendatangi bangsa Yahudi Bani Qainuqa, lalu mengumpulkannya di salah satu pasar di kota Madinah. Di tempat ini Nabi berpiciato kepada mereka: "Wahai bangsa Ya­hudi! Hati-hatilah kamu terhadap siksa Allah se­perti yang menimpa bangsa Quraisy. Islamlah kamu. Karena kamu sendiri telah mengetahui aku adalah seorang Nabi utusan Allah. Kamu memperoleh ke­terangan ini dari kitab suci kamu dan janji Tuhan kepada kamu". Namun dengan congkak dan penuh tipu muslihat bangsa Yahudi memberikan jawaban: "Wahai Muhammad, engkau melihat kami seperti bangsamu. Janganlah engkau merasa besar kepala berhasil menghadapi kaum yang tidak mengetahui pengetahuan perang sehingga engkau berkesempatan menang. Tetapi demi Tuhan, kami akan memerangi­mu supaya kamu tahu, bahwa kamilah sebenarnya manusia". Kecongkakan bangsa Yahudi ini kemudian memperoleh jawaban Allah yang tercantum dalam surat Ali -Imran ayat 12 dan 13. Allah berfirman:
"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: "Kamu pasti dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka. Dan itulah tempat yang seburuk-buruknya;" 12)
Sesungguhnya telah ada tenda bagi kamu pa­da dua golongan yang telah bertemu (bertem­pur). Segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang de­ngan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang Muslimin dua kali jumlah mere­ka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya si­apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran ba­gi orang-orang yang mempunyai mata hati." 13)
Kemudian kita perhatikan peranan bangsa Ya­hudi dalam perang Ahzab. Rombongan bangsa Yahu­di Madinah di bawah pimpinan Hayyi bin Akhta' da­ri suku Bani Nadzir mengajak bangsa Quraisy mem­bentuk pasukan persekutuan memerangi Rasulullah di Madinah. Rombongan Yahudi ini berkata pada pa­ra tokoh Quraisy: "Kami akan bahu membahu de­ngan kalian untuk membasmi Muhammad sampai akar-akarnya dan menghancurkan misi keagamaan­nya". Golongan Quraisy kemudian bertanya kepada rombongan Yahudi ini mengenai Muhammad, agama­nya dan agama bangsa Quraisy. Kata mereka: "Wa­hai bangsa Yahudi, anda adalah ahli kitab yang per­tama. Kalian tahu persoalan apa yang membuat ka­mi berselisih dengan Muhammad. Karena itu bagai­mana pendapat kalian ? Manakah yang lebih baik, agama kami atau agama Muhammad? Dengan per­tanyaan ini rombongan Yahudi tersebut merasa mem­peroleh kesempatan emas untuk melampiaskan balas dendamnya dan kebenciannya kepada Islam. Mereka menjawab kepada bangsa Quraisy: "Agama kalian jelas lebih baik dari agama Muhammad. Kalian le­bih mulia daripadanya". Pernyataan bangsa Yahudi yang hanya timbul dari dendam dan kebencian kepa­da Islam ini diutarakan oleh Allah di dalam firman­Nya pada surat An-Nissa ayat 51 dan 52.  Allah berfirman:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang­-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan Thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekkah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang­-orang yang beriman" 51) "Mereka itulah orang-orang yang dikutuki Allah. Barangsia­pa yang dikutuki Allah, niscaya kamu seka­li-kali tidak akan memperoleh penolong ba­ginya." 52)
Akibat dorongan bangsa Yahudi ini, maka kaum Quraisy bersedia turut dalam perang Ahzab. Selain bangsa Yahudi mempengaruhi bangsa Quraisy mereka pun kemudian dengan aktif mengorganisasikan suku­-suku Arab di sekeliling Madinah yang masih me­nyembah berhala untuk ikut serta dalam pasukan sekutu. Suku-suku bangsa Arab di sekeliling Madinah ini ialah: Ghotfan, Bani Murrah, Bani Asyja' dan lain-lain.
Data-data sejarah tersebut di atas merupakan fakta yang mencerminkan secara konkret betapa be­sar permusuhan Yahudi terhadap Islam, sejak awal munculnya Islam di kota Mekkah sampai di kota Madinah. Karena itu kita tidak boleh lengah terha­dap setiap gerak-gerik bangsa Yahudi yang ada di­manapun di dunia ini. Karena mereka akan selalu berusaha menghancurkan Islam dengan seribu satu cara, baik berupa intrik, semboyan-semboyan pintu ilmiah, organisasi, paham-paham, perdagangan sam­pai kepada peperangan.
Agar kaum Muslimin tetap waspada dan me­ngerti seluk-beluk tipu daya bangsa Yahudi terha­dap Islam, maka adalah bermanfaat sekali membaca literatur sejarah dan buku-buku tentang Yahudi dan Islam. Dengan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai karakter Yahudi dan aneka ragam ti­pu dayanya terhadap Islam, maka kita dapat mela­wan kejahatan mereka.

Semoga Bermanfaat


0 comments:

Post a Comment